Juru Bicara Tim Pemenangan Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK),
Poempida Hidayatulloh, mengkritisi klaim netralitas Istana Kepresidenan
yang selama ini berusaha dipersepsikan ke publik dalam Pemilu Presiden
(Pilpres) 2014.
"Ternyata hanya isapan jempol belaka. Sudah mulai terkuak
keterlibatan elite-elite di sekitar Istana dalam konteks penyebaran
tabloid Obor Rakyat yang banyak mengandung fitnah," tegas Poempida di Jakarta, Jumat (13/6/2014).
Selain itu, kecenderungan tidak netralnya Istana Kepresidenan itu
juga dapat dilihat dari pernyataan Sekretaris Kabinet Dipo Alam yang
sangat tendensius terhadap sosok JK. Hal itu juga menambah keyakinan
tidak netralnya kalangan Istana dalam Pilpres 2014 ini.
Karena itulah, dia menyatakan pihaknya mendorong aparat hukum tidak
ikut-ikutan tak netral. Dia menyatakan pihaknya berharap aparat segera
menangkap para pelaku yang terlibat dalam penyebaran tabloid Obor Rakyat itu.
"Harus dibongkar agenda di balik penyebaran tabloid itu sampai ke
akar-akarnya. Aktor intelektual di balik ini semua pun harus segera
ditangkap. Jika memang pihak Istana tidak dapat berlaku netral sebaiknya
menunjukkan sikap saja segera," tegasnya.
Seperti diketahui, tabloid Obor Rakyat sudah menjadi bahan
pembicaraan beberapa minggu terakhir karena berisi kampanye hitam atas
calon presiden Joko Widodo (Jokowi). Pada edisi pertama, tabloid Obor Rakyat menuding Jokowi dengan isu SARA dan tudingan korupsi yang dilakukan oleh Jokowi. Dua hari lalu, tabloid Obor Rakyat edisi II kembali beredar di Jember.
Berita utama yang diangkat dalam tabloid Obor Rakyat edisi
kedua adalah "1.001 Topeng Pencitraan". Pemberitaan tabloid tidak satu
pun yang memberitakan pasangan calon presiden-wakil presiden Prabowo
Subianto-Hatta Rajasa.
Sebuah portal media online juga melaporkan bahwa Darmawan Sepriyossa, jurnalis yang dituding berada di balik peredaran tabloid Obor Rakyat, mengaku terlibat setelah sebelumnya diajak oleh Setiyardi, Asisten Staf Khusus Presiden.
Media itu melaporkan Darmawan mengaku dihubungi oleh Setiyardi untuk
mencari pengamat politik yang mampu membuat artikel di tabloid politik
dengan tema "Kekuatan PDI Perjuangan" seusai pemilihan legislatif 2014
lalu. Darmawan lalu menghubungi Gun Gun Heryanto yang merupakan dosen
Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Saat itu Setiyardi meminta pertimbangan Darmawan mengenai honor untuk tulisan sebanyak 3.500 karakter tersebut.
"Saya jawab, mungkin Rp 2 juta. Saya juga berpesan agar honor
dibayarkan paling telat dua hari setelah tulisan diterbitkan," kata
Darmawan seperti dikutip di media termaksud.
Darmawan mengaku saat itu sudah menanyakan kepada Setiyardi siapa
saja pengelola tabloid tersebut. "Setiyardi mengaku belum ada," katanya.
Ia mengaku menerima tawaran Setiyardi untuk mengelola tabloid tersebut karena prihatin dengan adanya media massa mainstream
saat ini yang justru tengah mabuk euforia. Bersama Setiyardi, Darmawan
melihat media massa saat ini hanya bisa bertepuk tangan dan tak lagi
mampu menyemprit, terutama pada Jokowi.
"Lupa pada tugasnya sebagai anjing penjaga (watch dog), media sebenarnya tengah meninggalkan Pak Jokowi sendirian, tanpa pihak yang setia memberikan peringatan," tutur Darmawan.
Terkait dengan nama samaran yang digunakannya dalam tabloid Obor Rakyat itu, Darmawan berkilah hal tersebut sebagai bentuk kode etik sebagai jurnalis di media tempatnya bekerja sekarang, yakni Inilah.com.
"Tak mungkin saya bekerja pada dua media tanpa dikenai sanksi
pemecatan dari tempat saya bekerja," ucapnya. Namun ia tidak menjelaskan
alasan pencantuman alamat fiktif dalam tabloid Obor Rakyat. [beritasatu]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar