Pengamat politik dari Universitas Indonesia Andrinof Chaniago mengatakan aksi blusukan banyak dilakukan oleh pemerintah daerah untuk mencari dukungan. “Dampak blusukan pada elektabilitas seseorang sangat tinggi, bisa mencapai 80 persen,” kata Andrinof kepada detikcom kemarin. Namun dia menekankan, tingkat pengaruh tersebut juga ditentukan oleh jumlah kandidat. “Yang jelas akan terjadi peningkatan signifikan, kalau terbukti pemimpin itu sudah dekat dengan masyarakat.”
Andrinof mencontohkan, keterkaitan aksi blusukan dan peningkatan elektabilitas pernah dibuktikan oleh mantan wali kota Banjar di Jawa Barat dan juga bupati di salah satu kabupaten di Sumatera Selatan. “Kalau enggak salah ada lima kepala daerah yang pada pemilihan periode ke dua kemenangannya di atas 80 persen,” kata dia.
Pernyataaan Andrinof ini diungkapkan melihat kegetolan beberapa pemimpin dan pejabat blusukan atau melakukan inspeksi mendadak. Salah satu pemimpin yang tenar dengan aksi blusukannya adalah Joko Widodo, Gubernur DKI Jakarta, yang sudah ia terapkan sejak mendaftar dalam bursa pemilihan Gubernur.
Intensitas blusukan Jokowi –begitu ia biasa disebut– tak berkurang, bahkan langsung ia lakukan pada hari pertama ia dilantik menjadi gubernur. Namun, menurut Andrinof, tak sembarang blusukan bisa mendongkrak tingkat keterpilihan dan dukungan. “Harus otentik dan memang serius untuk mengatasi masalah warga, tidak dibuat-buat,” kata dia.
Dia melanjutkan, pengertian blusukan sebaiknya jangan dipersempit dan diplintir menjadi sekadar pencitraan atau basa basi dengan maksud memamerkan keramahan. “Mesti sesuai dengan kepribadian dan karakternya, artinya ketika orang mengkonfirmasi itu bukan suatu kebiasaan hidupnya tapi hanya karena musim-musim pemilu, ya enggak terlalu banyak pengaruh,” tegasnya.
Jika dilakukan dengan benar, Andrinof memandang, blusukan bisa menjadi manajemen yang efektif untuk memecahkan masalah masyarakat. “Itu sebuah cara kerja, bukan sekadar datang lalu bersalaman tanpa membicarakan dan memecahkan masalahnya segera, baik secara langsung maupun dengan pengubahan kebijakan.”
Jika kelak Jokowi menyatakan ingin maju kembali dalam pemilihan gubernur periode kedua, Andrinof menilai bekas Wali Kota Solo itu sudah punya modal besar. “Seandainya dia (Jokowi) tetap di Jakarta dan lanjut, pasti perolehan suaranya akan meningkat dibanding dengan yang kemarin, siapapun lawan dia,” katanya. “Kalau kemarin di putaran kedua dengan dua calon dia dapat 53 %, kemungkinan nanti di periode 2 langsung satu putaran menang mutlak di atas 50 persen.”
Tak hanya itu, kans gubernur yang diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu juga dinilai besar untuk maju dalam bursa pemilihan presiden karena sudah punya dukungan masyarakat. Walau demikian, Andrinof mengungkapkan peluang itu ditentukan oleh dukungan politis. “Kalau dukungan masyarakt bisa dipastikan bahwa Jokowi yang terkuat sekarang, tapi politik kita ini kan penuh dengan agenda-agenda transaksional.”
Guru Besar politik Universitas Indonesia Iberamsjah menilai metode blusukan Jokowi sudah mulai berlebihan dan masuk ranah pencitraan. “Saya melihat terlalu sering, kebanyakan untuk foto-foto saja, sehingga orang yang melihatnya jadi “mual”,” kata dia kepada detikcom, Selasa (23/7).
Lebih lanjut dia menilai yang dilakukan oleh Jokowi tidak diikuti oleh umpan balik dalam bentuk kinerja nyata. “Jokowi sekarang sudah jadi media darling, yang bikin dia mabuk kan wartawan dan survei-survei yang memuji dia sehingga jadi binggung sendiri,” kata Iberamsjah. “Harusnya dikritisi juga, apa yang telah dia kerjakan, hampir setahun tapi enggak ada gagasan baru. PKL berantakan, parkir berantakan.”
Aksi blusukan sudah lekat dengan Jokowi. Bahkan sebelum Jokowi resmi diangkat menjadi gubernur, dia sudah mulai aktif blusukan menyambangi warga DKI di berbagai lokasi. Saat itu upaya kampanye Jokowi, begitu ia biasa disebut, rupanya mengena hingga ke akar rumput.
Alhasil, Jokowi bersama Basuki T. Purnama alias Ahok saat itu berhasil mengumpulkan suara tertinggi mengalahkan kandidat lainnya dalam bursa pemilihan gubernur dan wakil gubernur. Setelah resmi menjabat, Jokowi langsung memulai hari pertamanya dengan blusukan dan masih bertahan hingga kini. Alasan pencitraan?
“Yang dicitrakan itu apanya?” kata Jokowi balik bertanya. Gubernur yang sehari-hari gemar memakai kemeja putih itu mengaku memang senang blusukan. Ia aktif melakukan hal itu didorong tujuan manajemen control dan pengawasan sehingga program-program pemerintah pun bisa berjalan. Alasan lainya yang tak ditampik Jokowi, blusukan juga membuat masyarakat menjadi dekat dengan pemimpinnya.
*****
Kegiatan blusukan belakangan banyak diikuti oleh pejabat lain salah satunya Gita Wirjawan. Menteri Perdagangan yang piawai bermain musik ini juga diketahui mulai rajin melakukan blusukan dari pasar ke pasar. Dia kerap menyempatkan waktu melakukan sidak pasar, terutama akhir-akhir ini saat harga-harga melambung tinggi.
Meski masih malu-malu mengakui, nama Jokowi dan Gita kerap muncul di survei-survei pemilu. Keduanya diketahui mempunyai elektabilitas yang lumayan. Bahkan nama Gita pun sudah diakui oleh Ketua Umum Partai Demokrat, Presiden Yudhoyono, sebagai satu dari empat kandidat yang akan ikut konvensi Partai Demokrat.
Tapi baik Gita maupun Jokowi dalam berbagai wawancara dengan media tak pernah terang-terangan mengakui kegiatan blusukan mereka adalah bagian dari agenda penggalangan dukungan demi pemilihan Presiden 2014.
Pengamat politik dari Universitas Indonesia Andrinof Chaniago mengatakan kepala daerah memang perlu melakukan metode blusukan. Pasalnya, kegiatan ini dianggap bisa memberikan pemecahan masalah di daerah secara efektif. Tapi di level presiden, keluwesan untuk melakukan metode ini menjadi terbatas.
Di luar tujuan pemecahan masalah, banyak juga kegiatan blusukan yang didasari tujuan pencitraan demi menjaring dukungan masyarakat. Dukungan ini adalah salah satu modal penting yang bisa mempengaruhi kans seorang bakal calon agar bisa bersaing dalam pemilihan umum.
Blusukan, kata Andrinof, bisa berdampak besar pada tingkat keterpilihan. “Dampaknya bisa mendongkrak elektabilitas seseorang hingga 80 persen,” kata dia. Namun ia mewanti-wanti pengaruh tersebut hanya akan signifikan bila agenda blusukan memang dilakukan sesuai karakter dan kepribadian, bukan dilakukan menjelang musim Pemilu saja. “Artinya memang aslinya dia dekat dengan masyarakat, dia serius melakukannya.”
PEROLEHAN SUARA JOKOWI DENGAN PERINGKAT TERATAS TERKAIT CAPRES
- 6 Feb 2013: Pusat Data Bersatu (PDB) - 21,2 %
- 19 Feb 2013: Lembaga Survei Jakarta (LSJ) - 18,1 %
- 5 Mei 2013: Pol-Tracking Institute - 82,54 %
- 17 Mei 2013: Median Survei Nasional (Median) - 92 %
- 27 Jun 2013: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia - 22,6 %
- 28 Jun 2013: Indonesia Research Centre (IRC) - 24,8 %
- 16 Jul 2013: Indonesia Research Centre (IRC) - 32 %
Sumber :
detik.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar