Sabtu, 19 April 2014

Tak Laporkan Korupsi, Jokowi Sulit Dilabeli Pemimpin Hebat

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) sampai saat ini memilih untuk tidak melaporkan kasus indikasi korupsi Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebelumnya (meskipun pemakaian dana belum dikucurkan), muncul temuan duplikasi anggaran sebesar Rp700 miliar dan mark up atau penggelembungan anggaran sebesar Rp500 miliar di instansi tersebut.
Pengamat hukum dari Universitas Hassanudin (Unhas) Makassar, Margarito  mengatakan langkah tersebut membuktikan bahwa pemerintahan bersih yang sering digadang-gadang oleh Jokowi hanya sebatas retorika semata.
Menurutnya, rakyat akan menilai calon presiden (capres) dari PDI Perjuangan itu sebagai orang yang tidak sesuai antara kata dan perbuatan.
"Rajin bicara tentang pemerintahan yang bersih tapi ketika dia menemukan hal yang berlawanan dengan itu, di depan mata sendiri dia diam. Itu sulit dilabeli sebagai pemimpin yang hebat," kata Margarito, Sabtu (19/4/2014).
Padahal dalam konteks kepemimpinan nasional, masyarakat merindukan pemberantasan korupsi, pemerintahan yang hebat dan bersih. Namun, apabila kenyataannya seperti itu maka Jokowi juga tidak dapat diandalkan.
"Kalau kenyataan, fakta potensi korupsi diam saja, bagaimana kita bisa andalkan dia punya semangat anti korupsi? Agak susah mengatakan itu. Maka dia harus jawab. Dia yakinkan kita bahwa dia memang punya semangat tidak sekedar retorika anti korupsi tetapi betul-betul dia riil mewujudkannya," urainya.
Margarito menyarankan Jokowi untuk pro aktif dalam proses penyelidikan dugaan korupsi termasuk kasus pengadaan Bus Trans Jakarta. Dia wajib menjadi yang terdepan dalam mendukung Kejaksaan Agung (Kejagung).
"Semua permainan, atau indikasi penyimpangan, perencanaan penggunaan uang negara wajib hukumnya bagi Jokowi mempertegas, memerintahkan Bawasda, dan BPKP menyelidiki. Hasilnya, kalau administrasi selesaikan di dalam. Kalau pidana kasih KPK, kejaksaan, kepolisian. Harus dilakukan, tidak bisa tidak," imbuhnya.
Margarito menambahkan sebagai Gubernur, Jokowi adalah penanggung jawab atau pemegang penyelenggaaraan pemerintahan di Provinsi DKI Jakarta. Oleh karena itu, dia memikul kewajiban hukum untuk melakukan seluruh tindakan-tindakan pemerintahan agar terselenggara dengan baik.
"Di dalamnya termasuk, dia memastikan bahwa tidak ada cacat atau celah apalagi yang berbau korupsi di dalam pemerintahan," katanya.
Selain itu, Margarito mengingatkan mantan Walikota Solo itu juga memiliki kewajiban untuk menemukan praktek-praktek yang berpotensi tindak pidana korupsi, kemudian menghentikan. Caranya, Jokowi dapat melakukan tindakan sendiri, misalnya dengan mencopot pejabat yang melakukan penyelewengan sampai melaporkan ke penegak hukum.
"Dalam hal dia tidak melakukan itu berarti dia melalaikan kewajiban hukumnya," katanya.

Sumber :
viva.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar