Kamis, 30 Oktober 2014

LSI: BBM Naik, Dukungan Jokowi Wes Ewes ... Bablas!

Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Network Denny JA merilis hasil survei tentang isu-isu yang menghadang pemerintahan Jokowi-JK. Salah satunya adalah soal kenaikan harga BBM.
Menurut peneliti LSI, Rully Akbar, secara rasional harga BBM di Indonesia memang harus ditingkatkan. Namun, kebijakan meningkatkan harga BBM sangat tidak populis.
"Orang yang paling banyak disalahkan atas kenaikan BBM adalah presiden. Dukungan untuk presiden akan turun," kata Rully di gedung LSI Network, Jl Pemuda, Rawamangun, Jakarta Timur, Kamis (30/10/2014).
Sehingga diharapkan pemerintah memiliki program yang lebih populis untuk mengimbangi program yang tidak populis tersebut. Menurut Rully, Presiden Jokowi sudah sadar akan resiko tersebut dan telah menyiapkan program populisnya.
"Program populisnya seperti Kartu Indonesia Sehat dan Kartu Indonesia Pintar yang bisa langsung diterima masyarakat," ujarnya.
Selain kenaikan BBM, pengembalian pilkada langsung juga menjadi isu penting pada awal pemerintahan Jokowi-JK ini. Presiden melalui mendagri, diharapkan bisa mengembalikan proses pilkada dengan dipilih langsung oleh rakyat.
"Karena berdasarkan survei kami, lebih dari 85% rakyat Indonesia lebih memilih pilkada langsung," tuturnya.
Isu lainnya adalah pelaksanaan janji kampanye. Yaitu penandatanganan 3 perpres tentang ekonomi, korupsi dan keberagaman. Serta janji merealisasikan 9 program yang tertuang dalam kontrak politik Jokowi-JK dengan rakyat (nawa cita).
"Bisa jadi ketika mereka (Kabinet Kerja) tidak bisa melaksanakan dengan baik, publik akan antipati," tutur Rully.
Survei tentang isu yang menghadang kabinet kerja ini dilakukan selama 2 hari pada tanggal 27-28 Oktober 2014. Metode survei menggunakan quickpool smartphone LSI dengan multistage random sampling. Jumlah sampel yang digunakan dalam survei kali ini sebanyak 1.200 responden dengan margin error 2,9%. 

Publik Puas Akan Pilihan Menteri Jokowi
Hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Network menunjukkan bahwa publik belum yakin dengan kinerja Kabinet Kerja. Publik akan melihat dalam 3-6 bulan ke depan untuk menilai kinerja kabinet yang dibentuk akhir pekan lalu itu.
"Hanya 4,46% yang menyatakan langsung puas dengan Kabinet Kerja setelah diumumkan oleh Presiden Jokowi," kata Rully, Kamis (30/10/2014).
Survei yang diselenggarakan pada tanggal 27-28 Oktober ini melibatkan 1.200 responden. Metode penelitian yang digunakan adalah multistage random sampling dengan margin of error 2,9%.
"74,75% Responden menyatakan akan menunggu 3-6 bulan pertama sebelum menilai puas atau tidak puas dengan kabinet Jokowi," tuturnya.
Sementara sisanya sebanyak 16,83% responden langsung menyatakan tak puas dengan nama-nama menteri yang diumumkan. Peneliti juga memisahkan data pendukung Jokowi-JK dan pendukung mantan rivalnya, Prabowo-Hatta.
"Pemilih yang tergabung dalam Kolisi Indonesia Hebat pun akan menunggu kerja kabinet Jokowi-JK dalam 3-6 bulan pertama sebelum menyatakan puas atau tidak puas," ujar Rully.
Begitu pula dengan masyarakat pendukung Koalisi Merah Putih. Sebanyak 70,76% pendukung KMP juga memilih menanti hingga 3-6 bulan ke depan untuk menilai kinerja pemerintahan Jokowi-JK. Namun mereka meminta kepada Presiden Jokowi untuk mengevaluasi kabinetnya jika dalam 6 bulan ke depan belum menunjukkan kinerja yang bagus.
"58,68% Publik sepakat meminta presiden mereshuffle menterinya yang minim prestasi," tutup Rully.  [detik]

1 komentar: