Jumat, 20 Juni 2014

Jokowi Nilai Pernyataan Wiranto soal Prabowo Bukan Kampanye Hitam

Calon presiden Joko Widodo (Jokowi) menilai, pernyataan mantan Menteri Pertahanan dan Keamanan/Panglima ABRI Jenderal (Purn) Wiranto terkait kasus penculikan aktivis tahun 1998 bukan merupakan kampanye hitam terhadap calon presiden Prabowo Subianto.
"Kok black campaign sih. Bukan dong," ujar Jokowi di Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Solo, Jawa Tengah, Jumat (20/6/2014).

Jokowi melihat, pernyataan Wiranto tersebut merupakan jawaban atas pernyataan Prabowo dalam acara debat kandidat capres-cawapres pertama. Jokowi juga menegaskan bahwa pernyataan Wiranto bukanlah strategi politik dari kubu koalisi pendukung Jokowi-Jusuf Kalla. Wiranto adalah Ketua Umum Partai Hanura yang mendukung Jokowi-JK.
Namun, ia enggan mengomentari substansi pernyataan Wiranto. "Ya kalau atasannya (Prabowo) yang sudah menjawab itu, ya sudah itu. Pak Wiranto kan sebagai pelaku lapangan, mestinya fakta-fakta itu tahu," ujar Jokowi.
Sebelumnya, Wiranto menjelaskan berbagai hal mengenai peristiwa 1998. Wiranto mengatakan bahwa penculikan aktivis oleh Komando Pasukan Khusus, yang melibatkan Prabowo, bukan perintah atasan, melainkan inisiatifnya sendiri.
Seperti dikutip Kompas, Wiranto mengatakan tidak tahu-menahu siapa yang dimaksud atasan oleh Prabowo saat debat calon presiden dan calon wakil presiden beberapa waktu lalu. Saat menjawab pertanyaan calon wapres Jusuf Kalla soal peristiwa 1998, Prabowo hanya mempersilakan menanyakan langsung kepada atasannya.
Soal istilah diberhentikan atau dipecat dengan tidak hormat, Wiranto mengaku tak ingin terjebak pada istilah. Secara normatif, kata Wiranto, seorang prajurit diberhentikan dari dinas keprajuritan pasti ada sebabnya. Prajurit diberhentikan dengan hormat jika habis masa dinasnya, meninggal atau sakit parah sehingga tak bisa melaksanakan tugasnya, cacat akibat operasi tempur, kecelakaan, atau atas permintaan sendiri.
"Istilah diberhentikan dengan tidak hormat ialah karena perbuatannya melanggar Sapta Marga dan Sumpah Prajurit atau melanggar hukum sehingga tak pantas sebagai prajurit TNI. Pemberhentian Prabowo sebagai Pangkostrad disebabkan keterlibatannya dalam penculikan saat menjabat sebagai Komandan Jenderal Kopassus sehingga perbuatannya dianggap melanggar Sapta Marga, Sumpah Prajurit," kata Wiranto.
Tentang pembentukan Dewan Kehormatan Perwira (DKP), itu dilakukan untuk memastikan seberapa jauh keterlibatan Pangkostrad. Selanjutnya, DKP secara bulat merekomendasikan Prabowo dipecat dari dinas keprajuritan.
Sejauh ini, berdasarkan catatan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), sebanyak 23 orang diduga diculik selama 1997-1998. Dari jumlah itu, sebanyak 9 orang sudah kembali, 13 orang hingga kini masih dinyatakan hilang, serta seorang di antaranya ditemukan meninggal.

Hanya Luruskan Sejarah
Sementara itu, anggota Tim Pemenangan Jokowi-JK, Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati, atau akrab disapa Nuning, menyatakan bahwa Tim Prabowo-Hatta memiliki hak untuk melaporkan Wiranto terkait pernyataannya soal 1997-1998 di Jakarta, kemarin.
"Tetapi bagaimanapun harus diingat bahwa tujuan Pak Wiranto menyampaikan statement tersebut untuk meluruskan sejarah. Dan beliau kan bukan bertujuan memprovokasi," kata Nuning di Jakarta, Jumat (20/6).
Tidak ada juga niat Wiranto bermain politik dalam isu DKP ABRI dan Prabowo Subianto itu. Karena ketika ditanya wartawan sekalipun, Wiranto tak memiliki preferensi mengarahkan siapapun memilih Capres Jokowi, pesaing berat Prabowo.
"Dalam statement-nya kan Pak Wiranto bilang, mau pilih Pak Jokowi bagus, mau pilih Pak Prabowo silakan," kata Nuning, Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Hanura itu.
"Pak Wiranto tidak sedang bermanuver politik. Beliau itu sesungguhnya tidak mau bicara pada awalnya. Tapi melihat perkembangannya banyak yang salah kaprah, maka beliau merasa terpanggil untuk menjelaskan bagaimana kejadian yang sesungguhnya."
Tim Prabowo-Hatta sendiri berencana melaporkan Wiranto ke Bawaslu, TNI, dan Polri atas pernyataannya soal DKP ABRI dan Prabowo Subianto dalam konteks peristiwa 1997-1998 lalu.

Pernyataan Wiranto Membingungkan
Di lain pihak, ketua Umum Partai Gerindra Suhardi enggan berkomentar terkait pernyataan mantan panglima ABRI Jenderal Purnawirawan Wiranto soal keterlibatan calon presiden Prabowo Subianto dalam aksi penculikan aktivis pro demokrasi pada 1998. Baginya masa kampanye adalah saatnya memberikan pendidikan politik kepada masyarakat.
"Seorang presiden harus mampu lindungi masyarakat, teorinya itu. Bagaimana mengadu visi misi, itu yang harus diadu. Bukan kita terus cari kesalahan," katanya di Pasar Pring Sewu Lampung, Jumat 20 Juni 2014.
Baginya, masa kampanye bukanlah perang mencari kesalahan, namun saat memberikan pendidikan politik masyarakat. Momen ini menurutnya harus dimanfaatkan dengan tepat agar masyarakat menjadi cerdas.
"Kalau cari kesalahan, nanti kita nggak bicara mana program yang lebih baik. Kalau kesalahan Jokowi kita kejar soal kartu-kartunya, nanti malah fokusnya cari kesalahan terus," ungkapnya.
Apa yang dilakukan oleh Wiranto dan tim pemenangan pasangan nomer dua menurut Suhardi sangat tidak tepat. Pernyataan Wiranto menurutnya justru membuat masyarakat bingung dan tidak memberikan pendidikan politik yang baik.
"Itu sesuatu yang sangat tak sehat. Pilpres tapi tidak fokus pada isu bangsa. Ini habiskan energi dan waktu buat cari kesalahan. Harusnya kita ajarkan masayarakat melakukan analisa mana dari dua pemimpin ini yang baik," ujarnya.
Ia enggan menyikapi semua serangan lawan yang dilakukan pada pihaknya. "Kita juga sering diserang tapi hampir nggak pernah kita melawan secara vulgar," katanya.   [kompas, beritasatu,vivanews]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar