Senin, 18 November 2013

Jokowi Mulai Ubanan

Ada yang berbeda dari penampilan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) akhir-akhir ini. Beberapa helai rambut di kepalanya memutih. Tumbuh uban di kepala Jokowi.
"Ya, iyalah, ndak disemir," kata Jokowi saat blusukan beberapa waktu lalu.
Mengutip salah satu blog kesehatan, kemunculan uban dipicu stres berkepanjangan. Stres menyebabkan macetnya produksi pigmen pewarna rambut yang disebut melanin. Melanin ini dihasilkan oleh sel tubuh bernama melanosit. Stres yang terjadi pada seseorang diketahui menghentikan produksi melanosit.
Lantas, apa yang mengganggu pikiran sang Jokowi? Hal itulah yang terungkap di meja makan rumah dinasnya di Jalan Taman Suropati, Nomor 7, Menteng, Jakarta, Senin (18/11/2013).
"Pusing banget saya. Ada 884 saluran penghubung ndak bisa kita apa-apain. Ndak bisa normalisasi, ndak bisa dikeruk. Padahal, sudah masuk ke musim hujan," curhat politisi PDI Perjuangan itu.
Kepusingan Jokowi itu terlontar seusai ia blusukan ke Kali Nipah di Petogogan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Kali itu adalah satu dari 884 penghubung di Jakarta. Kondisi ratusan penghubung itu sama. Mampet karena sampah dan terdapat lumpur puluhan sentimeter serta yang tak kalah bikin pusing adanya permukiman di tepinya.
Endapan lumpur dan sampah mungkin tak begitu jadi persoalan untuk menormalisasi. Namun, keberadaan permukiman warga itu tentu sangat mengganggu jalannya normalisasi. Tak ada celah ke saluran mengakibatkan alat berat pun tak bisa menormalisasinya.
"Tantangan yang paling berat itu memang menggeser yang ada di atas dan pinggir saluran. Teknis normalisasinya mudah," ujarnya.
Berkaca di negara-negara maju, lanjut Jokowi, seluruh saluran penghubung bersih dari permukiman, sampah, serta endapan lumpur. Hal itu terjadi lantaran pemeliharaan dilakukan setiap hari.
"Yang paling benar adalah warga pindah ke rusun, lahan yang dulu ditinggali dibuat ruang terbuka hijau. Salurannya tiap hari dikeruk. Kita alat dredging sudah ada, tapi dipakai di Sunter Utara doang. Karena, itu paling mungkin. Kan sangat disayangkan," tutur Jokowi.
Keberuntungan menimpa Jokowi di Kali Nipah itu. Persis di tepian saluran, tengah ada penataan kampung deret. Otomatis, rumah warga pun tengah dibongkar sehingga memudahkan normalisasi kali yang saban musim hujan selalu menyebabkan banjir tersebut.
Lantas, bagaimana dengan 883 saluran penghubung yang lain? Jokowi tetap berupaya menormalisasi meski diakuinya belum maksimal. Normalisasi hanya dilakukan di titik-titik saluran yang bersih dari permukiman. Sisanya? Inilah yang jadi persoalan kedua.
"Mau normalisasi, warga harus dipindah. Dipindah ke mana? Wong rusun saja belum ada yang jadi. Tambah pusinglah," ucap Jokowi.
Mau tak mau, kata Jokowi, Pemprov DKI bekerja beriringan. Di satu sisi, Pemprov DKI tetap melaksanakan normalisasi 884 penghubung, tetapi dengan cara manual. Di sisi lain, Pemprov DKI terus membebaskan lahan untuk pembangunan rumah susun sewa atau rusunawa.

Mengubah perilaku warisan dulu
Hal lain yang memusingkannya adalah perilaku buang sampah sembarangan oleh masyarakat di tepi sungai atau saluran tersebut. Fasilitas gerobak sampah sudah ada, tempat sampah lingkungan warga telah diberikan, tetapi warga entah kenapa masih bandel.
Denda Rp 500.000,- bagi warga yang tertangkap membuang sampah sembarangan, diakui Jokowi, tidak perlu dilakukan jika kesadaran masyarakat untuk hidup bersih dan sehat telah ada. Jokowi mengaku dalam waktu dekat, dirinya akan menggandeng psikolog Universitas Indonesia untuk ikut serta menyosialisasikan hidup bersih dan sehat masyarakat bantaran sungai dan saluran.
"Masyarakat China butuh waktu tujuh tahun supaya ndak buang ludah sembarangan. Saya sudah ngobrol-ngobrol, kalau di-drill terus, satu atau dua tahun bisalah masyarakat di sungai Jakarta itu ndak lagi buang sampah sembarangan di sungai kita," ujarnya.
Rantai permasalahan tersebut, Jokowi menuding, sebagai akibat dari kebobrokan penerapan birokrasi di masa lalu. Alergi terhadap hal-hal yang berhadapan dengan warga adalah penyakit birokrat. Hasilnya, persoalan di lapangan pun akhirnya dibiarkan menumpuk.
"Ini kan problem yang bertumpuk-tumpuk ndak diselesaikan dari sebelumnya. Harusnya kan periode pertama selesai 10 persen, periode kedua 20 persen, ini ndak, bergunung-gunung," ujarnya.
Bisikan dari sang ajudan yang mengingatkan Jokowi akan agenda selanjutnya memutus curhatan sang Gubernur di meja makannya. Helaan napas panjang dan dalam mengakhiri diskusi Jokowi dengan wartawan terkait persoalan-persoalan di Jakarta Senin siang itu.
"Ayo, kita kerja sajalah yang penting," tutupnya.

Sumber :
tribunnews.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar