Pengamat politik Indonesia, Arbi Sanit, menilai 'penyerangan' terhadap Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) adalah dendam para elit politik Partai Demokrat (PD) terhadap Jokowi karena menolak diajak konvensi bakal calon presiden. Menurut dia, alasannya sederhana, yakni di satu sisi tingkat elektabilitas Jokowi meroket. Sementara, tingkat elektabilitas PD itu turun drastis. "Jelas ini terkait tahun 2014 mendatang," ujar Arbi, Kamis (7/11/2013).
Meski yang diserang Jokowi, menurut Arbi, hal ini bisa menimbulkan permusuhan politik yang sengit antara elit politik PD dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Persaingan antara kedua partai oposisi tersebut dapat semakin memanas menjelang 2014. "Karena tidak ada 'senjata', Demokrat serang Jokowi yang punya elektabilitas tinggi dari jabatannya sebagai gubernur," ujarnya.
Arbi menilai, terkait hal ini Jokowi memiliki titik lemah, yaitu tidak didukung oleh partainya menjadi calon presiden. Menurutnya, Jokowi memang kuat dalam tingkat sokongan rakyat, tapi dirinya diombang-ambing oleh partainya. "Dengan kata lain, Jokowi bernasib sial," katanya.
Jika ketidakpastian ini terus dibiarkan, kata Arbi, akan terjadi kericuhan politik yang luar biasa. Alasannya, selain celah konflik antara oposisi yang jelas akan terjadi, di dalam tubuh PDI-P sendiri juga akan timbul konflik. "Pengaruh Mega masih sangat kuat," ujar Arbi.
Beberapa waktu lalu, Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menunjuk Jokowi yang harus bertanggungjawab atas kemacetan Jakarta. "Bicara kemacetan Jakarta ke Jokowi, jangan ke Istana," kata SBY.
Politikus Partai Demokrat, Sutan Batoeghana, juga mengatakan tiap-tiap kepala daerah harus bertanggungjawab atas daerahnya masing-masing. "Termasuk Jokowi atas kemacetan Jakarta," kata Sutan.
Sumber :
tempo.co
Tidak ada komentar:
Posting Komentar