Selasa, 18 Februari 2014

Swastanisasi Pengangkutan Sampah Sangat Merugikan Keuangan DKI

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta, menganggap swastanisasi pengangkutan sampah di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sangat merugikan. Sebab, biaya pengangkutan dihitung per kubik dalam sekali angkut dan menyedot anggaran yang sangat besar.
Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo, mengatakan bahwa swastanisasi pengangkutan sampah itu mekanisme yang turun temurun sejak berpuluh-puluh tahun. Sehingga itu sulit diubah. Apalagi, lanjutnya, pengajuan 200 truk sampah tidak masuk dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) DKI Jakarta 2014.
"Dulu yang mulai swastanisasi siapa. Itu kebiasaan berpuluh-puluh tahun. Yah sekarang mau diubah bagaimana mau beli truk saja tidak dikasih," kata Jokowi di Balai Kota Jakarta, Selasa, (18/2/2014).
Jokowi menyayangkan adanya dugaan penghilangan mata anggaran pengadaan truk sampah oleh DPRD DKI di Komisi D. Menurutnya, itu akan menyebabkan pengelolaan pengangkutan sampah di Jakarta semakin amburadul.
"Ya masa tidak mengerti. Mengapa kami harus beli truk. Itu buat mengangkut. Terus sekarang mau beli truk jadi tidak. Terus sekarang mengelolanya pakai apa kalau tidak jadi beli. Suruh pegang pakai tangan lalu buang ke sana (Bantar Gebang)?," ujarnya.
Kata dia, Pemprov belum menemukan solusi tepat untuk mengatasi swastanisasi pengangkutan sampah yang merugikan itu. Dia yakin, masalah itu akan teratasi jika Pemprov DKI sudah mempunyai truk pengangkut sampah yang baru.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPRD DKI Boy Bernandi Sadikin, mengungkapkan swastanisasi pengelolaan dan pengangkutan sampah telah banyak merugikan keuangan Pemprov DKI. Karena selama dikelola swasta, sampah bertumpuk di mana-mana dan truk pengangkut sampah yang beroperasi di Jakarta tak layak jalan.
Boy juga mempertanyakan sikap anggota DPRD di di Komisi D (mitra kerja Dinas Kebersihan) dalam rencana pembelian 200 truk sampah pada 2014. Sebab anggaran itu tiba-tiba saja hilang dari ajuan anggaran.
Menurut Boy, bila Pemprov yang kelola sampah sendiri akan jauh lebih murah dan sampah yang tidak terangkut akan lebih mudah dipantau. Saat ini Pemprov DKI sudah harus membayar pengelolaan sampah setiap tonnya yang harga tapping fee setiap tonnya mencapai Rp114 ribu dan nilai itu akan meningkat setiap tahunnya.
Sementara itu, penghilangan 200 truk sampah masih simpang-siur. Sebelumnya Ahok mengungkapkan, salah satu penyebab hilangnya anggaran truk dari APBD DKI Jakarta 2014 itu karena ada kebohongan dari mantan Kepala Dinas Kebersihan DKI Unu Nurdin soal anggaran 200 truk sampah itu.
Kata Ahok, dari pengakuan Unu, terungkap anggaran untuk truk tersebut dicoret bukan karena DPRD tidak setuju. Padahal, hal itu dihapus di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI.
Ahok menuturkan, penghapusan anggaran 200 truk sampah dilakukan Bappeda DKI karena Unu tidak bisa menjelaskan manfaat dan kegunaan truk tersebut serta kelanjutan pengangkutan sampah oleh swasta.
Padahal, kata Ahok, anggaran 200 truk sampah tersebut merupakan usulan dari Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta. Menurut Ahok, kebohongan Unu, baru terungkap saat dia marah kepadanya. Unu beralasan akan mengajukan kembali anggaran tersebut pada Januari 2014 saat pembahasan DPRD masih dilakukan. Namun, akhirnya, rencana pengajuan tersebut tak dapat dilakukan karena sudah terlambat.

Sumber :
viva.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar