Sejumlah lembaga survei telah merilis hasil hitung cepat pemilu presiden (pilpres) 2014. Hasilnya pun berbeda, ada yang memenangkan pasangan calon presiden (capres) nomor urut 2 Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) dan ada yang mengunggulkan capres nomor urut 1 Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.
Akademisi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Banten, Leo Agustino mengatakan bahwa tidak semua hasil hitung cepat bisa dijadikan acuan masyarakat. Ia menegaskan, hanya hasil hitung cepat dari lembaga survei berpengalaman dan kredibel yang patut dijadikan pegangan.
Menurut Leo, ada beberapa hal yang dapat mengukur pengalaman dan kredibilitas lembaga survei. Pertama, pengalaman melakukan hitung cepat suara di beberapa pemilihan umum dan pilkada.
"Manakala kredibilitas, bisa ditunjukkan dengan independensi dan netralitas lembaga survei tersebut. Termasuk ketika mereka 'disewa' oleh pasangan calon di saat pilkada," kata Leo kepada wartawan di Jakarta, Kamis (10/7/2014).
Kedua, penarikan sampel yang harus bersifat probability sampling bukan non-probability sampling. Leo menjelaskan, perbedaan hitungan cepat kemarin bisa jadi karena keteledoran dalam menentukan sampel yang probability.
"Ya akan menjadi bermasalah kalau lembaga survei yang memenangkan pasangan Prabowo-Hatta mengambil sampelnya secara purposive di kantong-kantong pasangan calon nomor urut 1," ujarnya mencontohkan.
Hal ketiga yaitu sebaran sampel yang harus merepresentasikan keterwakilan pemilih seluruh Indonesia. Menurut Leo, lembaga survei tidak bisa hanya mengutip sampel di Jawa dan Sumatera saja.
Dari pengamatan Leo, ada beberapa lembaga survei yang sudah teruji kredibilitasnya. Antara lain Indikator Politik Indonesia, Pol-Tracking, Charta Politika, LSI, Populi, dan Litbang Kompas.
"Saya lebih percaya pada hasil hitungan cepat Litbang Kompas, Indikator Politik Indonesia, Pol-Tracking, Charta Politika, Populi, dan LSI berbanding Puskaptis dan IRC," ucapnya.
Lebih lanjut, Leo berharap agar dua versi hasil hitung cepat bisa dikelola dengan baik. Ia mengingatkan bahwa isu tersebut bisa menjadi masalah yang menganggu kelancaran proses pilpres 2014.
"Saya khawatir jika sikap saling klaim ini tidak dikelola secara elegan dan berwibawa, hasilnya malah akan membawa kepada akhir yang destruktif," tandasnya. [dil/jpnn]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar