Sabtu, 26 Oktober 2013

SBY Presiden Wacana, Bukan Jokowi

Pengamat Politik dari Universitas Indonesia Iberamsjah mengkritik pidato Ketua Umum Partai Demokrat (PD) yang juga Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang hanya keras suaranya tapi minim implementasi. SBY seakan menunjukkan ketakutan dirinya pada sosok Anas Urbaningrum yang pernah memimpin partai yang didirikannya, sehingga meminta dukungan pada kader-kadernya untuk melawan Anas maupun kader-kader partai lain yang kerap melontarkan tuduhan padanya.
“Kalau LSI kemarin mengatakan bahwa Joko Widodo (Jokowi) dan Prabowo adalah calon presiden wacana karena ketidakjelasan dukungan partai pendukungnya, maka SBY jelas merupakan presiden wacana, yang hanya bisa bersuara keras tanpa ada implementasi dari tindakannya.SBY juga terkesan takut pada sosok Anas maupun kader partai lain yang kerap menyerangnya secara keras,”ujar Iberamsjah ketika dihubungi wartawan, Sabtu (26/10/2013).
Menurut Guru Besar Politik UI ini kalau SBY tegas, maka tidak sulit melakukan serangan balik terhadap Anas maupun kader-kader partai lain terutama yang tergabung dalam koalisi. SBY menurutnya bisa melakukan tindakan nyata dengan mengeluarkan kader-kader loyalis Anas dari Partai Demokrat. SBY tambahnya juga bisa memerintahkan ketua umum partai yang berada dalam koalisinya untuk mendidik kader mereka untuk lebih menghormatinya.
“Dia kan yang punya kekuasaan, dia Ketua Umum PD, jadi dia bisa mengeluarkan kader-kader Partai Demokrat yang merongrongnya dengan tegas, tanpa wacana. Dia juga bisa memerintahkan ketua umum anggota setgab untuk menertibkan kader-kader mereka di partai jika tetap ingin berada di bawah ketiaknya seperti yang mereka lakukan selama ini,” imbuhnya.
Menurut Iberamsjah tidak perlu menunggu keputusan hukum untuk mengeluarkan loyalis Anas di dalam PD karena langkah mengeluarkan kader yang tak loyal adalah tindakan politis.
Begitu juga untuk mengeluarkan partai-partai yang anggota-anggotanya tidak loyal pada SBY. Partai yang seperti ini jelasnya tidak tahu diri, mencari makan dari jabatan para kader maupun ketua umumnya di pemerintahan tapi tetap merongrong di pemerintahan.
“SBY yang salah karena tidak tegas dan membiarkan mereka yang mencari makan di bawahnya tapi terus buang air diatasnya sendiri.Sekarang masih banyak loyalis Anas, paling tidak yang di DPP dan anggota DPR.Pecat saja mereka,kenapa musti menunggu mereka ditetapkan dulu sebagai tersangka oleh KPK.Bukan saja karena mereka sudah kerap disebut terlibat oleh Nazaruddin, tapi mereka sudah melakukan tindakan politis melawan. Yah keluarkan saja mereka, memangnya untuk mengeluarkan kader merongrong harus jadi tersangka dulu?,” tanyanya.
SBY harus bisa memisahkan tindakan politik partai dan dirinya sebagai ketua umum dengan penegakan hukum oleh aparat hukum.”Jangan untuk menindak secara politik menunggu keputusan hukum tapi justru penegakan hukum yang harusnya tidak diintervensi justru malah diintervensi secara politik. Ini terbalik-balik namanya,” imbuhnya.
Dirinya pun mencontohkan partai lain yang berani menyingkirkan kader-kadernya yang mblalelo. “Yang namanya Partai Hanura, Partai Gerindra dan Partai Nasdem adalah partai yang dilahirkan oleh kader-kader Partai Golkar yang tidak puas dengan Partai Golkar dan kepemimpinnnya. Begitu juga dengan PKS, PBB yang lahir karena ketidakpuasan atas PPP serta partai-partai yang lahir dari rahim PDI-P.Kalau memang loyalis Anas mau mendirikan Partai PPI dan itu sudah jelas, yah keluarkan saja mereka daripada membiarkan mereka merongrong Demokrat dari dalam,” pungkasnya.

Sumber :
Pos Kota

Tidak ada komentar:

Posting Komentar