Jumat, 25 April 2014

Rizal Ramli dan AKbar Tanjung

Koordinator Gerakan Masyarakat Sipil untuk Pemilu Bersih, Adhie Massardi mengatakan praktek politik uang dalam pemilu legislatif 9 April lalu merupakan yang terparah. Karena prosesnya sudah bermasalah, menurut Adhie, hasilnya hanya akan mengantarkan mayoritas politisi bermasalah ke DPR.
Pileg 9 April lalu diwarnai politik uang terparah sepanjang sejarah pemilu di Indonesia. Hasilnya tentu akan mengantarkan mayoritas politisi bermasalah ke institusi perwakilan rakyat, kata Adhie Masardi, di Jakarta, Jumat (25/4/2014).
Karena tingginya potensi masalah di legislatif nantinya, Adhie menyatakan bahwa satu-satunya harapan agar negara ini bisa bergerak ke arah yang lebih baik, sangat ditentukan oleh presiden dan wakilnya yang akan dipilih 9 Juli 2014.
Perubahan lewat legislatif sudah masuk kuburan. Perubahan diharapkan hanya akan datang dari eksekutif, kata mantan juru bicara Presiden Gus Dur itu.
Mencermati dua kandidat capres saat ini yakni Prabowo Subianto dari Partai Gerindra dan Joko Widodo dari PDI-P, Adhie juga menemukan potensi masalah yang cukup serius. Prabowo dan Jokowi itu capres dengan modal elektabilitas dan popularitas tinggi. Soal kapasitas dan integritasnya masih perlu untuk dicermati, ujarnya.
Lain halnya lanjut dia, kalau capres Jokowi atau Prabowo mau melepaskan diri dari masalah politik pragmatis yang biasanya berujung pada bagi-bagi kekuasaan dan menentukan cawapresnya atas dasar kapasitas dan integritas yang sudah teruji.
Misalnya Jokowi bersama Megawati, atau Prabowo Subianto memutuskan cawapresnya mantan Menko Perekonomian Rizal Ramli, itu akan terlihat langsung arah bangsa ini, pungkasnya.

Akbar Tanjung
Peneliti politik dari LIPI, Siti Zuhro mengatakan pernyataan Sekjen DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Tjahjo Kumolo, Jumat (25/4/2014), tentang adanya tigaskenario cawapres pendamping Joko Widodo (Jokowi), makin memperjelas peta figur cawapres yang akan dipilih Ketua Umum Megawati dan Jokowi. Skenario tersebut diyakini bakal melibatkan Jusuf Kalla (JK), Ryamizard Riacudu, Machfud MD dan Akbar Tandjung.
Dari empat nama yang disebut Tjahjo, dua nama mantan Ketua Umum Golkar yakni Akbar Tandjung dan Jusuf Kalla menurut saya yang akan bersaing ketat. Tapi, dari rekam jejak dan pengaruh basis dukungan, Akbar lebih unggul ketimbang JK, kata Siti Zuhro, menjawab pertanyaan wartawan, soal pendamping Jokowi seperti diungkap Tjahjo, di kediaman Megawati, Jakarta, Jumat (25/4/2014).
Dari sejumlah nama yang masuk radar sebagai bakal cawapres Jokowi, menurut Siti, semuanya dibagi menjadi dua figur. Skenario pertama, ada nama mantan Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla dan mantan KSAD, Jenderal (Purn) Ryamizard Ryacudu. Untuk skenario kedua, ada nama mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD, dan politisi senior Partai Golkar, Akbar Tandjung, ujarnya.
Tjahjo tidak menyebutkan tentang skenario ketiga. Ia hanya mengatakan bahwa figurnya bisa berasal dari kalangan sipil dan militer, atau kalangan internal. Yang penting mencari dengan cermat, tidak asal comot, ujar Siti yang akrab disapa Wiwik.
Menurut dia, PDI-P sangat berkepentingan memilih cawapres pendamping Jokowi dengan figur yang bukan saja memiliki elektabilitas dan dukungan logistik untuk memuluskan kemenangan dalam pilres Juli mendatang. Tetapi lanjutnya, juga bagaimana pemerintahan yang dibentuk nanti efektif, dan bermanfaat bagi rakyat yang sudah lama menantikan figur pemimpin yang peduli pada kepentingan rakyat banyak.
Nah, dalam memilih beberapa nama cawapres yang sudah diungkap itu. Dua nama punya kans besar yakni Akbar dan JK. Sebaliknya dua nama lainnya punya kelemahan yang dapat mengganggu pertarungan nanti yaitu Machfud MD dan Ryamizard, jelasnya.
Nama JK sangat populer dan sempat disebut yang paling mungkin. Tapi JK, kata Siti, punya kelemahan pada basis dukungan Golkar yang kurang kuat, dan pengalaman saat menjadi wapres ketika mendampingi SBY pada 2004-2009.
Sedangkan pesaingnya Akbar Tandjung yang secara resmi baru disebut oleh elite PDIP ini, memiliki hubungan yang sangat dekat dengan Megawati. Begitu juga dalam ketokohan, basis dukungan Golkar, jaringan HMI, kelompok Cipayung dan umat Islam serta akar rumput, menurut Siti, Akbar sangat kuat dibandingkan JK.
Jika Akbar yang dipilih, Jokowi dan PDI-P tidak akan kekurangan logistik. Donatur yang akan membantu pasangan Jokowi -Akbar pasti akan besar. Saat Akbar memimpin Golkar saja, banyak sekali dana yang digalang untuk organisasi, kata Wiwik.
Selain itu, Wiwik juga mengapresiasi Mahfud karena ketokohan dan kredibilitasnya di bidang hukum sangat kuat. Tetapi ujarnya, dukungan dari PKB akan merepotkan PDI-P dan Jokowi, karena Ketum PKB Muhaimin Iskandar masih bermanuver dan belum menentukan satu calon tunggal PKB. Begitu juga dengan Ryamizard, dia sudah lama meninggalkan karir militer dan basis dukungannya kurang kuat.
Jadi, Akbar dan JK kini bersaing merebut simpati dan dukungan untuk mendampingi Jokowi, pungkasnya. [fas/jpnn]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar