Jumat, 31 Oktober 2014

MA Bukan Menghina Jokowi Tetapi Melanggar UU Pornografi

Politikus Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan, Eva Kusuma Sundari, menyatakan pornografi urusan publik, bukan personal Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).
"Sepatutnya pembahasan soal tersangka MA tidak dikaburkan bahwa isunya personal, yaitu presiden, tetapi sesungguhnya adalah isu publik, yakni komitmen kita untuk melindungi anak-anak dari bahaya pornografi," katanya melalui pesan singkatnya, Jumat (31/10/2014).
Dalam penegakan hukum, kata anggota Komisi III itu, sepatutnya fokus pembahasan pada tindakan pelaku, bukan status pelaku sebagai tukang tusuk sate.
"Pengunggahan content pornografi bukan tukang tusuk sate. Penyebaran pornografi bukan bullying," kata Eva yang pernah sebagai anggota Panitia Khusus (Pansus) Undang-Undang Pornografi dari Fraksi PDI Perjuangan periode 2004-2014.
Eva menegaskan, bahwa pihaknya melapor MA sebelum Jokowi menjadi presiden.
Menyinggung penghentian proses hukum terhadap tersangka AM, Eva menandaskan bahwa hal itu bukan wewenang presiden untuk menghentikan proses hukum. Dalam penegakan hukum harus independen, bebas dari intervensi, baik dari eksekutif maupun legislatif.
"Sebagai personal, Pak Jokowi akan mengampuni, tetapi kewajiban presiden juga harus menunjukkan komitmen kewajiban negara untuk hadir memberikan perlindungan anak dan perempuan dari sexual crime," tegasnya.
Eva mengemukakan, bahwa Jokowi tidak pernah mempersoalkan orang lain memfitnahnya, misalnya PKI, zionis, cina dan boneka. Demikian pula, ketika digambarkan sedang memijat Megawati Soekarnoputri, atau jadi bayi dalam gendongan Mega.
Akan tetapi, menurut dia, kasus MA adalah bukan hinaan kata-kata menyerang personal, melainkan pidana umum yang melanggar UU Pornografi dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Oleh karena itu, lanjut Eva, pelaku harus mempertanggungjawabkan tindakannya, tetapi tidak perlu diancam hukuman badan dalam skala maksimal.
"Saatnya sistem pengadilan kita mempraktikkan hukum progresif, termasuk hakim memfasilitasi penyelesaian nonhukum (kekeluargaan) demi kemanusiaan. Hukuman bisa berupa pekerjaan sosial di tahanan luar, termasuk pelaku yang mendapatkan bimbingan hukum," katanya.  [okezone]

1 komentar:

  1. yang penting lagi anak yang melakukan ini perlu diselidiki lebih jauh, jangan2 dia hanya kurban juga. Jadi ada yang membuat SKENARIO ini silahkan aparat untuk menelisik lebih jauh hingga ke dalang-nya.

    BalasHapus