Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) mengatakan saat ini masyarakat
membutuhkan kepemimpinan yang horizontal. Itu berarti tidak ada
kesenjangan antara pemimpin dengan masyarakatnya.
"Kepemimpinan sekarang ini sudah era yang sangat terbuka, mulai dari Blackberry Messenger,
Twitter, dan Facebook. Saya kira memang rakyat mendambakan kepemimpinan
yang horizontal," kata Jokowi saat memberikan kuliah umum bagi peserta
Sespimti (Sekolah Pimpinan Tinggi) Polri Pendidikan Reguler (Dikreg)
ke-22 tahun 2013, di Polda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (25/7/2013).
Seorang
pemimpin itu, kata dia, adalah pemimpin yang dapat membaca dan
mendengar langsung apa saja yang menjadi kebutuhan masyarakat. Pemimpin
itu harus benar-benar mengenal siapa rakyatnya, membaca imajinasi,
harapan, pesan, dan pikiran rakyat.
Hal-hal tersebut yang
dibutuhkan dalam kepemimpinan horizontal. Kepemimpinan horizontal itulah
yang tidak dimanipulasi dan terkontaminasi oleh sebuah
tampilan-tampilan elitis dan artifisial.
"Tapi, banyak yang
tidak tahu, pemimpin itu memimpin untuk siapa. Artinya, memang kita
harus kembali lagi terhadap konstitusi kita. Jiwa konstitusi kita ada di
mana? Ada di rakyat, tidak di mana-mana," kata Jokowi.
Sehingga,
hal itu pula yang menjadi alasan Jokowi kenapa ia setiap saat suka
turun ke masyarakat. Dari aksi blusukannya itu, Jokowi mengaku
mendapatkan keuntungan besar, yakni timbulanya kepercayaan yang besar
dari masyarakat kepada pemimpinnya.
Dengan membaca dan mendengar
kebutuhan rakyat, pemimpin dapat mendesain sebuah kebijakan untuk
kepentingan masyarakat. Salah satu kebijakan yang ia desain setelah
melakukan aksi blusukan, yaitu Kartu Jakarta Sehat (KJS).
Menurutnya,
kebijakan itu ia ambil setelah ia mendengar dan membaca kebutuhan
masyarakat. Berdasarkan fakta yang Jokowi temukan di lapangan, banyak
warga yang terbentur administrasi untuk mengurus pengobatan gratis.
Sehingga, ia memilih untuk tidak berobat dan membiarkan diri terlantar
di rumah.
"Makanya pas KJS dikeluarkan, pasiennya membludak
sekali sampai rumah sakit tidak cukup. Kalau dilihat dari sisi politis,
ini pasti dibilang kalau sistemnya tidak siap dan sebagainya," kata
Jokowi.
Salah satu kelemahan pemerintahan vertikal adalah adanya
kesenjangan antara pemimpin dengan rakyatnya. Selain itu, para pemimpin
kerap tidak bisa membaca keinginan masyarakat, sehingga banyak
kebutuhan masyarakat yang terbengkalai oleh pemimpin.
Ke
depannya, Jokowi menjelaskan, kalau masyarakat saat ini membutuhkan
kepemimpinan yang kreatif, proaktif, dan responsif dalam membaca
perubahan baik untuk nasional maupun internasional.
Sumber :
kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar