Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo memiliki alasan kuat mengapa ia akan
terus menempatkan pihak kepolisian dan pasukan Brimob di bantaran Waduk
Pluit, Jakarta Utara. Menurut pria yang akrab disapa Jokowi itu,
apabila tidak ada personel kepolisian yang menjaga kawasan itu, warga
bantaran akan terus menghambat petugas DKI yang bertugas membebaskan
lahan tersebut.
"Kalau tidak ada polisi di sana bagaimana mau
kerja, distop kemudian warga ada yang melempar batu. Sopirnya atau
operatornya enggak berani," kata Jokowi di Kebagusan, Jakarta Selatan,
Rabu (15/5/2013).
Petugas yang mengeruk sungai, kata dia, tidak
berani menerima ancaman warga. Apabila diancam, petugas itu kerap
"angkat tangan" dan tidak melanjutkan tugas mereka itu.
Namun,
Jokowi membantah kalau ia menempatkan personel kepolisian dalam jumlah
yang tinggi. Pasalnya, menurut fakta di lapangan, polisi bersikap
kooperatif dengan warga bantaran Waduk Pluit.
"Ya, biasa saja,
kamu enggak pernah ke lapangan. Kalau saya di lapangan biasa-biasa saja.
Polisinya juga hanya duduk-duduk dan enggak ada apa-apa kok," kata
Jokowi.
Relokasi warga di sekitar Waduk Pluit tak lepas dari
musibah banjir di Jakarta pada awal 2013 di daerah sekitar waduk.
Setelah ditelisik, banjir disebabkan penyempitan waduk yang semula
seluas 80 hektar menjadi 60 hektar akibat banyaknya permukiman warga
sekitar.
Demi menyelesaikan masalah itu, Pemprov DKI Jakarta
membangun rumah susun di Marunda dan Muara Baru, Jakarta Utara. Namun,
tak semua warga Waduk Pluit bersedia pindah ke rumah susun tersebut.
Sumber :
kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar