Pakar hukum tata negara Refly Harun mengatakan kenaikan bahan bakar minyak tidak akan berdampak pada pemakzulan Presiden
Joko Widodo. Kenaikan BBM tersebut hanya akan menyebabkan syok terapi
yang kemungkinan berlangsung hingga akhir tahun ini. "Tidak lama, kok.
Saya kira dampak bisa segera diredam, kepercayaan masyarakat pun tetap
akan tinggi kepada pemerintah yang sekarang," kata dia saat dihubungi
Tempo, Selasa (18/11/2014).
Menurut Refly, ada beberapa hal
yang akan mengakibatkan pemakzulan pemerintah. Di antaranya melakukan
tindak pidana korupsi dan pidana lainnya, pengkhianatan kepada negara,
menjadi warga negara asing atas kemauan sendiri, serta tidak lagi
memenuhi syarat sebagai presiden atau wakilnya (klik infografis: Jalur Menuju Pemakzulan). Refly berujar bahwa kebijakan pemerintah bisa saja keliru, namun bukan berarti menjadi kesalahan yang utama dan fatal.
Seharusnya, kata dia, Dewan Perwakilan Rakyat dapat menggunakan
hak-haknya untuk mengkritisi kebijakan tersebut. Namun, dalam hal ini,
Refly menyarankan DPR tidak perlu menggunakan hak interpelasi. "Cukup
hak bertanya saja, kenapa dan bagaimana soal BBM naik. Mereka pun harus
meyakinkan kelancaran program selanjutnya," ujarnya.
Pendapat
serupa disampaikan oleh pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia, Siti Zuhro. Ia mengatakan DPR tak bisa memakzulkan presiden
dengan menggunakan hak interpelasi. Menurutnya, jika tidak berbuat makar
dan menyimpang dari konstitusi, presiden tak akan bisa dimakzulkan.
"Tak ada alasan untuk impeachment, apalagi dengan sistem presidensial,"
kata Siti ketika dihubungi kemarin.
Menurut Siti, hak interpelasi
bisa digunakan DPR kapan saja ketika merasa ada kebijakan pemerintah
yang tidak jelas. Pemerintah juga mempunyai hak jawab untuk menjelaskan
poin-poin yang ditanyakan DPR. "Kalau diterima ya tidak masalah," ujar
Siti.
Soal kenaikan harga BBM, Siti mengatakan pemerintah tinggal
menjelaskan alasan menaikkan harga BBM. Selain itu bisa juga dijelaskan
alokasi dana subsidi akan digunakan untuk apa saja. "Dijelaskan saja
dengan data dan rincian yang terukur," katanya. Ia menambahkan,. seorang
kepala negara harus mampu mengelola kekuatan di dalam dan luar
koalisinya supaya kebijakannya dapat berjalan baik. [tempo]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar