Lembaga survei Cyrus Network merilis hasil survei mengenai tokoh yang
dinilai pantas untuk menjadi calon wakil presiden (cawapres) mendampingi
Joko Widodo (Jokowi) jika maju sebagai calon presiden. Hasil survei menunjukkan,
Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) merupakan sosok yang
paling ideal sebagai calon wakil presiden untuk mendampingi Jokowi.
"Yang
menarik adalah penilaian publik tentang siapa yang paling pantas
mendampingi Jokowi sebagai cawapres. Nama Ahok muncul secara mencolok
dengan angka 31,6 persen," kata Senior Consultant Cyrus Network (CN)
Hafizhul Mizan Piliang, dalam rilisnya, Selasa (8/10/2013).
Hafizhul
mengatakan, hasil ini menunjukkan bahwa masyarakat masih berharap bahwa
pasangan Jokowi-Ahok dapat bersanding dalam satu paket kepemimpinan
nasional. Survei ini, menurutnya, merupakan persepsi publik terhadap
kesesuaian calon wakil presiden terhadap calon presiden dengan
memasangkan tokoh-tokoh yang memiliki kecocokan. Hasilnya, Jokowi-Ahok
merupakan pasangan yang ideal menurut survei tersebut sesuai dengan
survei pada masyarakat.
"Sebuah hasil yang semakin menguatkan prediksi akan kekosongan pemerintahan di DKI Jakarta pada 2014," ujar Hafizhul.
Di
bawah nama Ahok, calon yang dinilai publik ideal untuk mendampingi
Jokowi adalah Dahlan Iskan (17,1 persen), dan Hatta Rajasa (13 persen).
Menurutnya,
figur Ahok yang 'garang', tegas, dan sedikit 'nyeleneh' merupakan
warna sendiri bagi ranah politik saat ini. Hasil survei memberikan
gambaran bahwa gaya khas Ahok ini ternyata cukup diterima di
masyarakat.
Nama Ahok saat ini dianggap sejajar dengan Menteri
BUMN Dahlan Iskan yang juga dianggap berprestasi. Kesempatan Ahok
untuk masuk ke level nasional terbuka lebar, karena dukungan yang
diberikan masyarakat tersebar merata secara nasional tidak terpusat di
regional tertentu.
Secara umum, lanjutnya, 63 persen suara yang
mendukung Ahok sebagai Wakil Presiden memang berasal dari Regional
Jawa. Namun jumlah ini sudah sesuai dengan proporsi populasi yang memang
terpusat di Jawa.
"63 persen dukungan Regional Jawa tersebut,
kontribusi Jakarta hanya 5,9 persen. Ini membuktikan bahwa tidak benar
tidak didukung diluar DKI atau sebagian pengamat menyebutnya “Ahok
tidak laku di luar Jakarta," ujarnya.
Ia menambahkan, survei
nasional Cyrus Network merupakan survei nasional dua mingguan dengan
jumlah responden 1.020 orang dengan margin of error 3,1 persen.
Hafizhul mengatakan, survei ini dibiayai secara mandiri oleh Cyrus
Network. Namun, ada data-data dari survei tersebut yang juga dijual
untuk pihak lain.
"Tidak ada sponsor. Ada data yang dijual,
sebagian yang bukan data publik. Sebagian kita lempar ke publik. Ada
data lain kita untuk kalangan tertentu, bisa perorangan, bisa partai
politik," tuturnya.
"Tetapi orang hanya bisa membeli hasil survei kita. Tidak bisa memesan hasilnya seperti apa," tambahnya kemudian.
Nasib Jakarta Tanpa Jokowi-Ahok
Karena kedua tokoh kita ini mempunyai elektabilitas yang super tinggi, pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana jika Jokowi-Ahok maju bersama-sama sebagai Capres dan Cawapres pada Pilpres 2014, bagaimana nasib Jakarta?
Pengamat
Kebijakan Publik Andrinof Chaniago memperkirakan Jakarta akan "repot"
apabila ditinggal dua pemimpin Ibu Kota tersebut. Dari sudut pandangnya,
yang berdampak adalah program dan janji Jokowi-Ahok untuk
menyelesaikan program bagi Jakarta.
"Kalau ditinggalkan
Jokowi-Ahok, ya tentu bisa repot. Nantinya bisa terputus habis
kesinambungan yang sudah disampaikan 1 atau 2 tahun ini," kata Andrinof, Senin (7/10/2013).
Menurut
Andrinof, untuk menjaga kesinambungan program dan janji yang telah
disampaikan kedua pemimpin Jakarta itu, akan ada baiknya jika salah satu
saja yang "meninggalkan" Jakarta untuk maju sebagai calon presiden RI.
Misalnya, cukup Jokowi saja yang dalam berbagai survei memang selalu
unggul sebagai calon presiden RI.
"Kalau terlepas Jokowi ninggalin, tidak boleh dua-duanya pergi ninggalin (Jakarta). Apakah Ahok jadi Cawapres, mestinya tidak boleh," ujar Andrinof.
Bagi
Jokowi, kata dia, andaikata mengikuti pencalonan sebagai presiden
kemudian terpilih, paling tidak secara moral terhadap masyarakat, mantan
Wali Kota Surakarta ini perlu menjawab akan kontribusi bila memegang
pemerintahan pusat nantinya bagi DKI Jakarta dan wilayah sekitar Ibu
Kota.
Penyelesaian masalah Jakarta, kata Andrinof, tidak
terlepas dari wilayah yang berhubungan langsung dengan Jakarta seperti
Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Hal itu meliputi masalah program,
birokrasi, proyek multiyears atau infrastruktur, dan promosi yang
digagas selama ini bagi Jakarta.
Sehingga masyarakat akan
memahami untuk melepas Jokowi dan memberikan dukungan akan panggilannya.
"Jadi bukan pembenaran, bukan karena Jokowinya, bukan PDI-P atau siapa,
tetapi itu merupakan syarat buat masyarakat," ujarnya.
Lebih
lanjut, pengamat dari Universitas Indonesia ini mengatakan, jika Jokowi
sendiri maju sebagai calon presiden, secara undang-undang maka Ahok
akan menempati posisi sebagai Gubernur DKI Jakarta menggantikan Jokowi.
Yang
menjadi pertanyaan apakah Jakarta Baru dapat diwujudkan? Kata Andrinof,
Ahok perlu mendapat wakil gubernur atau wakilnya yang memiliki visi
misi yang sama untuk Jakarta Baru. Setidaknya seperti hubungan Jokowi
dan Ahok yang harmonis sejalan membangun Jakarta yang lebih baik. "Itu
jadi tantangan untuk melihat apa bisa mendapatkan wagub yang tepat,"
ucapnya.
Kendati demikan, lanjut dia, bila memang nantinya
Jokowi dan Ahok maju sebagai Capres dan Cawapres RI, ada hal-hal yang
perlu diperhatikan terlebih dulu, yang tidak mungkin dilepas begitu saja
oleh keduanya. Keduanya harus meletakkan pondasi yang kokoh untuk
Jakarta terlebih dulu. "Orang butuh kepastian bagaimana Jakarta Baru ini
membuat Jakarta," jelasnya.
Sumber :
- kompas.com
- detik.com
- tempo.co
Tidak ada komentar:
Posting Komentar