Pengamat ekonomi, Faisal Basri Batubara, mengatakan, corporate social responsibility
atau CSR pada hakikatnya adalah kontribusi perusahaan dalam memenuhi
hak masyarakat yang diakibatkan oleh aktivitas perusahaannya. Oleh sebab
itu, sebuah pemerintahan tidak boleh melakukan intervensi terhadap CSR.
"Keblinger kalau Pemprov DKI mengintervensi CSR.
Jokowi-Ahok enggak boleh intervensi CSR Karena CSR bukan pajak, tapi
wujud interaksi perusahaan kepada masyarakat," ujar Faisal saat
dihubungi Kompas.com, Senin (22/7/2013) malam.
Faisal
menjelaskan, misalnya perusahaan otomotif. Perusahaan itu memiliki
untung, tetapi berdampak kerugian bagi masyarakat, yakni gangguan
kesehatan akibat emisi berlebih produk perusahaan itu. Pada aspek
itulah, perusahaan wajib memenuhi kewajibannya membantu masyarakat yang
terkena dampak negatif dari produk perusahaan.
Namun, lanjut
Faisal, pemerintah kerap menyalahartikan bahwa CSR itu adalah suatu
kewajiban yang harus dipenuhi layaknya pajak. Bahkan, ada beberapa
pemerintah provinsi di Indonesia yang meminta perusahaan memberikan CSR
bagi warga.
Kesalahan interpretasi itu, kata Faisal, bukan
semata kesalahan pemerintah, melainkan ketidakjelasan di undang-undang,
yakni Undang-Undang No 40 Tahun 2007, Pasal 74 Ayat 2 tentang Perseroan
Terbatas yang menyebutkan, Tanggung jawab sosial dan lingkungan
sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) merupakan kewajiban perseroan yang
dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang
pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
"Waktu
UU itu dibahas, saya menentang karena berdampak negatif. CSR itu jangan
diwajibkan. Okelah pun jika wajib, jangan ditambah kekisruhan dengan
diintervensi atau disalurkan ke pemda. Ini bisa dibawa ke Mahkamah
Agung," ujarnya.
Rentan Politisasi
Pria
yang pernah bersaing bersama Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama di
Pemilukada Jakarta 2012 lalu itu mengatakan, jika Pemprov DKI
mengintervensi program CSR, dapat berbahaya bagi demokrasi. Sebab,
program tersebut rawan politisasi untuk menguntungkan pihak incumbent.
"Pemda,
gubernur-wakil gubernur, itu kan politisi, dari partai, jangan sampai
dia minta CSR agar bisa memenuhi kepentingan partainya. Misalnya,
program CSR hanya disalurkan ke konstituennya saja. Loh ini harus bebas
dari politik," lanjut Faisal.
Pria yang masih aktif mengajar itu
melanjutkan, yang semestinya dilakukan Pemprov DKI adalah sebatas
konsultasi dengan perusahaan-perusahaan yang hendak memberikan program
CSR-nya.
"Misalnya, Pemprov DKI tunjukkan program penataan taman
lima tahun ke depan, taman mana aja. Pemprov bisanya taman A, B, C, D,
nah CSR bangun yang H, I, J dan seterusnya, gitu," ujar Faisal.
Oleh
sebab itu, mengingat program CSR itu rentan dipolitisasi oleh penguasa,
selayaknya Pemprov DKI membuka secara transparan daftar perusahaan
berapa jumlah dana yang diberikan ke warga beserta target CSR yang
diproyeksikan yang sesuai dengan tagline Jokowi-Ahok, tranparansi.
Sumber :
kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar