Masifnya gerakan politik untuk berebut kursi calon wakil presiden yang akan mendampingi Joko Widodo (Jokowi), calon presiden dari PDI Perjuangan (PDI-P) membuat elite partai tersebut kaget.
Sekjen PDI-P, Tjahjo Kumolo mengaku, pihaknya tak terlalu memberi perhatian pada langkah-langkah yang diberitakan di media massa, yang seakan-akan mendorong sejumlah nama untuk menjadi cawapres Jokowi. Salah satu yang paling masif adalah munculnya nama mantan wapres Jusuf Kalla melalui publikasi hasil survei berbagai lembaga.
"Kok tiba-tiba muncul nama Bapak JK? Padahal partai belum bahas apa-apa soal cawapres, karena kami masih konsentrasi pemilu legislatif 9 April dulu," tegas Tjahjo saat dihubungi dari Jakarta, Selasa (2/4).
Ketika ditanya lebih jauh soal gerakan politik yang mendorong JK lewat survei itu, Tjahjo kembali menekankan PDI-P sama sekali tak membahasnya. Bahkan ketika ditanyai kriteria cawapres yang disiapkan PDI-P, Tjahjo mengatakan pihaknya lebih memilih berkonsentrasi untuk pileg 9 April 2014 dulu.
"Belum bahas apa-apa," imbuhnya.
Secara terpisah, Wasekjen PDI-P Eriko Sotarduga mengatakan bahwa pihaknya memang masih menunggu proses Pileg 2014 selesai. Hasil pileg tentunya akan menjadi basis yang lebih baik dalam membicarakan langkah berikutnya terkait kursi cawapres dan kemungkinan koalisi dengan parpol lain.
Hanya saja, sudah ada sejumlah pembicaraan terkait kriteria bakal cawapres yang dianggap cocok untuk mendampingi Jokowi.
Misalnya, sang cawapres harus bisa saling melengkapi dengan Jokowi sebagai presiden. Ini berarti, si bakal cawapres harus mampu saling mengisi dengan presidennya.
Kriteria kedua, sosok cawapres harus bisa diterima oleh masyarakat luas.
Ketiga, bakal cawapres tidak datang dari pihak yang mengajukan transaksi atas nama kepentingan pribadi dan golongan. karena PDI-P sangat mengutamakan kepentingan rakyat.
Eriko secara khusus menekankan soal pentingnya bakal cawapres yang bisa mendukung dan melengkapi Jokowi sebagai presiden. Contoh riil adalah seperti yang terjadi di Pemda Solo, dimana Jokowi berpasangan dengan FX Hadi Rudyatmo dan di Jakarta dengan Basuki Tjahaja Purnama.
Yang pasti, calon wapres harusnya menjadikan Jokowi sebagai 'matahari', dan bukan malah berusaha menyaingi Jokowi sebagai 'matahari kembar'.
"Menciptakan suasana kerja yang enak dan baik buat presiden, itu sangat penting. Sang presiden dan wapres adalah satu kesatuan yang tak terpisahkan," jelasnya.
"Jokowi sebagai presiden harus tetap sebagai 'matahari'nya. Yang menjadi pemimpin tetap sang presiden, bukan wakilnya. Jadi harmonisasi ini sangat penting."
Dia juga menekankan bahwa PDI-P ingin ada pengulangan sejarah pasangan Soekarno-Hatta di pemerintahan berikutnya, melalui Jokowi dengan pasangannya.
Sebelumnya, pengamat politik Arbi Sanit menilai, wacana untuk menggandengkan Jusuf Kalla dengan Jokowi sebaiknya dipikirkan ulang dengan seksama. Sebab kehadiran Jusuf Kalla (JK) di pemerintahan ke depan, bila Jokowi jadi presiden justru akan mempersulit kelanggengan pemerintahan.
"Kelemahan Jusuf Kalla seperti itu, dia suka nyelonong, suka bikin 'matahari kembar'," katanya, saat dihubungi di Jakarta, Selasa (1/4).
"Kalau JK beda. Dia suka pamer diri ke orang luar bahwa dia hebat. Itu akan jadi masalah. Nanti tak bisa seperti Soekarno-Hatta," tambahnya.
Sementara di sisi lain, Jokowi sebagai presiden tentu memiliki mandat dari partainya, yakni PDI-P. Dan Arbi yakin hal itu akan mengundang konflik besar, sebab Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri takkan membiarkannya.
"Saya yakin takkan terjadi lagi seperti di 2004, karena takkan dibiarkan Bu Mega. Dia yang akan menjaga. Mega tak mau Jokowi dilecehkan dan dilampaui, karena itu (Jokowi) adalah representasi dari pribadi, ideologi, dan keluarga besar Soekarno," beber Arbi.
Ujungnya, Arbi menilai PDI-P sebaiknya mencari figur cawapres lain di luar Jusuf Kalla, karena dianggap tak tepat menjadi pasangan Jokowi.
"Kalau masih bisa dicari calon wapres lain, lebih baik dicari saja," tegasnya.
Menanggapi lontaran Arbi Sanit tersebut, Eriko menyatakan pihaknya siap menerima segala masukan untuk dipertimbangkan dalam mengambil keputusan soal capres Jokowi.
Sumber :
beritasatu.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar