Wakil Ketua Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) Muhammad Qodari menilai perbedaan hasil hitung cepat (quick count) sejumlah lembaga survei atas Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2014 perlu diinvestigasi secara metodologis.
"Perlu ada investigasi pada momen ini untuk dilihat secara metodologis dan secara data di setiap lembaga yang menyelenggarakan quick count kenapa data itu bisa muncul seperti itu (berbeda)," kata Qodari dalam sebuah diskusi di sebuah stasiun televisi di Jakarta, Rabu (9/7/2014).
Hasil hitung cepat sejumlah lembaga survei seperti SMRC, LSI, Indikator, CSIS-Cyrus, Kompas dan RRI menempatkan pasangan Jokowi-JK unggul dengan rata-rata suara 52 persen dari Prabowo-Hatta dengan rata-rata 47 persen.
Namun, empat lembaga survei lain yakni Puskaptis, JSI, IRC dan LSN, justru menyatakan kemenangan berada di kubu Prabowo-Hatta. Catatan merdeka.com, jika dilihat ke belakang, rekam jejak empat lembaga survei itu hampir tidak pernah memenangkan pasangan Jokowi-JK dalam setiap hasil risetnya.
Misalnya saja, LSN. Alih-alih pernah memenangkan Jokowi , lembaga yang dipimpin Umar Bakry ini justru merilis survei tentang penolakan pencapresan politikus PDIP itu.
"Mayoritas publik DKI atau 71,2 persen mengaku kurang setuju jika Jokowi maju sebagai capres pada Pemilu 2014. Dan hanya 27,5 persen saja yang menyatakan setuju Jokowi diusung sebagai capres 2014," ulas peneliti senior LSN Gema Nusantara saat jumpa pers di Century Park Hotel, Jalan Pintu Satu Senayan, Jakarta Pusat, Minggu (9/2/2014).
Sebaliknya, pada 5 Mei lalu, LSN merilis survei yang menguntungkan Prabowo . Disebutkan mereka, Prabowo lebih dicintai warga nahdliyin ketimbang Jokowi yang gencar menyambangi tokoh-tokoh senior Nahdlatul Ulama (NU).
"Jokowi yang pencapresannya juga didukung PKB malah tertinggal dari Prabowo dalam merebut hati pemilih di kalangan NU," kata Direktur Eksekutif LSN Umar S Bakry lewat siaran persnya.
Sementara itu, Puskaptis juga hampir selalu memenangkan Prabowo-Hatta, tak kala kebanyakan lembaga survei mengunggulkan Jokowi-JK.
"Dalam survei keempat yang kami gelar sejak 23-27 Juni, elektabilitas Prabowo mencapai 43,68 persen. Sebaliknya, elektabilitas Jokowi 40,83 persen. Pemilih yang belum menentukan pilihan, tapi akan berpartisipasi (swing voters) yakni 15,49 persen," ujar Direktur Puskaptis Husin Yazid, Husin Yazid, dalam keterangan pers pada 30 Juni lalu.
Begitu juga dengan JSI dan IRC. Lembaga survei terakhir bahkan diketahui berkantor di MNC Tower, milik Hary Tanoesoedibjo. Sebelum Hary Tanoe bergabung ke Prabowo-Hatta, survei IRC banyak mengunggulkan Wiranto. Pada publikasi Oktober 2013, IRC pernah menyebut elektabilitas Wiranto menyalip Prabowo .
"Perubahan urutan capres yang signifikan terjadi di posisi kedua. Dalam survei-survei sebelumnya, posisi kedua selalu tidak lepas dari genggaman Mantan Danjen Kopassus Prabowo Subianto. Namun saat ini, posisinya digeser oleh Mantan Panglima TNI Wiranto yang sejak Mei lalu secara resmi berpasangan dengan Hary Tanoesoedibjo," papar peneliti IRC, Yunita Mandolang, Jakarta.
Namun begitu Wiranto gagal nyapres dan Hary Tanoe bergabung ke Prabowo-Hatta, IRC banyak memenangkan pasangan nomor urut satu tersebut. Hal ini seperti dalam publikasi survei pada 30 Juni lalu.
"Elektabilitas Prabowo-Hatta 47,5 persen unggul tipis atas Jokowi-JK 43,0 persen. Debat capres membantu pemilih untuk dapat menentukan pilihannya," kata Peneliti IRC Yunita Mandolang Eatology di Cafe Jalan Haji Agus Salim No 22 D-E Sabang Jakarta Pusat, Senin (30/6/2014).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar