Lembaga swadaya Indonesia for Global Justice (IGJ) mendesak
pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) tak lagi mengadopsi Masterplan Percepatan
Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Alasannya, program
pembangunan warisan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu kurang sesuai dengan
visi-misi ekonomi presiden sokongan PDI-P ini selama pemilihan umum.
Direktur Eksekutif IGJ Riza Damanik menjelaskan, salah satu pembeda
Jokowi dari pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa ada pada strategi
mendorong perekonomian nasional. Bukan tidak mungkin, visi 'Nawa Cita'
Jokowi gagal terwujud akibat mempertahankan MP3EI.
"Tidak perlu dilanjutkan. Kalau MP3EI dilanjutkan terus-menerus itu
bisa mengeliminir Nawa Cita. Visi-misi Prabowo meng-highlight MP3EI,
perbedaan mereka mencoloknya di situ. Model ekonomi yang satu mendorong
perekonomiannya yang kekuatannya ada di swasta, sementara Jokowi
mendorongnya dari desa, membangun dari pinggiran," ujarnya di Jakarta,
Jumat (19/9/2014).
Untuk diketahui, presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) mengatakan
program Masterplan Percepatan Pembangunan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
(MP3EI), harus dievaluasi terlebih dahulu sebelum dilanjutkan pada
pemerintahan mendatang. Jokowi menegaskan proyek yang baik akan tetap
dilanjutkan, terutama di sektor pertanian untuk ketahanan pangan.
"Ya semuanya harus kita lihat, yang baik dilanjutkan, yang cocok
dilanjutkan, yang tidak pas, masih kurang, kita paskan. Saya kira itu.
Karena orientasi jelas berbeda, orientasi misalnya kita masuk ke
pertanian, kedaulatan pangan itu prioritas," ujar dia di Balai Kota DKI,
Jakarta, Jumat (5/9).
IGJ punya alasan menolak keras MP3EI. Enam koridor pembangunan dengan
modal terbesar dari swasta itu tidak melibatkan masyarakat setempat.
Hasil produksi sebagian Kawasan Ekonomi Khusus bahkan tidak dibutuhkan
warga di sekitarnya.
Dia mengambil contoh Merauke Food Industrial Estate yang malah tak memasok kebutuhan pangan warga asli Papua.
"MP3EI ini memberi ruang sangat besar pada sektor swasta dan
mengerdilkan peran negara untuk melindungi warganya, serta tidak ada
partisipasinya," kata Riza.
Ditambah lagi, prinsip-prinsip pembangunan MP3EI dari kajian IGJ
tidak memperhatikan fakta geografis bahwa Indonesia negara maritim. Riza
menegaskan, mayoritas proyek berorientasi di darat.
"Akhirnya seperti di Sulawesi Selatan, rumput laut berproduksi tinggi
sekali tapi tidak ada yg beli, tidak ada yang bisa mengangkut ke Jawa.
Persoalannya konektivitas dan itu tidak ada dalam MP3EI."
Program pengembangan kawasan melibatkan swasta ini pertama kali
dijalankan pada era SBY. Fokus utamanya adalah menumbuhkan pusat ekonomi
baru dalam bentuk Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), serta mempercepat
konektivitas seperti bandara, pelabuhan, dan jalan tol.
Sejak berjalan pada 2011, industrialisasi masif ini mayoritas
dibiayai swasta, dengan 37,9 persen. Selanjutnya BUMN menggelontorkan
26,2 persen pendanaan, sisanya sebesar 15,6 persen baru datang dari
APBN.
Jumlah proyek MP3EI diresmikan presiden SBY pada 2014 sebanyak 66
unit. Koridor Jawa memiliki tambahan proyek terbanyak, mencapai 19
pembangunan infrastruktur baru. Sedangkan koridor Maluku-Papua paling
sedikit, hanya 7 proyek.
Menko Perekonomian Chairul Tanjung menyatakan MP3EI perlu dilanjutkan
oleh presiden baru, karena peresmian ini menandakan investor sudah
menggelontorkan modal.
"Investasi uangnya kan sudah masuk, jadi ada proses, ini harus dilanjutkan," kata CT awal bulan ini. [merdeka]
YA SAYA SETUJU DENGAN PENDAPAT INI. SEKARANG INI SAATNYA KITA HARUS MULAI BISA MANDIRI SEHINGGA KUAT. ITU HANYA BISA TERJADI BILA KITA BERDAULAT DI BIDANG PANGAN DAN TENTU JUGA KESEHATAN. KITA BISA KUAT BILA KITA MANDIRI DARI SEGI EKONOMI. YAITU PEMBANGUNAN EKONOMI YANG MENGHADIRKAN KEMAKMURAN YG MERATA BAGI RAKYAT PINGGIRAN ( DESA2 DAN NELAYAN ) DI SELURUH INDONESIA. JADI SEMUANYA PROGRAM2 YG BERJALAN PERLU DIEVALUASI APAKAH SEJALAN DENGAN VISI DAN MISI DARI JOKOWI-JK ATAU TIDAK. TERUTAMA PRIORITAS PEMBANGUNAN EKONOMI TENTUNYA BAGI RAKYAT KECIL YANG SEGERA DITOLONG ( DESA2 DAN NELAYAN ).
BalasHapus