Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diharapkan menyelesaikan
sendiri masalah yang dibuatnya terkait dengan metode pilkada melalui
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang akhirnya disahkan dalam
rancangan undang-undang (RUU) Pilkada.
Apabila memang ingin pilkada tetap dilaksanakan secara langsung, maka
SBY seharusnya tak membebani Presiden RI Terpilih Jokowi untuk
mengeluarkan aturan yang membatalkannya.
Hal itu disampaikan Ketua DPP PDI-P, Trimedya Panjaitan, saat
dimintai tanggapannya atas usulan agar Jokowi segera mengeluarkan
peraturan pemerintah pengganti UU (Perppu) membatalkan pilkada DPR,
begitu dilantik jadi presiden.
Usulan lainnya adalah Jokowi mengembalikan RUU Pilkada untuk kembali
dibahas DPR periode 2014-2019. Langkah itu bisa dilakukan apabila
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menolak menandatangani RUU yang
telah disetujui DPR.
"Jokowi sulit melakukannya, karena itu tak etis. Lagipula, jangan
masalah pemerintahan SBY dilimpahkan ke pemerintahan Jokowi," tegas
Trimedya di Jakarta, Selasa (30/9/2014).
Menurut Trimedya, tidak bisa asal-asalan bagi seorang Jokowi untuk
mengeluarkan Perppu. Sebab harus ada situasi kegentingan yang memaksa
sebagai syarat mengeluarkannya.
"Plus harus ada persetujuan DPR RI. Sementara kita sudah tahu,
konfigurasi DPR RI sekarang seperti apa terhadap Jokowi," ujar Trimedya.
Karena itulah, kata Trimedya, pihaknya lebih concern dalam mendukung gerakan masyarakat sipil menggugat UU Pilkada ke MK. Hal itu menurutnya jauh lebih efektif.
"Upaya hukum di MK oleh masyarakat, itu yang paling pas dan efektif.
Yang jelas, bagi kami, Presiden SBY jangan lempar tanggung jawab. Kalau
mau, dia selesaikan masalahnya sendiri," ujar Trimedya.
Sementara Jokowi sendiri, ketika ditanyai, menyatakan bahwa bisa saja
pemerintahannya ke depan mengajukan kembali revisi UU Pilkada agar hak
masyarakat memilih langsung kepala daerahnya dikembalikan.
"Ya nanti gampang setelah dilantik," kata Jokowi di Jakarta, Minggu (28/9/2014).
"Ya lihat saja nanti. Wong dilantik saja belum kok."
Sebelum disahkan oleh DPR, Jokowi berkali-kali menyuarakan agar hak
pemilihan langsung kepala daerah tetap diberikan ke masyarakat.
Namun Koalisi Merah Putih (KMP) yang mayoritas berhasil membuat
pilkada melalui DPRD. Keputusan itu dipicu Fraksi Partai Demokrat, yang
diketuai SBY, melakukan aksi walkout dari rapat paripurna DPR. [beritasatu]
DISYAHKANNYA UU PILKADA TIDAK LANGSUNG ADALAH MERUPAKAN BUKTI BAHWA PILKADA YANG DILAKSANAKAN SELAMA PEMERINTAHAN PRESIDEN SBY ADALAH GAGAL TOTAL, SEHINGGA TIDAK DILANJUTKAN. TETAPI SAYA SEBAGAI RAKYAT MENYATAKAN BAHWA SEBENARNYA PILKADA YANG BERLANGSUNG SELAMA INI BERHASIL KARENA MENGHASILKAN PEMIMPIN2 DAERAH YANG PRO-RAKYAT. SEPERTI : RIDWAN KAMIL, RISMA, JOKOWI-AHOK, TERAS NARANG DLL. MENURUT SAYA, HAL INI TIDAK DISADARI OLEH PEMERINTAHAN SBY BAHWA INI SEBENARNYA ADALAH WARISAN SBY YANG PRO-RAKYAT DAN AKAN DICATAT DAN SELALU DIKENANG DALAM SEJARAH BANGSA DAN INI ADALAH PRESTASI SBY DALAM HAL DEMOKRASI. SALAM PERSATUAN DAN DAMAI SELALU UNTUK INDONESIA HEBAT.
BalasHapus