Rabu, 12 November 2014

Meski Dianggap Gadis Telanjang, Terbukti Pidato Jokowi di APEC Diapresiasi Banyak Tokoh Dunia

Meski oleh PKS pidato Presiden Joko Widodo (Jokowi) dianggap gadis telanjang dan gadis hilang tetapi terbukti pidato Jokowi diapresiasi banyak tokoh dunia. Hal tersebut diuanggapkan Politisi PDI Perjuangan, TB Hasanuddin. TB Hasanuddin menilai kurang tepat perumpamaan Ketua Komisi I DPR, Mahfudz Sidik yang mengganggap gadis telanjang dan dilanjutkan dengan gadis yang hilang.
"Menurut hemat saya, dengan segala hormat dalam perumpamaannya ya tidak sevulgar itulah. Masa disamakan dengan pelacur," ungkapnya TB Hasanuddin, di Jakarta, Rabu (12/11/2014).Politisi PDI Perjuangan ini melihat wajar pemaparan Jokowi tidak ada lain bertujuan menjaring investor ke tanah air, tanpa mengurangi harga diri bangsa di mata negara luar."Saya kira diera globalisasi dalam konteks menjaring investasi pidato itu wajar-wajar saja. Terbukti diapresiasi oleh banyak tokoh-tokoh luar," ujarnya.
"Bicara dengan orang luar ya harus dengan maindset mereka dong . To the point dan mudah dipahami. Tak perlu berbelit belit apalagi bersayap , APEC itu kan konfrensi masalah ekonomi.
Karena subtansinya masalah ekonomi maka sangat wajar bila presiden bicara subtansi ekonomi yang menguntungkan NKRI," tandasnya.

Kritik Mahfudz Sidik
Misi pemasaran Presiden Jokowi di forum APEC Beijing menurut Ketua Komisi I DPR, Mahfudz Sidik,  minim visi politik.
Mahfudz menyayangkan kesempatan yang ada di forum resmi maupun tidak resmi APEC, tidak digunakan Presiden Jokowi untuk menyampaikan dan menegaskan visi dan sikap politik Indonesia.
Terkait, lanjutnya,  kerjasama regional yang diwarnai pertarungan kepentingan aktor-aktor besar seperti Cina, Rusia dan Amerika Serikat.
"Tawaran kerjasama dan investasi dengan para aktor besar dan presentasi di forum CEO lebih gambarkan visi presiden sebagai marketing officer. Jika dikaitkan dengan gagasan poros maritim yang bermakna, membuka wilayah perairan Indonesia ke pemain-pemain besar dunia, bisa berakibat jebolnya pagar wilayah kedaulatan maritim sebagai pintu masuk ke Indonesia," ujar Mahfudz Sidik, Rabu (12/11/2014).
Lalu, lanjut Mahfudz, wilayah daratan Indonesia akan jadi bancakan investor infrastruktur dari perusahaan-perusahaan  multinasional asing. Hal ini yang dianggapnya bisa berbahaya.
"Deklarasi Djuanda yang menegaskan pengakuan PBB terhadap wilayah NKRI bisa porak-poranda. Harus diingat, dalam forum APEC, meski fokus pada isu ekonomi, tapi sarat dengan kebijakan dan kepentingan politik negara pemain besar," ujarnya.
"Paparan presiden yang full marketing, tapi minim kebijakan politik seperti gadis yang sedang menelanjangi diri untuk mempersilakan semua laki menjamahnya atas nama investasi," kata Mahfudz lagi.
Berdasarkan konstitusi dan UU Perjanjian Internasional, sambung Mahfudz, kebijakan-kebijakan luar negeri pemerintah yang fundamental dan berimplikasi luas, harus dikonsultasikan lebih dulu dengan DPR. [tribun]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar