Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) melakukan survei untuk
mengukur pasangan capres yang pas maju pada Pilpres 2014 nanti. Dalam
survei itu, salah satu strateginya memasangkan Gubernur DKI Jakarta Joko
Widodo (Jokowi) dengan Pramono Edhie Wibowo, bekas KASAD, adik ipar
Presiden SBY.
Hasilnya, pasangan Jokowi-Pramono Edhie meraih
posisi memuaskan bila dibanding skenario pasangan calon lain, misalnya
pasangan Megawati-Jusuf Kalla, Prabowo-Hatta dan Aburizal
Bakrie-Mahfudz. Lalu, mungkinkah pasangan Jokowi-Pramono Edhie bakal
terwujud?
"Itu tipis sekali, terlalu awal memasangkan mereka. Dan
menurut saya itu (memasangkan Jokowi-Pramono Edhie) tidak terlalu
penting. Pramono Edhie itu bukan variable penentu. Kuncinya sekarang di
PDIP dan Ibu Mega," kata Pengamat Politik Hanta Yudha kepada
merdeka.com, Selasa malam (23/7/2013).
Hanta menjelaskan, sekarang ini
kalau bicara Jokowi, siapapun pasangannya tidak terlalu penting. Jokowi
dipasangkan dengan siapapun tidak masalah. Bagi Jokowi yang penting itu
dukungan partai politik. Kalau suara PDIP nanti tidak mencapai 20
persen, pilihannya koalisi antarpartai.
Misalnya PDIP bisa
menggandeng calon partai lain, bisa dengan Gerindra dan Prabowo,
Demokrat ada Pramono Edhie, Golkar ada Aburizal Bakrie dan PAN ada Hatta
Rajasa. "Sekarang PDIP dan Jokowi paling siap. Bisa menggandeng siapa
saja," terangnya.
Di internal PDIP, lanjut Hanta, kabarnya sudah
ada faksi-faksi yang menjodohkan Jokowi dengan beberapa nama capres
lain. Mereka tentu sudah menjalin komunikasi politik dengan Gerindra,
Golkar, PAN atau Demokrat. Bahkan ada juga yang menjalin komunikasi
politik dengan Hary Tanoesoedibjo untuk dijadikan capres, bila Wiranto
batal diusung.
"Di twitter, ada yang menyebut Gubernur Sulsel,
kemudian Hatta Rajasa. Atau dengan Hari Tanoe. Banyak pilihan bagi PDIP
dan jokowi, pekerjaan PDIP itu memutuskan, apakah Jokowi atau Megawati
yang maju," ujarnya.
Mungkin apa tidak Jokowi nyapres dari partai
lain? Hanta melihat peluang itu sangat kecil sekali. "Saya melihat
Jokowi itu politisi loyal, baik terhadap PDIP atau Megawati. Saya tidak
melihat Jokowi punya keberanian meloncat ke partai lain."
Bila
hal itu dilakukan Jokowi, pertama persepsi publik juga tidak baik
terhadapnya. Justru itu nanti akan menjatuhkan nama Jokowi sendiri
karena persepsi publik jadi buruk.
"Menurut saya solusinya PDIP
komunikasi saja yang baik dengan Jokowi. Tunjukan Jokowi sukses jadi
gubernur DKI. Karena elektabilitasnya baik," ujarnya.
Diberitakan
sebelumnya, dokumen hasil survei internal PDIP menguji empat skenario
buat Jokowi menghadapi pemilihan presiden tahun depan. Jajak pendapat
digelar 3-15 Mei lalu ini melibatkan 1.500 responden di 33 provinsi.
Merdeka.com memperoleh dokumen laporan survei berjudul Trajektori Politik 2014 dari seorang sumber mengaku dekat dengan Jokowi.
Skenario
pertama, PDIP menyorongkan ketua umum Megawati Soekarnoputri sebagai
calon presiden berpasangan dengan Jusuf Kalla. Hasilnya, pasangan
Prabowo Subianto-Hatta Rajasa menang dengan raihan dukungan 35,2 persen.
Sedangkan Megawati-Kalla meraup 25,3 persen, disusul Aburizal
Bakrie-Mahfud dengan 18,3 persen.
Menurut skenario kedua, Jokowi
maju berduet dengan Pramono Edhi Wibowo, adik ipar presiden. Hasilnya
memuaskan. Pasangan ini unggul setelah meraup 34,0 persen dukungan,
disusul Prabowo-Hatta (30,0 persen), dan Aburizal-Mahfud (16,3 persen).
Survei
juga menjajal posisi Jokowi sebagai kandidat wakil presiden. Hasilnya
jeblok meski dia dipasangkan dengan Megawati. Pasangan Prabowo-Hatta
menang dengan sokongan 33,4 persen, dibuntuti Megawati-Jokowi (29,9
persen), dan Aburizal-Mahfud (17,3 persen). Perolehan tidak menyenangkan
juga terjadi kalau Jokowi menjadi wakil dari Puan Maharani.
Skenario
lain adalah Jokowi keluar dari PDIP dan bertarung melawan Megawati. Dia
dipasangkan dengan Pramono Edhi Wibowo. Pasangan ini unggul dengan 36,1
persen suara, disusul Prabowo-Hatta (30,5 persen), dan Megawati-Jusuf
Kalla (15,2 persen).
Sumber :
merdeka.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar