Pemerintahan baru pimpinan Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK)
berencana menaikkan harga BBM subsidi Rp 3.000/liter pada November 2014
nanti. Jokowi siap atas semua risiko dalam menjalankan kebijakan ini.
Demikian
disampaikan oleh Penasihat Senior Tim Transisi Jokowi-JK, Luhut Binsar
Panjaitan dalam sambutannya di acara Peluncuran Buku Outlook Energi
Indonesia 2014 di kantor BPPT, Jl MH Thamrin, Jakarta, Selasa
(30/9/2014).
"Pak Jokowi sudah siap akan risiko yang dihadapi. Beliau siap untuk tidak populer," tegas Luhut.
"Sudah
diputuskan oleh Pak Jokowi, kenaikan harga BBM subsidi Rp 3.000 per
liter, November 2014 dimungkinkan sudah dinaikkan," imbuh Luhut.
Menurut
Luhut, lewat kenaikan harga BBM subsidi ini, pemerintah baru nanti bisa
mendapatkan penghematan dana, dan dialihkan untuk sektor lain yang
lebih mengena ke sasaran, yaitu masyarakat ekonomi lemah.
"Dengan
kenaikan harga BBM ini, dilakukan pengalihan dana penghematan daripada
habis dibakar, ke sektor lain seperti kesehatan dan pendidikan
masyarakat berekonomi lemah," jelas Luhut.
"Sehingga rakyat bawah menikmati pemotongan subsidi BBM ini," tutup Luhut.
Dia menambahkan, sebelum sepakat tentang besaran kenaikan, Jokowi
berencana menyesuaikan harga BBM bersubsidi sesuai dengan harga
keekonomian atau sebesar Rp10.000 per liter. "Namun saya katakan jangan
karena ada inflasi tinggi," tambahnya.
Oleh karena itu, Tim
Transisi mengusulkan kenaikan harga BBM subsidi di level Rp3.000 per
liter, dan usulan tersebut disepakati dan Jokowi-JK siap menanggung
semua konsekuensinya. "Kami sepakat Rp3.000 per liter, Pak Jokowi
sepakat Pak JK sepakat. Ya sudah kami tetapkan besarannya," tukas dia.
Tak Perlu Restu DPR
Menurut anggota Komisi VII DPR, Satya W Yudha, kebijakan menaikkan harga BBM Bersubsidi bisa diterapkan tanpa meminta restu dari DPR.
"Jadi
bisa langsung saja naikkan. Tak perlu lagi minta izin ke DPR," ungkap
Satya, Selasa
(30/9/2014).
Menurut Satya, dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara-Perubahan (APBN-P) 2014 sudah ada pasal yang menyebutkan
pemerintah tak perlu izin dari DPR untuk menaikkan harga BBM bersubsidi.
Namun opsi tersebut tidak diambil oleh pemerintahan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono (SBY).
"Sudah diatur dalam UU, bahkan sejak
APBN 2014 itu sudah ada pasalnya. Tinggal pemerintah mau atau tidak
menjalankannya," kata Satya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Chatib
Basri mengatakan pemerintahan mendatang bisa mengeksekusi kebijakan
kenaikan harga BBM bersubsidi. Pasalnya, APBN sudah menyediakan anggaran
kompensasi terutama bagi masyarakat miskin.
"Di APBN-P 2014
tersedia anggaran Rp 5 triliun untuk program kompensasi sampai Maret
2015. Di APBN 2015 ada Rp 5 triliun lagi. Jadi kita punya Rp 10
triliun," papar Chatib.
Jika Jokowi-JK ingin menaikkan harga BBM,
lanjut Chatib, juga tidak perlu meminta restu dari DPR. Pemerintah bisa
melakukannya karena dana kompensasi siap dicairkan.
"Jadi
seperti dapat blank cheque (cek kosong). Ada diskresi mengenai itu,
kalau mau menaikkan bisa tanpa perlu persetujuan DPR," kata Chatib. [detik]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar