Jumat, 20 Desember 2013

Jokowi Belum Bilang Sama Saya

Kabarnya Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta akan membeli lahan di daerah Depok, Jawa Barat, untuk mengendalikan banjir.
Meski informasi ini sudah ramai di media, Wali Kota Depok Nur Mahmudi Ismail mengaku belum mendengar soal itu. Bahkan Gubernur Jakarta Joko Widodo (Jokowi) juga belum menyampaikan rencana itu kepada dirinya. "Jika ada hal-hal perlu dikoordinasikan antar daerah itu mestinya Kementerian Pekerjaan Umum turun tangan," katanya ketika ditemui merdeka.com dua pekan lalu di Hotel Sofyan Betawi, Cikini, Jakarta Pusat.


Berikut penjelasan Nur Mahmudi kepada Arbi Sumandoyo, Pramirvan Datu Aprillatu, dan juru foto Muhammad Lutfhi Rahman.

Apakah sudah ada pembicaraan terkait rencana pemerintah Jakarta membeli tanah di Depok buat mengendalikan banjir?
Sampai saat ini memang belum ada. Niat itu belum saya dengar, belum pernah saya terima baik lisan atau tertulis. Jadi saya tidak bisa memberikan komentar apa-apa. Tapi saya sudah sering menyampaikan berbicara soal daerah aliran sungai, apakah itu Ciliwung, Citarum, Cisadane, dan sebagainya, kewenangannya ada di Kementerian Pekerjaan Umum. Jika ada hal-hal perlu dikoordinasikan antar daerah mestinya Kementerian Pekerjaan Umum turun tangan.
Jadi bukan antara sesama pemerintah daerah?
Ya di bawah Kementerian Pekerjaan Umum itu kita berembuk. Namun terkait strategi pengendalian banjir, perlu peran para pakar soal apa yang perlu dilakukan buat mengendalikan dan mengelola banjir karena pengelolaan banjir itu ada bermacam-macam.
Pengelolaan banjir paling gampang adalah mengalirkan dengan secepat-cepatnya ke laut. Ternyata nggak gampang-gampang juga karena menyediakan sungai cukup dan kedalaman cukup tidak dilakukan secara mulus oleh wilayah-wilayah dilewati.
Nah, itu saja sebenarnya perlu kita perhatikan. Limpahan air dikelola melalui kanalisasi. Selebihnya, kita memelihara misalnya diberlakukan garis sepadan. Berapa lebar tidak boleh dibangun, kemudian ditambahkan lagi penghijuan di daerah sepadan sungai. Berarti memperlebar ruang terbuka hijau.
Pemerintah telah mengamanahkan kita masing-masing minimal 30 persen dari kawasan harus ruang terbuka hijau.
Apakah pembuatan sumur resapan di Depok sudah dilakukan?
Di Depok, alhamdulilah sudah dilakukan sejak kita menadatangkan profesor peneliti dari LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahun Indonesia).
Sudah berapa sumur resapan dibikin buat mengendalikan banjir dan persediaan air tanah di daerah hulu?
Ada beberapa di kawasan pabrik dan sekolahan. Kira-kira enam sampai tujuh sumur imbuhan kita buat dari 2003 sampai 2013. Kita tambah lagi pada 2014. Kalau sumur resapan dibuat pada setiap bangunan. Melalui proses IMB (Izin Mendirikan Bangunan) sudah kita wajibkan dengan sumur resapan.
Ini juga menambah mekanisme sumur resapan agar tidak terjadi tumpah. Nah, ada teknik lagi mengurangi pencemaran. Tiap limbah air di bangunan dan industri, kita wajibkan membangun instalasi pengolahan air limbah agar tak mencemari air permukaan.
Bagaimana Anda mengatasi kelebihan debit air saban musim hujan?
Dengan ada sumur resapan di beberapa bangunan tidak semua air hujan mengalir ke kali. Memang kita dapat kiriman dari Bogor dan kita harus menjamin kelancaran air di setu. Kita atur sebagian air dalam setu kita alirkan tidak sampai meluber ke wilayah kanan kiri kita. Berarti kita harus lakukan kanalisasi.
Boleh dibilang Depok sudah mencegah untuk tidak mengirim air ke Jakarta?
Ikhtiarnya tapi saya tetap meyakini tetap ada yang terkirim. Karena faktanya tetap ada yang terkirim.
Apakah Anda bakal mengizinkan Jokowi membeli tanah di Depok buat mengantisipasi banjir di Jakarta?
Yang memtuskan itu kembali lagi ke Kementerian Pekerjaan Umum. Mereka harus mengevaluasi kebutuhan apa saja dalam pengendalian dan pengolahan banjir. Kemudian kementerian harus melibatkan berbagai pihak sebelum memutuskan.
Kalau forumnya benar, mekanismenya benar, penganggarannya benar, sumbernya benar sesuai hukum, Undang-undang nomor 2 tahun 2012, proses proses pengadaan juga benar untuk kepentingan umum, dan itu semua harus dilakukan, kita oke saja.
Lantas kenapa ada perumahan di sepanjang Sungai Ciliwung?
Kami senantiasa memberikan izin perumahan itu sesuai aturan ditetapkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum. Bangunan di tepi Sungai Ciliwung boleh selama garis sepadan sungainya sesuai diterapkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum.
Apakah perumahan di sepanjang Sungai Ciliwung, seperti Pesona Kayangan, sudah sesuai aturan?
Yang sudah mendapatkan IMB pasti sudah sesuai. Bangunan sudah mendapatkan IMB pasti sudah dilegitimasi dan verifikasi. Karena sudah ditetapkan seberapa panjang, apakah lima belas meter atau dua puluh lima meter, itu yang menetapkan Kementerian Pekerjaan Umum. Kita tak akan mengeluarkan IMB jika tak sesuai garis sepadan sungai.
Tapi pemerintah Jakarta menuding perumahan di sisi Ciliwung itu berdiri di jalur hijau?
Jadi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) itu menentukan daerah itu boleh ditentukan untuk menjadi apa: industri, rumah, atau perkantoran dan sebagainya. Kedua, jalur hijau dimaksudkan oleh pemerintah pusat adalah wilayah di aliran sungai tak melebihi garis sepadan sungai.
Jadi sepanjang aliran Sungai Ciliwung lebih dari 30 meter ada bangunan. Kenapa dulu ada jalur hijau sekarang ada bangunan. Berdasarkan peraturan, tanah ini milik mereka. Apakah mereka mau membangun sesuai tatanan ruang penggunaan.
Peraturan ini yang kita pegang. Kita harus senantiasa membina dan mendampingi maksimal boleh kita izinkan membangun. Jadi kalau ada orang bersuara jalur hijau berada di garis sepadan sungai sesuai ditetapkan. Biar semuanya paham.
Jadi tidak benar tudingan jalur hijau di sepanjang aliran sungai dibangun permukiman?
Saya tidak tahu siapa menuding. Tapi intinya, bangunan yang ada sudah sesuai tata ruang.
Apa tanggapan Anda soal rencana Jokowi membangun waduk di Depok?
Tidak tahu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar