Semua survei dari semua lembaga apa pun memperlihatkan tingkat
keterpilihan Joko Widodo (Jokowi) makin meningkat saja. Makin jauh
meninggalkan para pesaingnya. Namun jika ditanya, gubernur DKI Jakarta
itu selalu mengelak. Ia mengaku hanya ingin fokus mengurusi Jakarta,
terutama soal banjir, macet, dan kekumuhan serta kemiskinan. Hingga
kini, partainya, PDI-P, juga masih belum mengubah keputusan sebelumnya.
Mereka akan mencalonkan Megawati, ketua umumnya, untuk menjadi calon
presiden pada 2014 nanti.
Walau Jokowi selalu mengelak dan PDI-P
masih tetap pada keputusan semula bukan berarti para pesaingnya diam
saja. Mereka terus bekerja untuk meningkatkan popularitas dan
elektabilitasnya pada pilpres nanti. Tak hanya itu, sudah ada gejala
untuk menghadang laju mantan wali kota Solo tersebut. Ada yang bilang
belum saatnya menjadi capres. Ada yang ngomong sebaiknya selesaikan
tugasnya sebagai gubernur. Ada pula yang bicara Jokowi cuma bisa
blusukan. Katanya belum ada jejak kesuksesannya. Bahkan ada yang bilang,
sulit membayangkan Jokowi tampil elegan di forum APEC, PBB, G-20, dan
semacamnya. Jokowi yang badannya kerempeng dan tampangnya ndeso memang
tak pernah menutupi sisi-sisi semacam itu.
Upaya menghadang
Jokowi tentu tak akan berhenti di kata-kata. Ke depan akan ada
langkah-langkah yang lebih nyata. Secara umum yang coba bicara negatif
soal Jokowi memang dari partai tertentu saja. Bahkan orang-orang dari
lembaga tertentu pun mulai memberi sinyal untuk menghentikan laju
Jokowi. Karena itu, jangan kaget jika ke depan akan makin banyak
hambatan yang menghadang dia. Namun, kita harus tetap objektif. Jika
persoalan yang menghadang itu memang kasus nyata seperti korupsi atau
tindak kriminal pribadi maka kita harus siap menerimanya. Namun jika hal
itu merupakan manuver politik maka kita pun harus siap menilai: apakah
Jokowi akan lulus ujian atau gagal. Anggap saja itu bagian dari
pematangan dirinya.
Seorang jenderal yang matang dalam dunia
intelijen hanya bilang singkat. Jika rakyat sudah menghendaki, maka
segala rekayasa untuk menghadangnya akan gagal. Ia menyebut contoh
fenomena SBY pada 2004. Karena itu, sejumlah politisi papan atas sudah
ada yang merapat ke Jokowi. Melakukan pendekatan dan penjajakan.
Diplomat dari negeri-negeri penting pun sudah menemui Jokowi. Pemilu
memang masih satu tahun lagi. Namun, kereta politik sudah bergerak. Kita
tak bisa memungkiri kenyataan ini.
Sejak dilantik hingga kini,
Jokowi masih tetap memukau seperti semula. Orang menyebutnya sebagai
media darling. Apapun yang dilakukannya selalu dilihat dari perspektif
politik. Kartu Jakarta Sehat dan Kartu Jakarta Pintar sudah berjalan
dengan baik. Pembangunan rumah deret pun berjalan mulus. Pembenahan
pedagang kaki lima di kawasan Pasar Minggu dan Pasar Tanah Abang relatif
sukses. Langkahnya menghentikan sementara pembangunan jalan layang
Casablanca pun mendapat dukungan publik. Ia juga berhasil memenangkan
negosiasi dengan pemerintah pusat soal pembangunan monorel yang hasilnya
lebih menguntungkan Pemprov DKI. Kebijakannya melakukan lelang jabatan
juga ditiru sebagian pemerintah daerah. Dengan cara itu ia berhasil
merotasi jabatan di lingkungan pemerintahan tanpa harus menimbulkan
gejolak.
Yang masih orang tunggu adalah kapan ada kemajuan dalam
mengatasi kemacetan dan mengurangi banjir jika di musim hujan. Inilah
ujian yang tak gampang dilalui. Pembangunan monorel, jalan layang,
bahkan subway maupun pembenahan busway masih belum tentu mengurangi
kemacetan secara signifikan. Hingga kini, warga Jakarta masih menderita
karena macet.
Saya tak cukup dekat dengan Jokowi. Namun di awal
upaya dia membenahi Pasar Tanah Abang, saya sempat bertaruh dengan
beberapa orang. Saya meyakini ia akan berhasil. Sedangkan yang lain tak
yakin. Ini bukan semata situasi yang sudah akut dan menyangkut nasib
perut para pedagang kaki lima tapi juga menyangkut berkuasanya preman
dan para pejabat terkait yang mendapat limpahan uang dari kacaunya
situasi Pasar Tanah Abang. Saya tak mengenal wilayah itu, namun satu
saja yang saya yakini, Jokowi “punya hati”. Itu yang membedakan dia
dengan para pemimpin lainnya. Jika kita bekerja dengan hati dan tanpa
pretensi maka semua akan menjadi lebih mudah. Sesuatu yang sederhana,
namun tak semua orang memilikinya.
Kawan itu akhirnya mengakui
keberhasilan Jokowi dalam membenahi Tanah Abang. Menurutnya, jika ia
berhasil membenahi wilayah itu maka semestinya ia lebih mudah membenahi
Jakarta secara keseluruhan. Saya tak menghiraukan pendapat yang agak
menyederhanakan itu. Namun saya lebih memperhatikan kata-katanya yang
lain: “Jokowi itu kerempeng, bukan orang kuat, tapi ternyata bisa
mengatasi kawasan yang keras seperti itu.” Itulah kekuatan hati.
Tentu
Jokowi bukan segalanya. Pernyataannya soal Mesir, misalnya, jelas
gegabah. Tentu terlalu dini untuk menilai kinerjanya sebagai gubernur.
Masih banyak hal yang harus dilihat. Tapi hingga kini ia berjalan dengan
benar. Namun, yang membuat popularitas dan elektabilitasnya paling
melejit karena dia benar-benar antitesis yang sempurna dari SBY. Publik
ingin sesuatu yang baru dan berbeda.
Sumber :
republika.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar