Koordinator Bidang Politik Indonesia Corruption Watch Donal Fariz
menganggap pemilihan M. Prasetyo sebagai Jaksa Agung yang baru merupakan
blunder kedua Presiden Joko Widodo (Jokowi). Alasannya, Prasetyo adalah
figur Partai NasDem yang rawan diintervensi dan integritasnya patut
dipertanyakan.
"Blunder
pertama Jokowi ketika memilih orang partai untuk mengisi posisi Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia (Yasonna Laoly). Sekarang ia memilih orang
partai lagi," kata Donal ketika diwawancarai Tempo di kantor ICW, Jakarta, Kamis (20/11/2014).
Dalam
susunan Kabinet Kerja yang diumumkan pada 26 Oktober 2014, Jokowi
memilih Yasonna, politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan,
sebagai Menteri Hukum dan HAM. Guru besar politik Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia Ikrar Nusa Bhakti mengatakan Yasonna juga
terindikasi terlibat dalam kasus kecurangan pemilu di Nias Selatan,
Sumatera Utara.
Sebelum
Prasetyo terpilih, ada beberapa nama yang dicalonkan. Mereka di
antaranya Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
Muhammad Yusuf, Pelaksana Tugas Jaksa Agung Andhi Nirwanto, serta Jaksa
Agung Muda Pidana Khusus Widyo Pramono.
Prasetyo, sebelum menjadi
politikus NasDem, adalah jaksa juga. Pria kelahiran Tuban, Jawa Timur,
tahun 1947 itu sempat menjadi Jaksa Agung Muda Pidana Umum hingga
pensiun pada 2006. Ia menjadi anggota DPR dari Fraksi NasDem per tahun
2014, sebelum harus undur diri karena dipilih sebagai Jaksa Agung.
Donal menjelaskan bahwa Jokowi juga sudah melakukan banyak kesalahan selain blunder.
Salah satunya terjadi pada awal pencarian calon, yakni ketika Jokowi
meminta nama calon Jaksa Agung dari partai. Menurut Donal, seharusnya
Jokowi tidak meminta nama calon untuk posisi itu kepada partai.
Prasetyo
mengakui penunjukan dirinya sebagai Jaksa Agung dilakukan secara
mendadak. Ia mengklaim baru diberi kabar ihwal penunjukannya secara
resmi pada Kamis pagi, 20 November 2014. "Bisa ditafsirkan sendirilah
mendadak atau tidak," kata Prasetyo di kompleks Istana Negara. [tempo]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar