Kesabaran manusia pasti ada batasnya. Begitulah istilah yang sering terdengar di telinga kita. Semua manusia akan mengalami kemarahan ketika tidak dapat mengendalikan emosinya. Tak terkecuali bagi pejabat tinggi, tokoh negara atau bahkan sekelas kepala negara sekalipun.
Seperti kemarahan yang baru-baru ini dialami Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang meradang pasca `nyanyian` mantan Ketua Umum PKS Luthfi Hasan Ishaq. Kemarahan SBY nampak begitu jelas lantaran dituding memiliki kedekatan dengan sosok Bunda Putri yang sampai kini masih misterius.
Selang sepekan kemudian atau tepatnya 18 Oktober, masyarakat DKI kembali dikejutkan dengan kemarahan Gubernur DKI Joko Widodo (Jokowi) yang dikenal santun dan kalem itu.
Berbeda dengan SBY, Jokowi tersulut kemarahanya setelah melihat kinerja buruk anak buahnya di kantor Walikota Jakarta Timur.
Bahkan, mantan Walikota Solo yang terbiasa murah senyum itu, mendadak garang. Jokowi meluapkan kemarahanya dengan mambanting pintu di depan anak buahnya itu. Sikap tegas seperti ini memang sudah beberapa kali dilakukan Jokowi kepada anak buahnya yang tidak becus memberikan pelayanan baik kepada masyarakat. Tidak tanggung-tanggung, kemarahan Jokowi berujung pemecatan.
Saat ditanyai kemarahanya itu oleh warganya pada acara 1 Tahun Pemerintahan Jokowi-Ahok, Jokowi menjawab santai. Jokowi beralasan bahwa kemarahanya itu lantaran tertular kebiasaan wakilnya, Basauki Tjahaja Purnama (Ahok) yang dikenal ceplas-ceplos dan gemar mengomeli anak buahnya. "Saya ketularan Pak Ahok, baru tadi siang marah-marah," kata Jokowi bernada gurau.
Celetukan
Selang tiga hari Jokowi marah-marah, hari ini, Senin (21/10/2013) giliran Ketua Umum PDI-P Megawati. Sosok yang dikenal keibuan ini tersulut kemarahanya setelah mendapat pertanyaan dari salah seorang wartawan terkait pembangunan proyek transportasi massal Jakarta Eco Transport (JET) Monorel, yang disebut-sebut proyek balas budi Jokowi terhadapnya.
Cerita ini bermula saat wartawan mewawancarai Megawati di kediamannya di Jalan Teuku Umar, Jakarta, hari ini. Salah seorang wartawan mencoba menegaskan bahwa proyek monorel disetujui dan dibangun saat Megawati masih menjabat sebagai presiden di tahun 2004. Sebagai kader PDI-P, maka Jokowi mempunyai `kewajiban` melanjutkan proyek yang menghabiskan dana 15T.
Mendengar itu Mega itu terdiam. Namun raut wajahnya mendadak berubah. Perempuan bernama lengkap Megawati Soekarnoputri itu mengulangi ucapan sebelumnya bahwa dalam politik tidak ada balas budi. "Kalau tidak balas budi, namanya apa dong Bu," celetuk salah seorang wartawan.
Ternyata celetukan itu yang menyulut kemarahan Mega. Rupanya celetukan itu membuat kuping Mega panas. Mega pun membalas dengan ucapan cukup pedas. "Kamu dulu sekolah di mana? Kalau mikir itu pakai ini," jawab Mega dengan nada tinggi sambil menyentuh kening wartawan.
Melihat sikap Mega, Jokowi dan Rieke Diah Pitaloka yang saat itu berada di samping Mega memilih bungkam. Keduanya tidak melontarkan sepatah katapun. Kedua kader PDI-P itu hanya bisa tertawa kecil melihat sang ketua umum membalas ucapan wartawan tersebut.
Di kediaman Mega itu, Mega juga menegaskan tidak ada proyek balas budi. Di dunia politik kata Mega tidak ada balas budi.
"Balas budi? Eh, di politik tidak ada balas budi tahu," cetusnya.
Begitu juga dengan Jokowi yang sebelumnya lebih awal dimintai tanggapan soal ini, pun telah membantah. Orang nomor satu di DKI itu mengatakan jika proyek Monorel adalah bentuk alat transportasi massal yang harus segera dibangun di tengah kemacetan ibukota. Jokowi tidak pernah berpikir pembangunan proyek transportasi itu sebagai bentuk balas budi kepada pihak siapapun.
"Balas budi gimana sih? Itu transprotasi massal diperlukan Jakarta. Tidak ada balas budi ke siapa-siapa," kata Jokowi.
Campur Tangan Megawati
Pengamat transportasi, Darmaningtyas menilai percepatan pembangunan Monorel tak lepas dari andil Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Megawati Soekarno Putri.
Kesimpulan adanya `campur tangan` Megawati di balik monorel itu disampaikan Darmaningtyas saat menghadiri peluncuran logo Monorel, Jakarta Eco Transport (JET) Monorail, Minggu 20 Oktober 2013. Dia menilai, percepatan pembangunan monorel yang sempat mangkrak di era Gubernur DKI Fauzi Bowo berkuasa itu tak lepas dari andil Mega.
"Menurut analisa saya yang mencanangkan pembangunan kembali monorel adalah Megawati. Sehingga, Pak Jokowi kan jadi gubernur karena Megawati. Itu dugaan saya. Sekali lagi analisa saya, bukan diberitahu seseorang ya," ujar Darmaningtyas.
Pembangunan monorel menurut Darmaningtyas membutuhkan anggaran yang sangat banyak hingga Rp 17 triliun. Sehingga, membutuhkan waktu yang lama pula untuk mengembalikan modal. "Jadi ini bisnis tidak layak. Ya, kalau mau jujur, itu (monorel) terlalu mahal untuk investor dibandingkan dengan kecepatan balik modal."
Proyek monorel sendiri kini sudah dikerjakan oleh konsorsium PT Jakarta Monorail bagian dari Ortus Grop milik Edward S Soeryadjaya. 75 Gerbong Monorel tersebut diimpor dari perusahaan manufaktur China CNR Corporation Limited (CNR). PT Jakarta Monorail akan mengerjakan jalur Green Line sepanjang 14,5 meter dan jalur Blue Line sepanjang 15,5 meter dengan jumlah stasiun masing-masing 16 dan 15 stasiun.
Lantas alasan apa yang membuat Mega begitu tersulut kemarahanya mendengar kata `balas budi` itu, tentu presiden ke-5 itu memiliki alasan tersendiri terlepas dari sikap santun sebagai seorang pemimpin. Atakuah Mega mulai tertular Ahok?
Sumber :
liputan6.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar