Sabtu, 01 Maret 2014

Megawati, Jokowi, dan Banjir Jakarta

Sebagai Ketua Umum DPP PDIP, Megawati Soekarnoputri ternyata sangat memperhatikan betul kinerja kader-kadernya di birokrasi, tak terkecuali Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi).
Misalnya, ketika banjir melanda Jakarta dengan kawasan genangan dan rendaman air yang semakin meluas dan meninggi, maka orang nomer satu pada partai berlambang banteng dengan moncong putih itu pun tak segan-segan "menjewer" Jokowi.
"Saya langsung jewer dia (Jokowi), kenapa hal itu bisa terjadi, kenapa masih saja masih akan membangun 17 mal di ibu kota," ucapnya ketika menyampaikan kuliah umum di Universitas Surabaya, Sabtu (1/3/2014) yang juga menghadirkan Jokowi sebagai tokoh sipil yang dinilai sukses.
Namun, Jokowi ternyata bisa memberikan argumentasi yang dapat diterimanya. "Dia (Jokowi) bilang kepada saya kalau 17 mal itu bukan kesepakatan dirinya, tapi gubernur sebelumnya dan dia tinggal melaksanakan, lalu saya cuma bilang awas banjir lho," tuturnya.
Dalam kesempatan berbicara pada forum Departemen Mata Kuliah Umum (MKU) Ubaya itu, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo menyatakan dirinya pun berusaha "menandingi" perizinan untuk 17 mal yang sudah keluar itu dengan membangun sarana bisnis untuk PKL.
Dalam kesempatan berbicara pada forum Departemen Mata Kuliah Umum (MKU) Ubaya itu, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo menyatakan dirinya pun berusaha "menandingi" perizinan untuk 17 mal yang sudah keluar itu dengan membangun sarana bisnis untuk PKL.
"Kalau pasar-pasar modern diberi izin, maka pasar-pasar tradisional dan PKL juga harus diberi ruang, karena itu saya bangun untuk mereka beberapa kawasan PKL di Jakarta, sedangkan izin untuk mal sudah cukup," katanya seolah memberikan laporan kepada sang ketua umum.
Pemimpin tertinggi di Jakarta yang namanya melambung dalam berbagai survei untuk Pilpres 2014 itu pun mengakui bahwa pembangunan kawasan PKL itu merupakan "hasil" dari "blusukan" (keluar-masuk kampung untuk bertemu masyarakat) yang dilakukan selama ini.
"Jadi, blusukan itu bukan pencitraan. Buat apa pencitraan, lha wong saya tidak punya televisi, apa mungkin saya bisa mengatur media massa? Tujuan utama (blusukan) saya adalah mendengar suara dan penderitaan masyarakat yang sebenarnya," paparnya.
Makna "blusukan" di mata Jokowi itulah yang juga melahirkan program Kartu Jakarta Sehat atau Kartu Jakarta Pintar, setelah dirinya mendengar suara dan penderitaan masyarakat miskin yang sakit dan anak-anak miskin yang tidak mau sekolah.
"Kartu Jakarta Sehat itu karena blusukan yang saya lakukan menemukan banyak masyarakat yang sakit dan meninggal di rumah, karena tidak mampu membayar biaya berobat atau rumah sakit, sedangkan Kartu Jakarta Pintar itu karena BOS itu tidak menjangkau kebutuhan seragam, tas, sepatu, dan sebagainya," timpalnya.
Selain itu, blusukan juga bermanfaat untuk mengajak masyarakat mau bermusyawarah dan bergotong royong. "Saya bisa memindahkan masyarakat tanpa penggusuran juga melalui dialog atau musyawarah, lalu perbaikan pemukiman masyarakat pinggiran juga dengan gotong royong. Musyawarah dan gotong royong itu budaya kita," ucapnya.
Jadi, makna "blusukan" di mata Jokowi itu tidak se-politis yang dibayangkan dan hal itu sejalan dengan pendapat rekannya sesama kader Megawati yang suka "blusukan" juga, yakni Tri Rismaharini. "Tugas pemimpin itu melayani rakyat dan bertanggung jawab kepada Tuhan," ujar wali kota perempuan pertama di Surabaya itu.

Sumber :
republika.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar