Peneliti dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi)
Lusius Karus mengemukakan sejauh ini tidak ada kemajuan signifikan dalam
proses pengusungan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) sebagai
calon presiden (capres) dari PDIP.
Nama Gubernur DKI itu hanya melambung di ruang wacana publik.
"PDIP sendiri tampak tidak goyah dengan pendirian mereka untuk
menunggu waktu yang tepat terkait peluncuran nama capres-nya," kata
Lusius di Jakarta, Rabu (5/3/2014).
Dia menegaskan, kegalauan atau kebingungan PDIP memastikan pencalonan
Jokowi sebelum pemilihan legislatif (pileg) bisa menguntungkan
sekaligus merugikan partai tersebut.
Faktor yang menguntungkan karena
PDIP tak perlu repot mengurus sejak dini tetek bengek pencalonan capres.
PDIP bisa berkosentrasi pada pileg yang akan dilaksanakan 9 April
mendatang.
Sementara yang merugikan adalah PDIP dinilai mengecewakan aspirasi
publik yang menginginkan Jokowi menjadi capres PDIP. Kekecewaan itu bisa
berdampak pada keengganan masyarakat memilih PDI.
Jika melihat momentum strategis, PDIP seharusnya mengusung Jokowi
sebelum pileg. Hal ini bisa mendongkrak dukungan PDIP pada pileg.
Sebaliknya jika dilakukan setelah pileg, ada kemungkinan pemilih kecewa
dengan PDIP karena diduga, penundaan setelah pileg didorong karena PDIP
mempunyai calon lain di luar Jokowi.
"Jokowi hanya dijadikan pendulang suara PDIP dengan membiarkan wacana
pencapresannya terus berbunyi menjelang pileg. PDIP bisa mengusung
caleg lain, dengan pertimbangan kalaupun kalah di pemilihan presiden
(pilpres), dominasi di parlemen masih bisa menyelamatkan nasib PDIP di
periode mendatang," ujarnya.
Terkait peluang satu putaran jika Jokowi maju, dia menegaskan hal itu
bergantung pada capres partai lain. Jika capres partai lain tidak ada
yang signifikan dipercaya publik, maka Jokowi bisa memenangkan pilpres
satu putaran.
Sumber :
beritasatu.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar