Minggu, 26 Oktober 2014

Ketika "Bangsat" Menggoreng Rapor Merah KPK untuk Menjegal Menteri Jokowi

Minggu sore ini 26 Oktober 2014, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan wakil presiden Jusuf Kalla (JK) dipastikan akan mengumumkan nama-nama menteri yang akan duduk dalam kabinet pemerintahan Jokowi-JK. Praktis, sejumlah nama calon menteri kabinet Jokowi-JK dipastikan kandas.
Sebelumnya, KPK mengumumkan dari 43 nama calon menteri yang masuk awal dan diverifikasi bersama PPATK, ada 15 nama yang diberi rapor warna merah dan kuning.
Spekulasi pun bermuculan. Di antara menyebut, ada pihak-pihak tertentu yang sengaja ‘menjegal’ calon menteri yang sebelumnya punya kans menjadi calon yang diunggulkan (Diduga RS termasuk target calon menteri andalan Jokowi yang menjadi target penjegalan).
Ketua Lembaga Penelitian dan Pengembangan Masyarakat O3 (Ozon) Dwi Sudharmono W mengatakan, aksi jegal menjegal itu menggelinding bak bola salju pasca Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyerahkan rapor calon menteri kepada Jokowi.
Pencermatan Ozon, paling mencolok upaya ‘pengganjalan’ menimpa beberapa nama figur profesional unggulan yang berkarier di Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Menurut Darmo, sapaan akrab Dwi Sudharmono, pernyataan Ketua KPK Abraham Samad yang menyebut rapot merah dan kuning beberapa calon menteri berbuntut Jokowi-JK ‘digoreng’ oleh pihak-pihak tertentu untuk mengganjal nama-nama menteri yang masuk dalam daftar Kabinet Indonesia Hebat.
“KPK memang mengumumkan dari 43 nama calon menteri, ada 15 nama yang punya rapor merah dan kuning. Tidak disebut terbuka, siapa yang dimaksud KPK, para calon menteri yang memiliki rekam jejak kurang bagus itu. Seharusnya jangan dipelintir sedemikian rupa, sehingga menciptakan opini yang kurang baik di mata publik. Ini sangat berbahaya sekali, ini pembunuhan karakter, seharusnya menghormati azas praduga takbersalah, ” katanya kepada lensaindonesia.com, Sabtu (25/10/2014).
Mantan Ketua Badko HMI itu mencermati, diantara yang jadi sasaran empuk penjegalan adalah calon menteri dari BUMN. Mereka diantaranya, Dirut PT Kereta Api Indonesia (KAI) Ignasius Jonan, Dirut Pertamina Karen Agustiawan, Dirut Pelindo II, Richard Joost Lino, dan Dirut PT Semen Indonesia Dwi Soetjipto.
“Dinamika politik sepertinya makin galau. Disaat seharusnya nama-nama anggota kabiet diumumkan, tiba tiba ditunda dengan alasan alasan fit and proper test belum rampung, dan menunggu verifikasi KPK terkait nama-nama susulan, termasuk alasan kehati-hatian persiden dan wakil presiden. Dalam kondisi ini sepertinya banyak kejangalan. Sepertinya KPK dan PPATK sebagai EO fit and proper test calon menteri,” ucapnya.
O3 memaklumi bila ‘rool of the game’ yang diciptakan adalah salah satu upaya untuk menyaring individu yang kompeten. Namun pertanya besarnya, kata Darmo, apakah benar begitu niat sesunguhnya? Atau, hanya sebagai alat untuk melancarkan syahwat pemenang Pemilu?
“Dalam teori politik tidak ada kepastian. Namun jika ada kepastian, kepastian itu merupakan kamuflase kepentingan. Dan kepentingan merupakan nyawa dari politik. Harapan kami, Jokowi-JK berkepentingan dengan mewujudkan Indonesia yang adil dan makmur,” ujarnya.
Dalam menentukan calon menteri kabinet ini, peran KPK dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memiliki muatan politik yang tidak bisa dipungkiri lagi. Karena, lanjut Darmo, pimpinan kedua lembaga tersebut ditentukan panitia yang dibentuk oleh DPR RI yang dimana legislatif adalah bagian dari partai politik.
“Tidak menutup kemungkinan seleksi yang dilakukan oleh Jokowi-JK mungunakan kedua lembaga tersebut adalah strategi ‘cuci tangan’. Artinya, jika kelak calon meteri yang telah mendapat lisensi rapor hijau dari KPK dan PPATK melakukan korupsi, maka hanya dua lembaga itu yang kena getahnya,” kata alumni Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya ini.
Pola seleksi semacam ini terbilang transparan. Namun di sisi lain, telah menciptakan pertarungan yang tidak sehat diantara elit partai-partai politik yang berkepentingan. “Bisa kita lihat sekarang, ada beberapa kalangan saling menjelek-jelekkan calon tertentu di media massa atau sosial media, baik itu yang berasal parpol Koalisi Indonesia Hebat atau Koalisi Merah Putih. Boleh saja para elit partai memberikan penilaian apa saja, namun dalam politik tentu ada etikanya,” kata Darmo.
Kepada lensaindonesia, Darmo mengaku tergelitik mengamati aksi pihak tertentu yang berupaya menjegal calon-calon menteri dari kalangan praktisi dan profisional, khusunya calon dari pimpinan atau mantan pimpinan BUMN. Seolah-olah, kata Darmo, hal itu dilakukan agar jatah calon menteri dari kalangan Parpol bisa bertambah.
“Sepertinya kok, memaksakan agar calon dari parpol saja yang bisa masuk daftar. Harusnya dilihat secara fair, bahwa beberapa pimpinan BUMN juga memiliki prestasi yang mocer dalam mengembangkan perusahaan. Salah satu contoh ialah Dwi Soetjipto, Dirut PT Semen Indonesia. Dia mampu mengembangkan perusahan negara hingga mampu bersaing dengan perusahaan di Asia. Beberapa waktu lalu sampai bisa mengakuisisi perusahaan semen Vietnam, Thang Long Cement kan,” paparnya.
Lembaga Penelitian dan Pengembangan Masyarakat ini berharap, Jokowi-JK bisa menelaah dengan jeli adanya isu-isu pelintiran yang dimunculkan sejumlah pihak yang memiliki kepentingan di balik seleksi calon menteri kabinet saat ini.
Seperti diberitakan sebelumnya, upaya menjegal menteri dari BUMN itu sebut dilakukan Ketua Federasi Serikat Pekerja (FSP) BUMN Bersatu yang juga Ketua DPP Partai Gerindra Arief Poyuono. Ia menuding, selama ini PT Semen Gresik (sekarang PT Semen Indonesia) selama ini menyetor upeti rutin kepada petinggi di Istana Negara berinisial SS.
Setoran ‘upeti’ kepada pejabat istana itu pun jumlahnya cukup fantastis, mencapai 180 miliar setahunnya.  [lensaindonesia]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar