Kamis, 20 November 2014

Jaksa Agung Tua Pasti Tak Punya Taji Apalagi Nyali

Pengamat demokrasi dan perdamaian menilai penunjukan HM Prasetyo menjadi Jaksa Agung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) merupakan hal yang buruk dan sebaiknya di kaji ulang.
Ketua Badan Pengurus SETARA Institute Hendardi mengatakan calon dari internal Kejaksaan dipastikan sulit mempunyai nyali membidik pelanggaran HAM. Sementara calon eksternal sebaiknya memiliki rekam jejak pada isu HAM.
“Jaksa Agung yang baru seharusnya orang yang memiliki integritas pada HAM, mempunyai nyali, dan independen tanpa mudah diintervensi,” ujarnya dalam diskusi di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis (20/11/2014).
Menurutnya jika dilihat ke belakang, ada dua persoalan besar di Indonesia yaitu korupsi dan pelanggaran HAM. Hendardi menilai korupsi tertangani lebih baik sejak adanya KPK. Sementara persoalan pelanggaran HAM belum ada perbaikan dari pemerintahan sebelumnya.
“Oleh karena itu masalah pelanggaran HAM harus jadi orientasi utama dari Jaksa Agung. Tumpulnya Kejaksaan Agung menjadi penyebab utama impunitas atas penjahat HAM,” bebernya.
Dia menilai banyak kasus yang lolos di pengadilan seperti pelanggaran HAM di Abepura, Timor Timur dan Tanjung Priok, meski telah diadili. Menurutnya, bagi pemerintahan Jokowi yang dikenal dengan Revolusi Mental, maka saatnya menyelesaikan masalah ini.
“Penunjukan Prasetyo bukan cuma berita buruk, tapi mengharukan. Saya kira hal yang kita inginkan terkait penegakan hukum dan penuntasan kasus HAM masa lalu bakal sulit terjadi. Saya kira Surya Paloh yang paling banyak mendapat berkat atas hal ini,” paparnya.
Sekedar informasi, HM Prasetyo merupakan politisi Partas Nasional Demokrat bentukan Surya Paloh, yang juga merupakan anggota Koalisi Indonesia Hebat, selaku pemenang pemilu. Pria asal Tuban yang lahir pada 9 Mei 1947 itu sebelumnya menjabat sebagai Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung.
Sementara itu pengamat sosial dan politik menilai penunjukan HM Prasetyo menjadi Jaksa Agung oleh Presiden Jokowi tidak tepat, karena dinilai kurang mumpuni dan berasal dari lingkaran partai politik.
Pengamat sosial dan politik Thamrin A. Tomagola mengatakan kriteria Jaksa Agung pada saat ini tidak harus ideal, tetapi kontekstual. Dia harus sesuai dengan permasalahan hukum di Indonesia, yang juga menjadi perhitungan para investor asing.
“Jokowi memang harus sadar akan hal ini, apalagi dengan keberhasilannya menggaet banyak investor setelah presentasinya di APEC,” paparnya dalam diskusi di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis (20/11/2014).
Dia membeberkan, dalam satu foto di perhelatan APEC, terlihat Vladimir Putin dan Xi Jinping memandang Jokowi dengan sangat bersahabat, dan Obama terlihat membuang muka ke arah lain.
“Saat ini Indonesia jadi gadis cantik di Pasifik, yang banyak didekati negara negara lain,” ujarnya.
Lebih lanjut, dia menilai untuk kinerja lembaga peradilan lain seperti Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi sudah bagus. KPK, lanjutnya, juga sudah sangat bagus. Dia menilai Bambang Wijanarko tegas, dan Busyro dua kali tegas, maka sebaiknya jangan diusik agar tidak pincang.
Thamrin membeberkan, dirinya mendapat info kalau Kepolisian itu bobrok, tetapi Kejaksaan Agung lebih bobrok lagi. Dia menyarankan Jaksa Agung sebaiknya adalah orang eksternal, baik dari LBH maupun luar LBH.
“Jaksa Agung haram punya hubungan dengan partai politik dan bisnis. Namun kalau Prasetyo jadi pilihan Jokowi, saya kira bargaining Surya Paloh dan Jusuf Kalla cukup kuat. Menurut saya itu berita buruk bagi penegakan hukum dan kepastian hukum,” tukasnya.
Sekedar informasi, HM Prasetyo merupakan politisi Partas Nasional Demokrat, yang merupakan anggota Koalisi Indonesia Hebat, selaku pemenang pemilu. Pria asal Tuban yang lahir pada 9 Mei 1947 itu sebelumnya menjabat sebagai Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung.
Terpilihnya HM Prasetyo sebagai Jaksa Agung dinilai menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum Indonesia. Terutama bagi Koalisi Masyarakat Sipil yang merasa kecolongan atas langkah ini.
"Paling tidak saya katakan ini seperti di siang bolong, ini bukan kabar menyenangkan tetapi mengecewakan kami sendiri sudah kehilangan harapan apakah institusi ini akan berjalan lebih baik atau berjalan di tempat," ujar peneliti ICW Emerson Yuntho dalam konfrensi pers di kantornya, Kalibata, Jakarta Selatan, Kamis (20/11/2014).
Pelantikan HM Prasetyo merupakan kabar buruk. Lantaran pihaknya baru mendapat informasi lima jam sebelum pelantikan.
"Kenapa kita bilang mengecewakan karena informasi ini baru didapat jam 10 pagi tadi, yang mana kami merasa kecolongan, begitu juga dengan teman-teman media atas terpilih dan dilantiknya HM Prasetyo sebagai jaksa agung," ujarnya
Emerson mengatakan nama HM Prasetyo tidak terbayang akan terpilih sebagai jaksa agung. Lantaran nama itu tidak pernah muncul kepermukaan.
"Nama HM Prasetyo sendiri naik turun dalam bursa pemilihan Jaksa Agung, bahkan Andi Widjianto sendiri hanya mengatakan ada lima nama yang sudah diserahkan ke KPK dan PPATK dan nama HM Prasetyo sendiri tidak pernah muncul," tuturnya.
Emerson juga mempertanyakan bagaimana proses terpilihnya Prasetyo sebagai Jaksa Agung. Apalagi kini Prasetyo seorang anggota DPR dari NasDem.
"Ada apa dengan pemilihan Prasetyo, apa Jokowi ada tekanan dari partai pendukung? Jokowi harus jelaskan ke publik," tutup dia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar