Di awal tugasnya, presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) tetap harus belajar
sambil berjalan. Artinya, dia memimpin menjalankan roda pemerintahan
sambil belajar tentang persoalan pemerintahan, baik dalam negeri maupun
luar negeri, dan tidak mudah mengambil keputusan seperti yang biasa Jokowi lakukan sebelumnya sehingga menimbulkan banyak celaan di kemudian hari. Ketergesa-gesaan Jokowi dalam mengeluarkan pernyataan seperti "tanpa syarat", "menteri tak boleh rangkap jabatan partai" dan "kabinet ramping" harus dihentikan, jangan sampai pernyataan yang terlanjur dikeluarkan ditarik kembali.
Bukankah lebih elegan jika sebelumnya Jokowi mengatakan "tak mungkin membangun bangsa ini dengan 4 partai" daripada mengatakannnya setelah kondisi "SOS"?
Jika hal ini terus menerus dilakukan, tidak bisa dipungkiri lawan politiknya mengganggap sebagai "pembohong", "penipu" atau kata-kata lain yang setara.
Menurut pengamat politik Universitas Indonesia Prof Dr
Maswadi Rauf yang dihubungi, di Jakarta, Sabtu (20/9/2014). “Bagaimana pun
Pak Jokowi (panggilan akrab Joko Widodo) terlalu cepat menjadi
presiden,” kata Maswadi.
Dikatakannya, pengalaman Jokowi yang menjadi walikota Solo yang tidak
sampai akhir dalam menjalankan tugasnya, begitu juga menjadi gubernur
DKI Jakarta juga tidak sampai akhir dalam menjalankan tugasnya, dan
kini menjadi presiden.
Menurut dia, cara yang tepat bagi Jokowi adalah mendengar tim ahli
dari pemerintahan. “Pak Jokowi sambil menjalankan roda pemerintahan, dan
belajar memahami permasalahan dalam negeri maupun luar negeri,” kata
Maswadi.
Sebab itu, Maswadi merasa yakin dalam membentuk kabinetnya, Jokowi
dipengaruhi oleh Ketua Umum PDIP Megawati, meskipun pembentukan kabinet
itu hak prerogatif Jokowi sebagai presiden.
“Ibu Mega secara personal akan mempengaruhi siapa tokoh baik dari
kalangan akademi maupun dari kalangan partai politik yang akan duduk di
kabinet pemerintahannya,” tutur Maswadi.
Nasehat ini cukup baik, memang kita perlu melihat realitas di lapangan sejauh mana mentalitas dari para politikus partai, tidak semuanya sebagaimana yang dipikirkan dan dihendaki oleh Presiden terpilih Jokowi. Yang namanya pola pikir dan perilaku transaksional itu masih berseliweran pada pikiran2 para politikus. Ya tentu tidak semuanya. Masih ada juga yang mengedepankan nilai2 etika dan moral.
BalasHapus