Senin, 27 Oktober 2014

Relawan Palsu Berjuang Karena Nafsu

Pengusaha itu langsung mengontak salah satu dedengkot demo suruhan. Isinya menanyakan imbalan didapat dengan pengerahan massa bayaran. Awalnya dia menjawab datar. Namun ketika dipancing dengan pertanyaan sedikit menjurus soal jatah, dia meninggi. "Kita lihat nanti," katanya dalam pesan singkat diterima sang pengusaha, seperti dibaca merdeka.com Senin pekan lalu.
Senin itu memang hari bahagia bagi Presiden Joko Widodo dan wakilnya, Muhammad Jusuf Kalla. Beberapa jam sebelumya, Jokowi-JK sapaan akrab bagi keduanya, baru saja diarak menggunakan kereta kuda dari Jalan Muhammad Husni Thamrin, Jakarta Pusat, menuju Istana Negara, usai pelantikan di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat, Senayan.
Namun dibalik itu, terselubung orang-orang bekerja dengan pamrih. Mereka berharap mendapat imbalan berupa posisi dalam kabinet atau menjadi komisaris di perusahaan milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN). "Ada banyak posisi komisaris kosong," katanya.
Pesta rakyat itu disebut-sebut juga digawangi oleh struktur Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Namun pendukung itu tak mau menyebut siapa orang di balik gerakan meminta jabatan kepada Jokowi. Selain partai, sumber itu mengatakan ada lingkaran aktivis menjadi penggerak dalam acara itu. "Ada dari struktur partai," ujarnya.
Seorang pengusaha lain bercerita soal demo bayaran mendukung Joko Widodo. Sumber merdeka.com namanya dirahasiakan ini mengungkapkan soal gerakan demonstrasi suruhan dari dedengkot pendukung Jokowi. Pertama, saat unjuk rasa menolak undang-undang pemilihan kepala daerah. Sang dedengkot asyik merancang aksi dari balik kedai kopi elite Starbucks.
"Iya, pengerahan ini kan transaksional untuk mendapat jabatan," kata sang pengusaha saat ditemui Senin pekan lalu. Ada fulus dalam menggerakan demo ini, namun dia tak tahu berapa jumlah anggaran untuk massa bayaran. "Dikirimi pesan singkat butuh biaya buat gerakin mahasiswa," ujarnya.
Juru bicara PDIP Eva Kusuma Sundari membantah tudingan itu. Dia mengatakan pesta rakyat berupa kirab budaya saat pelantikan Jokowi-JK merupakan inisiatif para relawan. "Semua itu ide relawan, tidak ada dari struktur partai," kata Eva saat dihubungi melalui telepon selulernya kemarin.
Eva mengatakan tidak ada hubungan timbal balik berupa imbalan jabatan. itu bisa dilihat dengan tidak adanya relawan dalam struktur kabinet. Namun kenyataannya, kata Eva, relawan justru mengkritik nama-nama pengisi kabinet beredar diyakini bakal dijadikan menteri oleh Jokowi. "Justru relawan mengawasi pemilihan strukrur di kabinet. Artinya mereka mengawal dalam penentuan kabinet," ujarnya.
Dihubungi terpisah, Boni Hargens, salah seorang relawan, mengatakan mereka memuji langkah Jokowi menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi dan Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) untuk melihat jejak calon menteri. "Tidak bisa dihindari ada nama-nama tidak bersih diusulkan oleh kepentingan tertentu untuk masuk dalam pemerintahan," tuturnya.
Dia menambahkan Jokowi tidak kuat sendirian melawan kepentingan-kepentingan itu. "Maka publik harus terlibat. KPK dan PPATK adalah representasi dari kehendak publik dalam konteks ini," katanya.  [merdeka]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar