Selasa, 08 Oktober 2013

Ahok Paling Pantas Jadi Wapres Dampingi Jokowi

Lembaga survei Cyrus Network merilis hasil survei mengenai tokoh yang dinilai pantas untuk menjadi calon wakil presiden (cawapres) mendampingi Joko Widodo (Jokowi) jika maju sebagai calon presiden. Hasil survei menunjukkan, Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) merupakan sosok yang paling ideal sebagai calon wakil presiden untuk mendampingi Jokowi.
"Yang menarik adalah penilaian publik tentang siapa yang paling pantas mendampingi Jokowi sebagai cawapres. Nama Ahok muncul secara mencolok dengan angka 31,6 persen," kata Senior Consultant Cyrus Network (CN) Hafizhul Mizan Piliang, dalam rilisnya, Selasa (8/10/2013).
Hafizhul mengatakan, hasil ini menunjukkan bahwa masyarakat masih berharap bahwa pasangan Jokowi-Ahok dapat bersanding dalam satu paket kepemimpinan nasional. Survei ini, menurutnya, merupakan persepsi publik terhadap kesesuaian calon wakil presiden terhadap calon presiden dengan memasangkan tokoh-tokoh yang memiliki kecocokan. Hasilnya, Jokowi-Ahok merupakan pasangan yang ideal menurut survei tersebut sesuai dengan survei pada masyarakat.
"Sebuah hasil yang semakin menguatkan prediksi akan kekosongan pemerintahan di DKI Jakarta pada 2014," ujar Hafizhul.
Di bawah nama Ahok, calon yang dinilai publik ideal untuk mendampingi Jokowi adalah Dahlan Iskan (17,1 persen), dan Hatta Rajasa (13 persen).
Menurutnya, figur Ahok yang 'garang', tegas, dan sedikit 'nyeleneh' merupakan warna sendiri bagi ranah politik saat ini. Hasil survei memberikan gambaran bahwa gaya khas Ahok ini ternyata cukup diterima di masyarakat.
Nama Ahok saat ini dianggap sejajar dengan Menteri BUMN Dahlan Iskan yang juga dianggap berprestasi. Kesempatan Ahok untuk masuk ke level nasional terbuka lebar, karena dukungan yang diberikan masyarakat tersebar merata secara nasional tidak terpusat di regional tertentu.
Secara umum, lanjutnya, 63 persen suara yang mendukung Ahok sebagai Wakil Presiden memang berasal dari Regional Jawa. Namun jumlah ini sudah sesuai dengan proporsi populasi yang memang terpusat di Jawa.
"63 persen dukungan Regional Jawa tersebut, kontribusi Jakarta hanya 5,9 persen. Ini membuktikan bahwa tidak benar tidak didukung diluar DKI atau sebagian pengamat menyebutnya “Ahok tidak laku di luar Jakarta," ujarnya.
Ia menambahkan, survei nasional Cyrus Network merupakan survei nasional dua mingguan dengan jumlah responden 1.020 orang dengan margin of error 3,1 persen.
Hafizhul mengatakan, survei ini dibiayai secara mandiri oleh Cyrus Network. Namun, ada data-data dari survei tersebut yang juga dijual untuk pihak lain.
"Tidak ada sponsor. Ada data yang dijual, sebagian yang bukan data publik. Sebagian kita lempar ke publik. Ada data lain kita untuk kalangan tertentu, bisa perorangan, bisa partai politik," tuturnya.
"Tetapi orang hanya bisa membeli hasil survei kita. Tidak bisa memesan hasilnya seperti apa," tambahnya kemudian.

Nasib Jakarta Tanpa Jokowi-Ahok
Karena kedua tokoh kita ini mempunyai elektabilitas yang super tinggi, pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana jika Jokowi-Ahok maju bersama-sama sebagai Capres dan Cawapres pada Pilpres 2014, bagaimana nasib Jakarta?
Pengamat Kebijakan Publik Andrinof Chaniago memperkirakan Jakarta akan "repot" apabila ditinggal dua pemimpin Ibu Kota tersebut. Dari sudut pandangnya, yang berdampak adalah program dan janji Jokowi-Ahok untuk menyelesaikan program bagi Jakarta.
"Kalau ditinggalkan Jokowi-Ahok, ya tentu bisa repot. Nantinya bisa terputus habis kesinambungan yang sudah disampaikan 1 atau 2 tahun ini," kata Andrinof, Senin (7/10/2013).
Menurut Andrinof, untuk menjaga kesinambungan program dan janji yang telah disampaikan kedua pemimpin Jakarta itu, akan ada baiknya jika salah satu saja yang "meninggalkan" Jakarta untuk maju sebagai calon presiden RI. Misalnya, cukup Jokowi saja yang dalam berbagai survei memang selalu unggul sebagai calon presiden RI.
"Kalau terlepas Jokowi ninggalin, tidak boleh dua-duanya pergi ninggalin (Jakarta). Apakah Ahok jadi Cawapres, mestinya tidak boleh," ujar Andrinof.
Bagi Jokowi, kata dia, andaikata mengikuti pencalonan sebagai presiden kemudian terpilih, paling tidak secara moral terhadap masyarakat, mantan Wali Kota Surakarta ini perlu menjawab akan kontribusi bila memegang pemerintahan pusat nantinya bagi DKI Jakarta dan wilayah sekitar Ibu Kota.
Penyelesaian masalah Jakarta, kata Andrinof, tidak terlepas dari wilayah yang berhubungan langsung dengan Jakarta seperti Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Hal itu meliputi masalah program, birokrasi, proyek multiyears atau infrastruktur, dan promosi yang digagas selama ini bagi Jakarta.
Sehingga masyarakat akan memahami untuk melepas Jokowi dan memberikan dukungan akan panggilannya. "Jadi bukan pembenaran, bukan karena Jokowinya, bukan PDI-P atau siapa, tetapi itu merupakan syarat buat masyarakat," ujarnya.
Lebih lanjut, pengamat dari Universitas Indonesia ini mengatakan, jika Jokowi sendiri maju sebagai calon presiden, secara undang-undang maka Ahok akan menempati posisi sebagai Gubernur DKI Jakarta menggantikan Jokowi.
Yang menjadi pertanyaan apakah Jakarta Baru dapat diwujudkan? Kata Andrinof, Ahok perlu mendapat wakil gubernur atau wakilnya yang memiliki visi misi yang sama untuk Jakarta Baru. Setidaknya seperti hubungan Jokowi dan Ahok yang harmonis sejalan membangun Jakarta yang lebih baik. "Itu jadi tantangan untuk melihat apa bisa mendapatkan wagub yang tepat," ucapnya.
Kendati demikan, lanjut dia, bila memang nantinya Jokowi dan Ahok maju sebagai Capres dan Cawapres RI, ada hal-hal yang perlu diperhatikan terlebih dulu, yang tidak mungkin dilepas begitu saja oleh keduanya. Keduanya harus meletakkan pondasi yang kokoh untuk Jakarta terlebih dulu. "Orang butuh kepastian bagaimana Jakarta Baru ini membuat Jakarta," jelasnya.

Sumber :
- kompas.com
- detik.com
- tempo.co

Tidak ada komentar:

Posting Komentar