Pengusaha itu langsung mengontak salah satu dedengkot demo suruhan.
Isinya menanyakan imbalan didapat dengan pengerahan massa bayaran.
Awalnya dia menjawab datar. Namun ketika dipancing dengan pertanyaan
sedikit menjurus soal jatah, dia meninggi. "Kita lihat nanti," katanya
dalam pesan singkat diterima sang pengusaha, seperti dibaca merdeka.com Senin pekan lalu.
Senin
itu memang hari bahagia bagi Presiden Joko Widodo dan wakilnya,
Muhammad Jusuf Kalla. Beberapa jam sebelumya, Jokowi-JK sapaan akrab
bagi keduanya, baru saja diarak menggunakan kereta kuda dari Jalan
Muhammad Husni Thamrin, Jakarta Pusat, menuju Istana Negara, usai
pelantikan di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat, Senayan.
Namun
dibalik itu, terselubung orang-orang bekerja dengan pamrih. Mereka
berharap mendapat imbalan berupa posisi dalam kabinet atau menjadi
komisaris di perusahaan milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN). "Ada
banyak posisi komisaris kosong," katanya.
Pesta rakyat itu
disebut-sebut juga digawangi oleh struktur Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan (PDIP). Namun pendukung itu tak mau menyebut siapa orang di
balik gerakan meminta jabatan kepada Jokowi. Selain partai, sumber itu
mengatakan ada lingkaran aktivis menjadi penggerak dalam acara itu. "Ada
dari struktur partai," ujarnya.
Seorang pengusaha lain bercerita
soal demo bayaran mendukung Joko Widodo. Sumber merdeka.com namanya
dirahasiakan ini mengungkapkan soal gerakan demonstrasi suruhan dari
dedengkot pendukung Jokowi. Pertama, saat unjuk rasa menolak
undang-undang pemilihan kepala daerah. Sang dedengkot asyik merancang
aksi dari balik kedai kopi elite Starbucks.
"Iya, pengerahan ini
kan transaksional untuk mendapat jabatan," kata sang pengusaha saat
ditemui Senin pekan lalu. Ada fulus dalam menggerakan demo ini, namun
dia tak tahu berapa jumlah anggaran untuk massa bayaran. "Dikirimi pesan
singkat butuh biaya buat gerakin mahasiswa," ujarnya.
Juru
bicara PDIP Eva Kusuma Sundari membantah tudingan itu. Dia mengatakan
pesta rakyat berupa kirab budaya saat pelantikan Jokowi-JK merupakan
inisiatif para relawan. "Semua itu ide relawan, tidak ada dari struktur
partai," kata Eva saat dihubungi melalui telepon selulernya kemarin.
Eva
mengatakan tidak ada hubungan timbal balik berupa imbalan jabatan. itu
bisa dilihat dengan tidak adanya relawan dalam struktur kabinet. Namun
kenyataannya, kata Eva, relawan justru mengkritik nama-nama pengisi
kabinet beredar diyakini bakal dijadikan menteri oleh Jokowi. "Justru
relawan mengawasi pemilihan strukrur di kabinet. Artinya mereka mengawal
dalam penentuan kabinet," ujarnya.
Dihubungi terpisah, Boni
Hargens, salah seorang relawan, mengatakan mereka memuji langkah Jokowi
menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi dan Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) untuk
melihat jejak calon menteri. "Tidak bisa dihindari ada nama-nama tidak
bersih diusulkan oleh kepentingan tertentu untuk masuk dalam
pemerintahan," tuturnya.
Dia menambahkan Jokowi tidak kuat
sendirian melawan kepentingan-kepentingan itu. "Maka publik harus
terlibat. KPK dan PPATK adalah representasi dari kehendak publik dalam
konteks ini," katanya. [merdeka]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar