Nama Jusuf Kalla (JK) santer disebut sebagai cawapres mendampingi Joko Widodo (Jokowi) dalam bursa pilpres Juli mendatang. Jika wacana itu terealisasi, dikhawatirkan hubungan keduanya tak akan harmonis.
Pengamat politik Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing menilai, pasangan Jokowi-JK memunculkan kemungkinan adanya pemakzulan di tengah masa jabatan. "Tak ada jaminan harmonis dan ke depannya keduanya bisa konflik," ujarnya, Sabtu (19/4/2014).
Menurutnya, ada ketimpangan kemampuan di antara keduanya. JK misalnya, dianggap memiliki nilai sembilan dari segi pengalaman dan kemampuan. Sedangkan Jokowi nilainya 7 atau 7,5.
Karenanya, kata dia, hubungan Jokowi-JK diprediksi tidak akan langgeng. Berdasarkan pengalaman politik, JK lebih mumpuni dan sudah malang melintang di internal Golkar. Sedangkan Jokowi terbilang masih muda dan kalah jauh dari JK.
"Ada tiga variabel, pertama Jokowi latarbelakang pendidikannya kehutanan mikro. Sedangkan JK sudah ahli prencanaan makro," jelas Emrus.
Variabel kedua, lanjut Emrus, JK lebih memiliki pengalaman dan kepemimpinan yang kuat dibanding Jokowi. Tentunya hal ini membuka ruang keduanya terjadi konflik jika memimpin.
Selanjutnya, tipikal antara Jokowi dan JK berbeda. Jokowi lebih kuat akan budaya Jawa dan tak eksplisit. Berbeda dengan JK yang sosoknya apa adanya dan blak-blakkan.
"Variabel ketiga dari sisi usia. Jokowi usianya lebih muda, JK lebih tua. Ini menjadi hambatan psikologis yang menyebabkan keduanya bisa tak harmonis. Jokowi pemimpin muda, rasa sungkannya kuat," jelasnya.
Sumber :
- republika.co.id
- tribunnews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar