Yakub selama ini bertugas di sepanjang Jalan Sisingamangaraja, mulai dari depan Masjid Al Azhar sampai perempatan lampu merah PLN. Sejak pagi hari, mulai dari matahari baru menampakkan sinarnya, dia sudah bergelut dengan peluh dan debu jalanan.
Sampah berupa plastik, kertas atau material lainnya serta dedaunan yang gugur berserakan di sepanjang Jalan Sisingamangaraja, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, dikumpulkannya dengan sapu lidi besar bertangkai. Sampah-sampah itu lalu dimasukannya ke plastik hitam besar atau tong sampah yang ada di sepanjang jalan itu.
"Nanti sampahnya ada yang ngambiliin pake mobil atau truk sampah yang keliling," ucap Yakub sembari membereskan sampah hasil sapuannya, saat dijumpai Warta Kota di Jalan Sisingamangaraja, Minggu (18/8) pagi sekitar pukul 07.00.
Walau hari Minggu, ayah
tiga anak yang rambutnya sudah hampir memutih semuanya ini tidak libur.
"Kerja kayak begini enggak ada liburnya. Kalau libur, ya enggak dapat
honor, dan akan dipotong," kata Yakub.
Bahkan, hari Libur atau
hari Minggu pun, tanggung jawabnya menjadi semakin besar. "Soalnya
malamnya kan malam libur. Jadi sampah plastik atau kertas dari
pengendara biasanya lebih banyak dari hari biasa," kata warga Kampung
Sawah, Ciputat, Tangerang Selatan ini. Yakub mengaku sudah bekerja
menjadi tukang sapu jalan sejak tahun 1998 atau skitar 15 tahun lalu.
Walau setiap harinya
harus bekerja 11 jam jam mulai pukul 06.00 sampai pukul 17.00, Yakub
mengaku melakukannya dengan ikhlas. "Habis mau bagaimana lagi, enggak
ada lagi kerjaaan yang tepat buat saya. Saya cuma lulusan SMP," kata
Yakub sembari duduk di sudut jalan untuk beristirahat.
Setelah 15 tahun menjadi
tukang sapu jalan di bawah naungan PT Moridhesa Abadi, upah yang
diterima Yakub adalah Rp 23.000 sehari. "Kalau dulu, waktu pertama kerja
dengan upah Rp 15.000 sehari, maka sebulan dapat Rp 450.000, sekarang
sebulan sekitar Rp 690.000, naik sedikit tapi tetap sulit mengaturnya,"
paparnya.
Dengan
honor sebesar itu, Yakub mengaku ia dan istrinya harus pintar-pintar
mengatur keuangan. "Dulu waktu belum ada anak, mungkin bisa
dicukup-cukupin dan diirit-irit. Tapi setelah ada anak, satu-satu, makin
sulit menutupnya dengan gaji segitu," papar Yakub yang kini memiliki
tiga anak dan semuanya perempuan.
Namun, Yakub masih
beruntung, karena ia dan istri serta tiga anaknya tinggal di rumah
warisan orangtua di Kampung Sawah, Ciputat, Tangerang Selatan. "Jadi
enggak perlu bayar kontrakan," katanya.
Sebelumnya, Ahok pernah menjanjikan akan memberi kehidupan yang layak pada petugas kebersihan. Selain upah sesuai UMR Jakarta, yakni Rp 2,2 juta, juga disiapkan unit rusun untuk mereka.
Sebelumnya, Ahok pernah menjanjikan akan memberi kehidupan yang layak pada petugas kebersihan. Selain upah sesuai UMR Jakarta, yakni Rp 2,2 juta, juga disiapkan unit rusun untuk mereka.
Sumber :
kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar