Senin, 23 Juni 2014

Indosat Memble, Apa Jokowi Masih Ngotot Buy Back?

Analis dari PT Bank Central Asia Tbk, David Sumual, mengatakan pernyataan calon presiden Joko Widodo ihwal niat membeli kembali (buyback) saham PT Indosat Tbk tidak didasari pertimbangan atas segala aspek, termasuk kinerja Indosat selama ini. “Jangan sampai nantinya kita menghabiskan uang triliunan anggaran hanya untuk membeli perusahaan yang merugi lalu perlu disuntik modal setiap hari,” kata David ketika dihubungi, Senin (23/6/2014).
Menurut dia, jika pemerintah akan membeli kembali Indosat, harga beli saat ini pasti sudah berbeda jauh dengan harga ketika dijual dulu. “Harganya pasti sudah jauh lebih tinggi karena pengaruh nilai kurs dan inflasi,” katanya.
Untuk diketahui, debat calon presiden ronde ketiga kemarin malam membahas isu pertahanan nasional. Dalam debat, calon presiden nomor urut satu, Prabowo Subianto, mengungkit kembali soal penjualan aset Indosat kepada investor asing di era Presiden Megawati Soekarnoputri. Calon presiden nomor urut dua, Joko Widodo, yang merupakan calon yang diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan—partai yang dipimpin Megawati--menyatakan kondisi negara saat itu mengharuskan pemerintah menjual Indosat. Namun Joko Widodo berjanji segera mengambil alih kembali Indosat.
David mengatakan saat ini kinerja Indosat tidak terlalu menggembirakan. Pada akhir 2013, Indosat mencatat kerugian sebesar Rp 2,78 triliun dengan nilai ekuitas Rp 16,5 triliun dan aset yang mencapai Rp 54,5 triliun. “Mereka merugi kurs karena tidak mau hedging. Masih mau beli? ujarnya.
Saat ini perusahaan dengan kode emiten ISAT di Bursa Efek Indonesia ini dimiliki oleh perusahaan telekomunikasi asal Qatar, Ooredoo Asia Pte Ltd, dengan kepemilikan saham sebesar 65 persen, pemerintah Republik Indonesia 14,29 persen, Skagen AS 5,42 persen, dan sisanya, 15,29 persen, dimiliki publik.
“Sebelum buyback, banyak sekali yang harus dipertimbangkan. Strategis atau tidak,” kata David. “Pada 1998 itu kan pemerintah jual karena memang sedang krisis dan butuh uang. Jadi bisa dimaklumi,” ujarnya.
Pernyataan ihwal buyback dari Joko Widodo tersebut, menurut David, jangan diutarakan atas dasar motivasi politik sementara untuk mencari pendukung yang nasionalis. “Yang penting adalah bagaimana pemerintah menjadi regulator bagi badan usaha negara. Bukan hanya jadi pemilik,” katanya.   [tempo]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar