Meski oleh PKS pidato Presiden Joko Widodo (Jokowi) dianggap gadis telanjang dan gadis hilang tetapi terbukti pidato Jokowi diapresiasi banyak tokoh dunia. Hal tersebut diuanggapkan Politisi PDI Perjuangan, TB Hasanuddin. TB Hasanuddin
menilai kurang tepat perumpamaan Ketua Komisi I DPR, Mahfudz Sidik yang mengganggap gadis telanjang dan dilanjutkan dengan gadis yang hilang.
"Menurut
hemat saya, dengan segala hormat dalam perumpamaannya ya tidak sevulgar
itulah. Masa disamakan dengan pelacur," ungkapnya TB Hasanuddin, di Jakarta, Rabu (12/11/2014).Politisi
PDI Perjuangan ini melihat wajar pemaparan Jokowi tidak ada lain
bertujuan menjaring investor ke tanah air, tanpa mengurangi harga diri
bangsa di mata negara luar."Saya kira diera globalisasi dalam
konteks menjaring investasi pidato itu wajar-wajar saja. Terbukti
diapresiasi oleh banyak tokoh-tokoh luar," ujarnya.
"Bicara dengan
orang luar ya harus dengan maindset mereka dong . To the point dan mudah
dipahami. Tak perlu berbelit belit apalagi bersayap , APEC itu kan
konfrensi masalah ekonomi.
Karena subtansinya masalah ekonomi maka sangat wajar bila presiden bicara subtansi ekonomi yang menguntungkan NKRI," tandasnya.
Kritik Mahfudz Sidik
Misi pemasaran Presiden Jokowi di forum APEC Beijing menurut Ketua Komisi I DPR, Mahfudz Sidik, minim visi politik.
Mahfudz
menyayangkan kesempatan yang ada di forum resmi maupun tidak resmi
APEC, tidak digunakan Presiden Jokowi untuk menyampaikan dan menegaskan
visi dan sikap politik Indonesia.
Terkait, lanjutnya, kerjasama
regional yang diwarnai pertarungan kepentingan aktor-aktor besar seperti
Cina, Rusia dan Amerika Serikat.
"Tawaran kerjasama dan investasi
dengan para aktor besar dan presentasi di forum CEO lebih gambarkan visi
presiden sebagai marketing officer. Jika dikaitkan dengan gagasan poros
maritim yang bermakna, membuka wilayah perairan Indonesia ke
pemain-pemain besar dunia, bisa berakibat jebolnya pagar wilayah
kedaulatan maritim sebagai pintu masuk ke Indonesia," ujar Mahfudz
Sidik, Rabu (12/11/2014).
Lalu, lanjut Mahfudz, wilayah daratan
Indonesia akan jadi bancakan investor infrastruktur dari
perusahaan-perusahaan multinasional asing. Hal ini yang dianggapnya
bisa berbahaya.
"Deklarasi Djuanda yang menegaskan pengakuan PBB
terhadap wilayah NKRI bisa porak-poranda. Harus diingat, dalam forum
APEC, meski fokus pada isu ekonomi, tapi sarat dengan kebijakan dan
kepentingan politik negara pemain besar," ujarnya.
"Paparan
presiden yang full marketing, tapi minim kebijakan politik seperti gadis
yang sedang menelanjangi diri untuk mempersilakan semua laki
menjamahnya atas nama investasi," kata Mahfudz lagi.
Berdasarkan
konstitusi dan UU Perjanjian Internasional, sambung Mahfudz,
kebijakan-kebijakan luar negeri pemerintah yang fundamental dan
berimplikasi luas, harus dikonsultasikan lebih dulu dengan DPR. [tribun]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar