Minggu sore ini 26 Oktober 2014, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan wakil presiden Jusuf Kalla (JK) dipastikan akan mengumumkan nama-nama
menteri yang akan duduk dalam kabinet pemerintahan Jokowi-JK. Praktis,
sejumlah nama calon menteri kabinet Jokowi-JK dipastikan
kandas.
Sebelumnya, KPK mengumumkan dari 43 nama calon menteri
yang masuk awal dan diverifikasi bersama PPATK, ada 15 nama yang diberi
rapor warna merah dan kuning.
Spekulasi
pun bermuculan. Di antara menyebut, ada pihak-pihak tertentu yang
sengaja ‘menjegal’ calon menteri yang sebelumnya punya kans menjadi
calon yang diunggulkan (Diduga RS termasuk target calon menteri andalan Jokowi yang menjadi target penjegalan).
Ketua Lembaga Penelitian dan Pengembangan
Masyarakat O3 (Ozon) Dwi Sudharmono W mengatakan, aksi jegal menjegal
itu menggelinding bak bola salju pasca Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) menyerahkan rapor calon menteri kepada Jokowi.
Pencermatan Ozon, paling mencolok upaya ‘pengganjalan’ menimpa beberapa nama figur profesional unggulan yang berkarier di Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Menurut
Darmo, sapaan akrab Dwi Sudharmono, pernyataan Ketua KPK Abraham Samad
yang menyebut rapot merah dan kuning beberapa calon menteri berbuntut
Jokowi-JK ‘digoreng’ oleh pihak-pihak tertentu untuk mengganjal nama-nama menteri yang masuk dalam daftar Kabinet Indonesia Hebat.
“KPK
memang mengumumkan dari 43 nama calon menteri, ada 15 nama yang punya
rapor merah dan kuning. Tidak disebut terbuka, siapa yang dimaksud KPK,
para calon menteri yang memiliki rekam jejak kurang bagus itu.
Seharusnya jangan dipelintir sedemikian rupa, sehingga menciptakan opini
yang kurang baik di mata publik. Ini sangat berbahaya sekali, ini
pembunuhan karakter, seharusnya menghormati azas praduga takbersalah, ”
katanya kepada lensaindonesia.com, Sabtu (25/10/2014).
Mantan
Ketua Badko HMI itu mencermati, diantara yang jadi sasaran empuk
penjegalan adalah calon menteri dari BUMN. Mereka diantaranya, Dirut PT
Kereta Api Indonesia (KAI) Ignasius Jonan, Dirut Pertamina Karen
Agustiawan, Dirut Pelindo II, Richard Joost Lino, dan Dirut PT Semen
Indonesia Dwi Soetjipto.
“Dinamika politik sepertinya makin galau.
Disaat seharusnya nama-nama anggota kabiet diumumkan, tiba tiba ditunda
dengan alasan alasan fit and proper test belum rampung, dan menunggu
verifikasi KPK terkait nama-nama susulan, termasuk alasan kehati-hatian
persiden dan wakil presiden. Dalam kondisi ini sepertinya banyak
kejangalan. Sepertinya KPK dan PPATK sebagai EO fit and proper test calon menteri,” ucapnya.
O3 memaklumi bila ‘rool of the game’
yang diciptakan adalah salah satu upaya untuk menyaring individu yang
kompeten. Namun pertanya besarnya, kata Darmo, apakah benar begitu niat
sesunguhnya? Atau, hanya sebagai alat untuk melancarkan syahwat pemenang
Pemilu?
“Dalam teori politik tidak ada kepastian. Namun jika ada
kepastian, kepastian itu merupakan kamuflase kepentingan. Dan
kepentingan merupakan nyawa dari politik. Harapan kami, Jokowi-JK
berkepentingan dengan mewujudkan Indonesia yang adil dan makmur,”
ujarnya.
Dalam menentukan calon menteri kabinet ini, peran KPK dan
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memiliki muatan
politik yang tidak bisa dipungkiri lagi. Karena, lanjut Darmo, pimpinan
kedua lembaga tersebut ditentukan panitia yang dibentuk oleh DPR RI
yang dimana legislatif adalah bagian dari partai politik.
“Tidak
menutup kemungkinan seleksi yang dilakukan oleh Jokowi-JK mungunakan
kedua lembaga tersebut adalah strategi ‘cuci tangan’. Artinya, jika
kelak calon meteri yang telah mendapat lisensi rapor hijau dari KPK dan
PPATK melakukan korupsi, maka hanya dua lembaga itu yang kena getahnya,”
kata alumni Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya ini.
Pola
seleksi semacam ini terbilang transparan. Namun di sisi lain, telah
menciptakan pertarungan yang tidak sehat diantara elit partai-partai
politik yang berkepentingan. “Bisa kita lihat sekarang, ada beberapa
kalangan saling menjelek-jelekkan calon tertentu di media massa atau
sosial media, baik itu yang berasal parpol Koalisi Indonesia Hebat atau
Koalisi Merah Putih. Boleh saja para elit partai memberikan penilaian
apa saja, namun dalam politik tentu ada etikanya,” kata Darmo.
Kepada
lensaindonesia, Darmo mengaku tergelitik mengamati aksi pihak tertentu
yang berupaya menjegal calon-calon menteri dari kalangan praktisi dan
profisional, khusunya calon dari pimpinan atau mantan pimpinan BUMN.
Seolah-olah, kata Darmo, hal itu dilakukan agar jatah calon menteri dari
kalangan Parpol bisa bertambah.
“Sepertinya kok, memaksakan agar
calon dari parpol saja yang bisa masuk daftar. Harusnya dilihat secara
fair, bahwa beberapa pimpinan BUMN juga memiliki prestasi yang mocer
dalam mengembangkan perusahaan. Salah satu contoh ialah Dwi Soetjipto,
Dirut PT Semen Indonesia. Dia mampu mengembangkan perusahan negara
hingga mampu bersaing dengan perusahaan di Asia. Beberapa waktu lalu
sampai bisa mengakuisisi perusahaan semen Vietnam, Thang Long Cement
kan,” paparnya.
Lembaga Penelitian dan Pengembangan Masyarakat ini
berharap, Jokowi-JK bisa menelaah dengan jeli adanya isu-isu pelintiran
yang dimunculkan sejumlah pihak yang memiliki kepentingan di balik
seleksi calon menteri kabinet saat ini.
Seperti diberitakan
sebelumnya, upaya menjegal menteri dari BUMN itu sebut dilakukan Ketua
Federasi Serikat Pekerja (FSP) BUMN Bersatu yang juga Ketua DPP Partai
Gerindra Arief Poyuono. Ia menuding, selama ini PT Semen Gresik
(sekarang PT Semen Indonesia) selama ini menyetor upeti rutin kepada
petinggi di Istana Negara berinisial SS.
Setoran ‘upeti’ kepada pejabat istana itu pun jumlahnya cukup fantastis, mencapai 180 miliar setahunnya. [lensaindonesia]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar