Joko Widodo (Jokowi) masih fenomenal. Dalam semua survei tetap menempatkan ‘Wong Solo’
ini dominan. PDIP pun cukup cerdas mengelola. Bagaimana jika Megawati
masih ambisius nyapres? Mungkin itulah akhir dari gemerlapnya nama
Jokowi. Atau, adakah kemungkinan partai lain merangkulnya?
Sampai
mendekati tutup tahun 2013 nama Jokowi tetap moncer. Dia
digadang-gadang mayoritas kalangan untuk tampil menggantikan SBY.
Sikapnya yang santun, sumanak, dan tegas, memberi harapan rakyat, bahwa
Jokowi memang layak mengendalikan negeri ini. PDIP partai yang
memayunginya, cukup cerdas mengelola popularitas Jokowi. Mega acap
mengajaknya dalam banyak kesempatan. Bersama-sama turun ke bawah untuk
berakrab-akrab ria dengan rakyat, dan itu terlihat gayeng. Jokowi dan
petinggi partainya harmonis, potret indah yang membuat siapa saja merasa
ayem.
Jokowi pun pandai menjaga potensinya. Tidak menutup diri
dilibatkan banyak pihak. Tampil tanpa ambisi. Menjaga omongan dan
tingkahnya. Tetap populis. Tidak takabur. Dan konsistensi itu yang
menggerus lawan-lawan politiknya. Kendati itu baru dalam tahap
penyuaraan-penyuaraan lembaga survei.
Namun harmonisasi Jokowi
dengan Mbak Mega itu kini mulai mengusik. Selentingan yang kian santer
itu menggelindingkan rumor baru. Mega akan tetap maju nyapres, dan
Jokowi dijadikan wakilnya. Ambisi Ketum PDIP ini nampaknya masih belum
padam. Dia berapi-api dan ingin tampil lagi. Menangkah?
Untuk
jawaban itu saya sudah menuliskannya dalam kolom ini bulan Juli lalu
(Jokowi Kuda Troya PDIP, Jumat, 12/07/2013 09:58 WIB). Itu jauh sebelum
lembaga survei memunculkan hasil siginya, juga survei internal yang
dilakukan partai banteng moncong putih ini. Ke depan saya yakin, bahwa
tulisan itu masih bisa dipakai sebagai tengara. Tapi mengapa Mbak Mega
tetap ngotot maju?
Ini adalah kegelisahan Megawati. Sebagai trah
Soekarno, dia resah terhadap apa yang bakal terjadi. Jika Jokowi dilepas
nyapres yang kemungkinan jadi, maka revolusi atau evolusi akan
berdampak terhadap PDIP. Partai akan terbuka, dan dengan terpaksa
mengakomodasi pemimpin-pemimpin baru yang bukan trah Soekarno.
Memang
bisa saja Jokowi dipasangkan dengan Puan Maharani atau Prananda. Tetapi
ini juga sulit untuk diputuskan Mbak Mega. Dua-duanya anak, yang
mempunyai kekurangan dan kelebihan. Puan lebih moncer dan lebih
berpengaruh terhadap perolehan suara di kalangan akar rumput PDIP,
tetapi Puan itu siapa?
Puan Maharani adalah putri Mega dengan Taufik Kiemas almarhum. Dia
diajak kemana-mana. Diberi kasih sayang berlebih. Diberi jalan lapang
agar tampil sebagai politisi handal. Tetapi bagi marhaenis yang
menguri-uri dogma Bung Karno, Puan kurang bisa diterima. Ada banyak
alasan yang tidak etis untuk dituliskan disini.
Kekurangan Puan
itu berbalik dengan Prananda. Dia dianggap representasi trah Bung Karno.
Nama lelaki ini mengalir dalam menu kelesak-kelesik batin pengagum
Soekarno. Itu pangkal datangnya penyebutan Satrio Piningit atau
sejenisnya yang dialamatkan padanya. Tetapi siapa yang tahu dia? Namanya
baru muncul ketika Taufik Kiemas tiada.
Kesulitan menentukan
pendamping Jokowi jika dicapreskan dan buramnya trah Soekarno di PDIP
mendatang itu sinyalemen resahnya Mbak Mega. Tetapi kalau keresahan ini
sampai berlarut-larut , maka ketidak-jenakan itu akan menular pada calon
legislatif partai ini. Suara PDIP tidak bakal naik signifikan, atau
justru merosot di luar nalar.
Asumsinya, jika Jokowi belum
dicapreskan sebelum pileg, maka suara PDIP diprediksi stagnan atau
mengalami penurunan kecil. Tetapi kalau Jokowi dicawapreskan mendampingi
Mbak Mega, maka diramal suara PDIP akan semburat kemana-mana. Itu
karena rakyat telah punya catatan tentang Mbak Mega yang tidak
terhapuskan.
Fenomena munculnya PDIP Projo (pro Jokowi) jangan
dianggap main-main. Itu adalah kriwikan (kebocoran kecil) yang punya
peluang menjadi grobokan (kebocoran besar). Jika tanda ini tidak
diantisipasi, maka bisa pula dipakai arena bergabung bagi partai lain
yang menginginkan Jokowi, dan tentu, simpatisannya.
Kini kartu
ada di Mbak Mega. Menaikkan suara partai dengan punya presiden, atau
tetap galau dengan memikirkan prospek trah ke depan yang belum tentu
berbuah kenyataan. Benar kata Mbak Mega, jangan gambling capreskan
Jokowi.
Ditulis Oleh:
Djoko Suud Sukahar adalah pemerhati sosial budaya. Penulis tinggal di Jakarta.
Dikutip dari : detik.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar