Senin, 27 Januari 2014

Jokowi Tuai Kritik Karena Absen di Davos

Duta Besar RI untuk Swiss Djoko Susilo membenarkan banyak pertanyaan hingga kritik yang muncul akibat ketidakhadiran Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) dalam perhelatan bergengsi World Economic Forum di Davos, Swiss, yang digelar pada 22-25 Januari 2014. Di forum itu, seharusnya Jokowi tampil menjadi pembicara dalam forum Young Global Leaders pada 22 Januari. (Baca : Jokowi Pilih Rakyat daripada WEFAnnual Meeting).
Menurut Djoko, Forum Davos walau sifatnya informal tapi sangat terkenal dan dihadiri para pemimpin dunia, baik bisnis maupun politik. Presiden Iran, Perdana Menteri Jepang, Presiden Korea Selatan, dan tokoh kunci Asean muncul di antara peserta.
Belum lagi para CEO raksasa bisnis dunia.” Ini kesempatan baik sebenarnya bagi Pak Jokowi untuk menambah pengalaman internasionalnya,” kata Djoko Susilo di kantor Kedutaan RI di Bern, Ibukota Swiss kepada Tempo via sambungan telepon, Kamis lalu. “Grade-nya naik kalau dia datang ke Davos.”
Meski memahami kondisi Jakarta yang saat ini lagi kena musibah banjir, menurut Djoko Susilo, banyak kalangan Internasional yang berharap Jokowi bisa datang. Mereka terutama ingin mendengar tentang konsep Jokowi soal kepemimpinan.
Djoko pun menuturkan, di dunia tengah terjadi pertanyaan besar mengenai ekonomi Indonesia ke depan pasca Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Maka muncul pertanyaan pula terhadap kemampuan Jokowi, yang santer dikabarkan berpeluang besar menjadi presiden yang akan datang, dalam menangani urusan luar negeri, seperti forum G-20 dan APEC. “Walau citranya positif dan antikorupsi,” ucapnya.
Adapun Jokowi beralasan ketidakhadirannya karena mesti menangani banjir di Jakarta. Konfirmasi ketidakhadiran disampaikannya langsung kepada panitia pada medio November 2013. “Saya lebih mengutamakan rakyat dong,” katanya kepada Tempo di ruang kerjanya, Kamis pekan lalu. (Baca : Jokowi Pilih Rakyat daripada WEFAnnual Meeting).

Mengapa Davos Penting Bagi Jokowi?
Ketidakhadiran Jokowi dalam perhelatan bergengsi World Economic Forum di Davos, Swiss, 22-25 Januari 2014 disayangkan banyak pihak. Seharusnya, di forum itu Jokowi tampil menjadi pembicara dalam sesi Young Global Leaders pada 22 Januari 2014.
Menurut Djoko Susilo, Duta Besar RI di Swiss, di dunia tengah terjadi pertanyaan besar mengenai ekonomi Indonesia ke depan setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Maka, muncul pertanyaan pula terhadap kemampuan Jokowi, yang santer dikabarkan berpeluang besar menjadi presiden yang akan datang, dalam menangani urusan luar negeri, seperti forum G-20 dan APEC. “Walau citranya positif dan antikorupsi,” kata Djoko Susilo dalam percakapannya dengan Tempo melalui sambungan internasional, Kamis, 23 Januari 2014.
Oleh karena itu, Djoko menyayangkan, Jokowi memilih tak hadir dalam pertemuan bergengsi itu. (baca:Banjir, Jokowi Pilih Mangkir dari Forum Davos ) Menurut dia, walau sifatnya informal, tapi forum Davos sangat terkenal dan dihadiri para pemimpin dunia, baik bisnis maupun politik. Presiden Iran, Perdana Menteri Jepang, Presiden Korea Selatan, dan tokoh kunci Asean muncul di antara peserta. Belum lagi para CEO raksasa bisnis dunia.
Jokowi, kata Djoko, semestinya mempertimbangkan posisi Indonesia sebagai negara terbesar ke-15 di dunia, anggota G-20, serta memiliki skala ekonomi terbesar di Asean. Itu sebabnya, riskan jika Jokowi tak memiliki pengalaman hubungan luar negeri yang memadai. Djoko lantas menuding tim di belakang Jokowi lemah dalam pemahaman internasionalnya karena melewatkan acara sebesar Forum Davos.
Menurut Djoko Susilo, kehadiran Jokowi di Davos lebih bagus ketimbang kedatangan di beberapa forum internasional. Penampilan di Davos dinilainya akan berefek besar dan efektif untuk menaikkan pamor Jokowi di mata publik nasional dan internasional. Apalagi, sejumlah media asing terkemuda, semacam Der Spiegel dan New York Times, sudah memuat profil Jokowi sebagai tokoh lokal yang berpengaruh.
Itu sebabnya, politikus Partai Amanat Nasional ini berpendapat, pengalaman Jokowi di kancah internasional perlu diasah supaya dia tak hanya menjadi tokoh lokal. Santernya dukungan untuk Jokowi menjadi calon presiden mestinya menjadi pertimbangan untuk muncul di forum-forum internasional yang bergengsi. “Berat kalau pemimpin negara tak punya networking internasional.”
Jokowi sendiri mengakui forum itu cukup penting. Meski begitu, menurut Jokowi, jika harus memilih hadir atau menangani banjir di Jakarta, ia memilih tak pergi ke Davos. Lagipula, kata Jokowi, konfirmasi ketidakhadiran disampaikannya langsung kepada panitia pada medio November 2013. “Saya lebih mengutamakan rakyat, dong,” katanya kepada Tempo. (baca:Alasan Jokowi Mangkir dari Forum Davos  )

Petikan wawancara dengan Tempo, Kamis sore (23/1/2014).
Bagaimana ceritanya Anda diundang forum itu?
Panitia datang dan memberikan undangan kepada saya. Itu September tahun lalu. Tapi saya enggak bisa datang. Pertengahan November, saya beri kabar tak bisa datang.
Mengapa?
Hitung-hitungannya, laporan BMKG yang saya terima, curah hujan pada Januari-Februari 2014 tinggi. Ada kemungkinan Jakarta banjir. Awalnya saya mau hadir, tapi kondisi itu membuat saya memutuskan tak hadir. Saya langsung menjawab kepada panitia yang menghubungi saya.
Anda melewatkan forum yang bagus untuk Anda dan Indonesia...
Iya, itu bagus untuk tokoh-tokoh besar. Saya kan tokoh kecil. Saya tokoh kecil untuk imbuh-imbuh, untuk tambahan saja.
Anda minder untuk datang?
Banyak forum internasional saya datangi. Sering malah, sejak saya menjadi Wali Kota Surakarta. Award transportation forum, climate change, urban planning. Bahkan saya pernah bicara di Sidang PBB. Juga di Seoul, Kenya. Biasa-biasa saja.
Anda tak melihat acara di Davos itu penting sehingga banyak yang lobi untuk datang?
Iya, memang banyak yang pengin ikut. Tapi, dalam kondisi begini, saya lebih mendahulukan rakyat dong...
Ketidakhadiran di Davos hasil konsultasi dengan Ibu Megawati?
Ya... (mengunci bibir, lama tak menjawab). Saya putuskan sendiri. Kalau mau pergi, ya, pasti saya pamit Bu Mega.

Sumber :
tempo.co

Tidak ada komentar:

Posting Komentar