Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Network Denny JA merilis hasil survei
tentang isu-isu yang menghadang pemerintahan Jokowi-JK. Salah satunya
adalah soal kenaikan harga BBM.
Menurut peneliti LSI, Rully
Akbar, secara rasional harga BBM di Indonesia memang harus ditingkatkan.
Namun, kebijakan meningkatkan harga BBM sangat tidak populis.
"Orang
yang paling banyak disalahkan atas kenaikan BBM adalah presiden.
Dukungan untuk presiden akan turun," kata Rully di gedung LSI Network,
Jl Pemuda, Rawamangun, Jakarta Timur, Kamis (30/10/2014).
Sehingga
diharapkan pemerintah memiliki program yang lebih populis untuk
mengimbangi program yang tidak populis tersebut. Menurut Rully, Presiden
Jokowi sudah sadar akan resiko tersebut dan telah menyiapkan program
populisnya.
"Program populisnya seperti Kartu Indonesia Sehat dan Kartu Indonesia Pintar yang bisa langsung diterima masyarakat," ujarnya.
Selain
kenaikan BBM, pengembalian pilkada langsung juga menjadi isu penting
pada awal pemerintahan Jokowi-JK ini. Presiden melalui mendagri,
diharapkan bisa mengembalikan proses pilkada dengan dipilih langsung
oleh rakyat.
"Karena berdasarkan survei kami, lebih dari 85% rakyat Indonesia lebih memilih pilkada langsung," tuturnya.
Isu
lainnya adalah pelaksanaan janji kampanye. Yaitu penandatanganan 3
perpres tentang ekonomi, korupsi dan keberagaman. Serta janji
merealisasikan 9 program yang tertuang dalam kontrak politik Jokowi-JK
dengan rakyat (nawa cita).
"Bisa jadi ketika mereka (Kabinet Kerja) tidak bisa melaksanakan dengan baik, publik akan antipati," tutur Rully.
Survei
tentang isu yang menghadang kabinet kerja ini dilakukan selama 2 hari
pada tanggal 27-28 Oktober 2014. Metode survei menggunakan quickpool
smartphone LSI dengan multistage random sampling. Jumlah sampel yang
digunakan dalam survei kali ini sebanyak 1.200 responden dengan margin
error 2,9%.
Publik Puas Akan Pilihan Menteri Jokowi
Hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Network menunjukkan bahwa
publik belum yakin dengan kinerja Kabinet Kerja. Publik akan melihat
dalam 3-6 bulan ke depan untuk menilai kinerja kabinet yang dibentuk
akhir pekan lalu itu.
"Hanya 4,46% yang menyatakan langsung puas
dengan Kabinet Kerja setelah diumumkan oleh Presiden Jokowi," kata Rully, Kamis (30/10/2014).
Survei yang diselenggarakan
pada tanggal 27-28 Oktober ini melibatkan 1.200 responden. Metode
penelitian yang digunakan adalah multistage random sampling dengan
margin of error 2,9%.
"74,75% Responden menyatakan akan menunggu
3-6 bulan pertama sebelum menilai puas atau tidak puas dengan kabinet
Jokowi," tuturnya.
Sementara sisanya sebanyak 16,83% responden
langsung menyatakan tak puas dengan nama-nama menteri yang diumumkan.
Peneliti juga memisahkan data pendukung Jokowi-JK dan pendukung mantan
rivalnya, Prabowo-Hatta.
"Pemilih yang tergabung dalam Kolisi
Indonesia Hebat pun akan menunggu kerja kabinet Jokowi-JK dalam 3-6
bulan pertama sebelum menyatakan puas atau tidak puas," ujar Rully.
Begitu
pula dengan masyarakat pendukung Koalisi Merah Putih. Sebanyak 70,76%
pendukung KMP juga memilih menanti hingga 3-6 bulan ke depan untuk
menilai kinerja pemerintahan Jokowi-JK. Namun mereka meminta kepada
Presiden Jokowi untuk mengevaluasi kabinetnya jika dalam 6 bulan ke
depan belum menunjukkan kinerja yang bagus.
"58,68% Publik sepakat meminta presiden mereshuffle menterinya yang minim prestasi," tutup Rully. [detik]
INI SURVEY YANG MEMBERI MASUKAN BAGUS PADA PEMERINTAH.
BalasHapus