Jumat, 13 Juni 2014

Citra Jokowi Melebihi Kemampuannya

Peneliti pada Pusat Penelitian Ekonomi LIPI Teddy Lesmana menilai kalau rakyat Indonesia belum matang dalam berpolitik maupun berideologi, sehingga secara substansi belum mengetahui siapa capres-cawapres yang cocok untuk memimpin Indonesia ke depan. Karena itu, melambungnya citra capres sering melebihi kemampuan dirinya sendiri, sehingga dalam berpolitik kita masih ikut-ikutan.
Kedua capres pun dalam menyampaikan visi misinya dalam debat capres-cawapres pada Senin (9/6/2014) lalu masih normatif. Harusnya bisa menjelaskan lebih konkret terhadap program pembangunan yang akan dijalankan lima tahun ke depan, misalnya terkait tantangan di dalam negeri maupun luar negeri atau ancaman global.
“Kalau di Amerika Serikat selain sudah matang secara ideologi, maka visi misi capres sejalan dengan program pembangunan yang akan dijalankan. Jokowi misalnya, hanya menyampaikan pengalamannya selama menjadi Walikota dan Gubernur Jakarta. Sedangkan Prabowo masih normatif,” tegas Teddy dalam dialog perspektif Indonesia ‘tantangan pembangunan ekonomi daerah’ bersama Direktur Riset dan Reformasi Kelembagaan PSHK Indonesia Muhammad Nur Sholikin, dan Direktur eksekutif NCID Nurjaman center for Indonesian democracy, Jajat Nurjaman  di Gedung DPD RI Jakarta, Jumat (13/6/2014).
Lembaga survei pun menurut Teddy, tidak mencerminkan daya tawar dari program capres-cawapres. Seperti revolusi mental Jokowi, ternyata sampai perdebatan capres kemarin, tidak ada langkah-langkah kokretnya seperti apa? “Ditambah lagi tak ada keteladanan, maka rakyat makin bingung,” tambahnya.
Sholikin mengatakan kedua capres belum menyinggung mengenai tumpang-tindihnya peraturan daerah (Perda) dengan Perda atau dengan UU yang lain, dan tak ada kontrol untuk sungguh-sungguh melaksanakan otonomi daerah sejalan dengan UU No.32 tentang otonomi daerah tersebut. “Relasi pemerintah pusat dan daerah khususnya terkait Perda oleh Kemendagri dan keuangan, pajak dan distribusi daerah oleh Kemenkeu RI sesuai UU No.28/2009, maka wajib dikontrol,” jelasnya.
Sholikin mengingatkan jika Perda selama ini belum mengakomodir kepentingan daerah dalam kerangka desentralisasi daerah. “Perda mudah dikeluarkan, tapi sulit dilaksanakan, apalagi hasilnya. Karena itu, yang dilakukan oleh pemerintah daerah hanya terkait pemasukan dan distribusinya, bukan bagaimana mewujudkan desentralisasi sesuai amanat UU No.32 itu,” pungkas Sholikin.  [beritasore]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar