Jumat, 13 Juni 2014

Diduga Istana Berperan dalam Tabloid "Obor Rakyat"

Juru Bicara Tim Pemenangan Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK), Poempida Hidayatulloh, mengkritisi klaim netralitas Istana Kepresidenan yang selama ini berusaha dipersepsikan ke publik dalam Pemilu Presiden (Pilpres) 2014.
"Ternyata hanya isapan jempol belaka. Sudah mulai terkuak keterlibatan elite-elite di sekitar Istana dalam konteks penyebaran tabloid Obor Rakyat yang banyak mengandung fitnah," tegas Poempida di Jakarta, Jumat (13/6/2014).
Selain itu, kecenderungan tidak netralnya Istana Kepresidenan itu juga dapat dilihat dari pernyataan Sekretaris Kabinet Dipo Alam yang sangat tendensius terhadap sosok JK. Hal itu juga menambah keyakinan tidak netralnya kalangan Istana dalam Pilpres 2014 ini.
Karena itulah, dia menyatakan pihaknya mendorong aparat hukum tidak ikut-ikutan tak netral. Dia menyatakan pihaknya berharap aparat segera menangkap para pelaku yang terlibat dalam penyebaran tabloid Obor Rakyat itu.
"Harus dibongkar agenda di balik penyebaran tabloid itu sampai ke akar-akarnya. Aktor intelektual di balik ini semua pun harus segera ditangkap. Jika memang pihak Istana tidak dapat berlaku netral sebaiknya menunjukkan sikap saja segera," tegasnya.
Seperti diketahui, tabloid Obor Rakyat sudah menjadi bahan pembicaraan beberapa minggu terakhir karena berisi kampanye hitam atas calon presiden Joko Widodo (Jokowi). Pada edisi pertama, tabloid Obor Rakyat menuding Jokowi dengan isu SARA dan tudingan korupsi yang dilakukan oleh Jokowi. Dua hari lalu, tabloid Obor Rakyat edisi II kembali beredar di Jember.
Berita utama yang diangkat dalam tabloid Obor Rakyat edisi kedua adalah "1.001 Topeng Pencitraan". Pemberitaan tabloid tidak satu pun yang memberitakan pasangan calon presiden-wakil presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.
Sebuah portal media online juga melaporkan bahwa Darmawan Sepriyossa, jurnalis yang dituding berada di balik peredaran tabloid Obor Rakyat, mengaku terlibat setelah sebelumnya diajak oleh Setiyardi, Asisten Staf Khusus Presiden.
Media itu melaporkan Darmawan mengaku dihubungi oleh Setiyardi untuk mencari pengamat politik yang mampu membuat artikel di tabloid politik dengan tema "Kekuatan PDI Perjuangan" seusai pemilihan legislatif 2014 lalu. Darmawan lalu menghubungi Gun Gun Heryanto yang merupakan dosen Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Saat itu Setiyardi meminta pertimbangan Darmawan mengenai honor untuk tulisan sebanyak 3.500 karakter tersebut.
"Saya jawab, mungkin Rp 2 juta. Saya juga berpesan agar honor dibayarkan paling telat dua hari setelah tulisan diterbitkan," kata Darmawan seperti dikutip di media termaksud.
Darmawan mengaku saat itu sudah menanyakan kepada Setiyardi siapa saja pengelola tabloid tersebut. "Setiyardi mengaku belum ada," katanya.
Ia mengaku menerima tawaran Setiyardi untuk mengelola tabloid tersebut karena prihatin dengan adanya media massa mainstream saat ini yang justru tengah mabuk euforia. Bersama Setiyardi, Darmawan melihat media massa saat ini hanya bisa bertepuk tangan dan tak lagi mampu menyemprit, terutama pada Jokowi.
"Lupa pada tugasnya sebagai anjing penjaga (watch dog), media sebenarnya tengah meninggalkan Pak Jokowi sendirian, tanpa pihak yang setia memberikan peringatan," tutur Darmawan.
Terkait dengan nama samaran yang digunakannya dalam tabloid Obor Rakyat itu, Darmawan berkilah hal tersebut sebagai bentuk kode etik sebagai jurnalis di media tempatnya bekerja sekarang, yakni Inilah.com.
"Tak mungkin saya bekerja pada dua media tanpa dikenai sanksi pemecatan dari tempat saya bekerja," ucapnya. Namun ia tidak menjelaskan alasan pencantuman alamat fiktif dalam tabloid Obor Rakyat.  [beritasatu]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar