Peneliti dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS), J
Kristiadi, menyatakan, figur seorang Joko Widodo (Jokowi) tak boleh lepas dari
kritik. Menurutnya, kritik akan berdampak baik pada pria yang akrab
disapa Jokowi itu agar tidak terlena atas banyaknya pujian dan dukungan
untuk maju sebagai calon presiden periode 2014-2019.
"Saya kira memang harus dikritik supaya tidak mabuk," kata
Kristiadi seusai menjadi pembicara dalam diskusi politik di kantor
YLBHI, Jakarta, Rabu (24/7/2013).
Nama Jokowi melambung sebagai tokoh potensial yang akan memenangi
pemilihan presiden. Seiring dengan hal itu, muncul kritik dari sejumlah
kalangan, seperti anggota legislatif dan masyarakat. Kritik itu umumnya
muncul dari warga Jakarta yang merasa dirugikan dengan program Jokowi,
misalnya penataan pedagang kaki lima dan pembangunan jalur layang mass rapid transit (MRT).
Kritik juga datang dari Forum Indonesia untuk Transparansi
Anggaran (Fitra). Fitra menyebutkan, ada pemborosan anggaran yang
dilakukan Jokowi. Fitra menyoroti penggunaan anggaran untuk kegiatan blusukan Jokowi dan Wakil Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama yang mencapai lebih dari Rp 26,6 miliar.
Fitra menyatakan, dana itu lebih besar jika dibandingkan anggaran
masa sebelumnya, yakni pada era Fauzi Bowo dan Prijanto. Fitra menyebut
anggaran operasional untuk Foke dan Prijanto waktu itu hanya Rp 17,6
miliar selama satu tahun. Anggaran tersebut berasal dari APBD 2012 dan
masuk dalam pos belanja penunjang operasional.
Menanggapi pernyataan itu, Jokowi menilai Fitra tak menguasai
cara membaca anggaran. Adapun Basuki menganggap temuan Fitra hanya
pesanan pihak lain yang khawatir dengan kepopuleran Jokowi.
"Tapi itu kritik yang baik, biar tidak terlena, biar (Jokowi) tidak jadi megalomania," ujar Kristiadi.
Ia mengatakan, Jokowi bukanlah sosok ideal sebagai calon
presiden. Namun, menurutnya, Jokowi merupakan sosok terbaik dibanding
nama-nama lain yang disebut-sebut bakal menjadi calon presiden.
Kristiadi menilai, sekarang adalah waktu terbaik bagi Jokowi
untuk maju karena peluangnya besar untuk memenangi pemilihan presiden.
Kristiadi menjelaskan, elektabilitas tinggi Jokowi yang diumbar berbagai
lembaga survei akan mendorong partai lain bergerak untuk mendekatinya.
Sumber :
kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar