Menarik menyimak ucapan Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) DraDjad Wibowo soal Jokowi (julukan untuk Joko Widodo, Gubernur DKI Jakarta) dan pengkhianat politik.
Dradjad mengungkapkan, Jokowi harus berbicara terus terang kepada Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri jika memang tertarik ingin maju sebagai Capres. Bahkan jika Jokowi tetap maju sebagai Capres - katakanlah dari parpol di luar PDIP - Dradjad menyebut Mantan Wali Kota Surakarta itu sebagai pengkhianat politik.
Bagi pengajar komunikasi politik Universitas Indonesia (UI) Ari Junaedi, pernyataan Dradjad Wibowo adalah pernyataan yang kontra produktif dari PAN untuk PDIP. Pernyataan Dradjad, dianggapnya sebagai "pendegradasian" kapasitas dan kapabilitas Jokowi ditengah makin moncernya nama Jokowi di berbagai survei capres akhir-akhir ini.
"Kalau Dradjad mengenal lahir bathin akan sosok Jokowi, saya rasa akan lain komentarnya. Sebagai kader yang loyal dan itu terbukti sejak menjabat wali Kota Solo hingga hampir dua periode dan maju sebagai gubernur DKI, Jokowi tetap loyal kepada Megawati dan PDIP. Karakter Jokowi yang Jawa tulen, tidak akan mungkin membuat Jokowi lancang terhadap Megawati soal pencapresan," ujar Ari Junaedi mengomentari pernyataan Dradjad Wibowo, Kamis (28/2/2014).
Ari yang juga pengajar Program Pascasarjana di UI, Universitas Diponegoro Semarang, Universitas Dr Soetomo Surabaya, dan Universitas Persada Indonesia YAI Jakarta ini, menambahkan, bisa jadi pernyataan Dradjad ini dimaksudkan untuk menahan laju elektabilitas dan popularitas Jokowi.
Apalagi, peluang Ketua Umum DPP PAN Hatta Rajasa mendampingi Jokowi sebagai cawapres kian menipis.
"Atau bisa jadi dalam komunikasi politik, pernyataan Dradjad dimaksudkan untuk mendegradasi Jokowi demi menaikkan ratting Hatta Rajasa di mata Ketua Dewan Pembina Gerindra Prabowo Subianto. Akhir-akhir ini Jokowi kian jadi sasaran empuk lawan-lawan politik karena makin seksinya nama Jokowi di mata calon pemilih," Ari Junaedi menegaskan.
Melihat karakter PAN dan partai-partai sekondan lainnya, Ari meyakini intensitas serangan kepada Jokowi dan PDIP akan semakin massif jelang Pemilu mendatang.
Serangan itu bisa meninak bobokkan PDIP. Yakni, dengan mengangkat-angkat Megawati sebagai capres yang layak dideklarasikan PDIP dengan asumsi Megawati lebih mudah dikalahkan di Pilpres ketimbang Jokowi atau serangan langsung terhadap Jokowi.
"Misalnya saja kasus ngambeknya Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, demikian gencar dijadikan amunisi politik untuk dibenturkan dengan Jokowi dan PDIP. Pola dan alur serangan partai-partai politik jelang pemilu semakin mudah ditebak," ujar Ari.
"Padahal seharusnya, positioning capres masing-masing parpol dan penguatan dukungan di akar rumput hendaknya diperkuat oleh elit-elit parpol seperti Dradjad, bukannya malah menyerang karakter pesaingnya," peraih penghargaan World Customs Organization Sertificate of Merit 2014 ini menegaskan kembali.
Sumber :
tribunnews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar