Bermula dari ketidak transparanan presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi), membuat berbagai pihak meradang. Para relawan, partai koalisi, termasuk wakil presiden terpilih Jusuf Kalla (JK) juga merasa ditinggalkan oleh ulah Jokowi. Tanda tanda ini kasat mata ketika para pimpinan partai koalisi hampir pingsan karena "syarat tiba-tiba dari Jokowi" yang mengharuskan meninggalkan partai saat jadi menteri Jokowi. Yang baru saja terjadi adalah ketika para relawan menggeruduk kantor Transisi Jokowi-JK.
Dipimpin Boni Hargens mereka
menuntut ingin lebih dilibatkan di kantor Transisi. Apa iya hanya itu?
Ada
sekitar 88 relawan yang datang pada Senin (25/8/2014) sore. Mereka sempat
memaksa masuk ke dalam kantor transisi di Jl Situbondo, Menteng, Jakarta
Pusat. 88 Orang yang mengaku relawan ini akhirnya ditemui Deputi Kantor
Transisi Andi Wijajanto.
"Kedatangan kami hari ini bermaksud
meminta klarifikasi dari Kantor Transisi dalam hal ini pimpinan dan
keempat deputi. Mengenai nama-nama yang sudah diserahkan. Kapan kami
akan secara legal bekerja di Kantor Transisi?" ujar Bony Hargens saat
bertemu Andi.
Muncul berbagai dugaan soal keinginan relawan ini.
Ada kabar relawan meminta 'jatah' menteri, ada kabar relawan meminta
pamrih. Isu liar ini berkembang dan semakin memanas di media sosial.
Tapi seperti dibilang Boni, mereka cuma ingin bekerja secara legal di Kantor Transisi. Sepertinya para relawan yang dipimpin Boni ini ingin
terlibat langsung dalam seleksi menteri.
Andi Wijajanto salah
satu deputi yang menemui Boni Hargens dan perwakilan 15 relawan hanya
menanggapi bijak tuntutan ini. "Mereka meminta pertemuan khusus dengan
Deputi, tapi nggak ada, karena semuanya rapat di rumah Pak JK," kata
Andi Widjajanto.
Menurut Andi, 88 perwakilan dari 15 organisasi
relawan itu sudah masuk menjadi bagian dari 22 pokja dalam tim transisi.
Mereka menitipkan semua perwakilan mereka hampir ke semua pokja,
kecuali pokja arsitektur kabinet.
Mereka sudah masuk dan
memberikan nama sudah rinci dengan pokjanya tapi belum pernah
mengumpulkan semuanya. Karena itu mereka minta dipertemukan semuanya,"
ujarnya.
Masih menjadi tanya, apa sebenarnya keinginan relawan? Apakah hanya sekedar ingin dilibatkan atau tentang "jatah" untuk para relawan?
Dalam kultur Jawa, memang biasa orang tidak mengemukakan maksud dan tujuannya di depan, tetapi maksud dan tujuan itu akan muncul kemudian. Mudah-mudah Jokowi tidak merupakan penganut faham itu.
Perang Dingin Jokowi vs JK
Keharmonisan hubungan Jokowi-JK, dikabarkan mulai terganggu. Pemicunya, antara lain
perbedaan pandangan mengenai formasi kabinet.
Namun, banyak pihak menduga perang dingin keduanya berawal dari
pembentukan kantor transisi yang hanya keinginan sepihak Jokowi. JK
dikabarkan tidak dilibatkan dalam pembentukan tim ini.
"Saya rasa memang benih perpecahan sudah mulai tampak. Bagaimanapun JK
ini kan punya saham terhadap pemenangan nah ketika tim transisi
terbentuk jelas JK tidak dilibatkan karena sedang di Amerika," ujar
Andrianto, Selasa (26/8/2014).
JK, kata Andrianto memang dikenal berani protes bahkan melawan jika
pasangannya dianggap bekerja sendiri tanpa melibatkan dirinya. Jangankan
Jokowi, saat menjadi wakil presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), JK
kerap mengambil kebijakan sendiri lantaran SBY dinilai lamban.
Hal lain yang membuat JK marah, lanjut Andrianto, adalah pengangkatan
mantan menteri perindustrian pada era Megawati Soekarnoputri, Rini
Mariani Soemarno Soewandi sebagai Kepala Kantor Tim Transisi. "Apalagi
ditunjuknya Rini Soemarno jelas JK pasti tidak mau. Belum lagi
personalianya tidak ada yang JK minded," katanya.
Karena itu, agar hubungan Jokowi-JK kembali harmonis, Andrianto
menyarankan agar Kantor Transisi dibubarkan. Selain itu, tim transisi
hanya ikut-ikutan Amerika, namun sejatinya tidak mengakomodasi seluruh
kepentingan.
"Solusinya konsisten saja denan janji-janjinya, misalkan kabinet
nonpartai dan transaksional. Jokowi juga harus bubarkan Kantor Transisi
yang ikutin Amerika, harusnya membentuk kabinet tidak perlu bikin
kegaduhan baru," pungkasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar