Keputusan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) menerima amanah dari Ketua Umum DPP PDIP Perjuangan Megawati Soekarnoputri untuk menjadi calon presiden masih terus dipersoalkan.
Pasalnya, Jokowi kembali mengulangi pengalaman saat maju di Pigub Jakarta 2012 lalu. Saat itu, Jokowi juga meninggalkan kursi Walikota Solo. "Itu sebenarnya cacat ya, sesuatu yang nggak boleh. Harusnya dia memenuhi janji menjabat lima tahun," jelas Ketua Dewan Direktur Sabang Merauke Circle Syahganda Nainggolan, Minggu (6/4/2014).
Syahganda menilai tidak ada istilah panggilan rakyat, yang selama ini disebut-sebut sebagai alasan Jokowi dan PDIP.
"Tapi nanti kita buktikan saja pada 9 April. Ada nggak Jokowi effect. Kalau ada, berati dia diinginkan rakyat. Kalau nggak ada, dia berarti klaim sendiri saja. Kalau PDIP cuma dapat 20 persen, berarti nggak ada Jokowi effect. Mega pasti akan evaluasi (Jokowi)," jelas Syahganda.
Lagi pula, sambung Syahganda, agar tidak dinilai terlalu kemaruk terhadap kekuasaan, Jokowi sebaiknya mundur dari kursi Gubernur DKI Jakarta begitu dia menyatakan bersedia menjadi capres PDIP. "Memang paling bagus dia mundur. Jadi betul-betul fair. Karena Kesannya kemaruk."
Dengan itu pula, Jokowi tidak perlu lagi meminta izin dari Presiden. Karena sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kementerian Dalam Negeri Didik Suprayitno menjelaskan, Jokowi harus mengajukan izin kepada Presiden untuk maju sebagai calon presiden.
Permohonan izin kepada Presiden, paling lambat diajukan selambat-lambatnya tujuh hari sebelum didaftarkan oleh partai politik atau gabungan partai politik ke Komisi Pemilihan Umum (KPU). Surat permohonan izin tersebut sebagai salah satu dokumen persyaratan seseorang maju menjadi calon presiden.
Sumber :
rmol.co
Tidak ada komentar:
Posting Komentar