Sabtu, 20 September 2014

Jokowi Harus Belajar Mengendalikan Pernyataan

Di awal tugasnya,  presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) tetap harus belajar sambil berjalan. Artinya, dia memimpin menjalankan roda pemerintahan sambil belajar tentang persoalan pemerintahan, baik dalam negeri maupun luar negeri, dan tidak mudah mengambil keputusan seperti yang biasa Jokowi lakukan sebelumnya sehingga menimbulkan banyak celaan di kemudian hari. Ketergesa-gesaan Jokowi dalam mengeluarkan pernyataan seperti "tanpa syarat", "menteri tak boleh rangkap jabatan partai" dan "kabinet ramping" harus dihentikan, jangan sampai pernyataan yang terlanjur dikeluarkan ditarik kembali.
Bukankah lebih elegan jika sebelumnya Jokowi mengatakan "tak mungkin membangun bangsa ini dengan 4 partai" daripada mengatakannnya setelah kondisi "SOS"?
Jika hal ini terus menerus dilakukan, tidak bisa dipungkiri lawan politiknya mengganggap sebagai "pembohong", "penipu" atau kata-kata lain yang setara.
Menurut pengamat politik Universitas Indonesia Prof Dr Maswadi Rauf yang dihubungi, di Jakarta, Sabtu (20/9/2014). “Bagaimana pun Pak Jokowi (panggilan akrab Joko Widodo) terlalu cepat menjadi presiden,” kata Maswadi.
Dikatakannya, pengalaman Jokowi yang menjadi walikota Solo yang tidak sampai akhir dalam menjalankan tugasnya, begitu juga menjadi gubernur DKI Jakarta juga tidak sampai akhir  dalam menjalankan tugasnya, dan kini menjadi presiden.
Menurut dia, cara yang tepat bagi Jokowi adalah mendengar tim ahli dari pemerintahan. “Pak Jokowi sambil menjalankan roda pemerintahan, dan belajar memahami permasalahan dalam negeri maupun luar negeri,” kata Maswadi.
Sebab itu, Maswadi merasa yakin dalam membentuk kabinetnya, Jokowi dipengaruhi oleh Ketua Umum PDIP Megawati, meskipun pembentukan kabinet itu hak prerogatif Jokowi sebagai presiden.
“Ibu Mega secara personal akan mempengaruhi siapa tokoh baik dari kalangan akademi maupun dari kalangan partai politik yang akan duduk di kabinet pemerintahannya,” tutur Maswadi.

1 komentar:

  1. Nasehat ini cukup baik, memang kita perlu melihat realitas di lapangan sejauh mana mentalitas dari para politikus partai, tidak semuanya sebagaimana yang dipikirkan dan dihendaki oleh Presiden terpilih Jokowi. Yang namanya pola pikir dan perilaku transaksional itu masih berseliweran pada pikiran2 para politikus. Ya tentu tidak semuanya. Masih ada juga yang mengedepankan nilai2 etika dan moral.

    BalasHapus