Rabu, 04 Desember 2013

Si Pembonceng Gelap (Bagian 2) : Dicueki, Pelobi Jokowi-Ahok Ngacir

Cerita tentang adanya kader partai yang melobi rekannya di sebuah jabatan eksekutif tentu bukan barang baru. Tak sedikit partai yang kemudian berusaha mengambil keuntungan dari kadernya yang menjabat sebagai kepala daerah atau jabatan politik lainnya.
Pekan ini kisah pelobi politik itu ramai diperbincangkan setelah diungkapkan kembali oleh Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Ahok mengaku pada awal menjabat ada kader partai yang melobi dia agar menempatkan seseorang di sebuah jabatan strategis. Seperti direksi di sebuah perusahaan daerah atau jabatan politis lainnya.
Ahok mengaku tak pernah meladeni permintaan kawan separtainya untuk ‘main mata’. Itu sebabnya, seingat dia jumlah orang yang coba-coba melobi pun tak banyak.
“Dia coba dulu sekali dua kali, kalau itu kami tolak sudah kapok kan. sebenarnya sederhana saja, makanya dari pertama enggak boleh dilakukan kesalahan,” kata Ahok di kantornya Selasa (3/12/2013).
Prinsipnya menurut Ahok, konstitusi harus lebih diutamakan daripada konstituen. Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) pun memiliki sikap serupa dengan sang wakil. Mereka berdua menolak praktik titip menitip jabatan.
“Saya kasih tau kan, Pak Jokowi bilang, kalau dia nitip-nitip lewat partai misalnya mau jadi BUMD atau kepala dinas, ya sudah dicoret saja. Mau jadi kepala dinas dan BUMD saja pakai beking-bekingan, itu kan tidak percaya diri, mau apa lagi. Jadi pak Jokowi juga sama, malah didiemin, enggak mau ketemu lagi,” kata Ahok sambil tertawa.
Selain tak mau mengakomodir kepentingan kawan separtainya dalam hal titip menitip, Ahok juga mengaku sering menghadapi dilema. Bersama Jokowi dia harus memilih antara mendukung kebijakan Pemerintah Daerah atau kepentingan Partai Gerakan Indonesia Raya.
Ahok mengaku pernah berseberangan dengan rekannya di partai Gerindra, terutama ketika Jokowi mengetuk kebijakan tak populis. Namun suami dari Veronika itu memastikan jika ada perbedaan kepentingan, ia akan tetap memilih mendukung kebijakan Jokowi.
“Dulu sempat waktu kami mau membersihkan waduk pluit, ada oknum pengurus (partai) yang pasang bendera, taruh ambulan Gerindra, poster dan membela-bela yang di Waduk Pluit. Ya tetap saja kami sikat,” kata Ahok.
Akibat ketegasannya itu, tak jarang ia jadi sasaran amarah pengurus partainya sendiri, Gerindra. Ada yang meneleponnya atau mengirim sms, bahkan ada juga yang blak-blakan menyerang Ahok lewat media massa.
“Ada, saya tahu orangnya kok. Dia sms ‘kalau Ahok tidak bela rakyat kecil, Ahok bisa dipecat’. Jadi saya dianggap tidak membela rakyat kecil,” katanya.
Ancaman tersebut tak membuat nyali ayah tiga anak itu menciut. Menurut Ahok, orang yang mengirim SMS tersebut tidak mewakili Partai Gerindra. “Wong yang lainnnya saja enggak ribut. Mulai dari Pembina saja, Pak Prabowo sepakat bersihkan Waduk Pluit,” papar Ahok.
Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Gerindra DKI Jakarta Muhammad Taufik mengaku tidak tahu adanya anggota partai yang berseteru dengan Ahok saat relokasi warga di bantaran Waduk Pluit.
Taufik menegaskan bahwa partainya selalu mendukung Ahok sekalipun kebijakan yang diambil tidak populis untuk kepentingan Partai Gerindra.
“Apa yang dilakukan Ahok silahkan selama itu untuk kebaikan. Saya sebagai ketua DPD DKI yang usung Ahok enggak pernah itu (bertentangan),” ujarnya . Taufik mengklaim, pihaknya justru pasang badan untuk Ahok ketika ada resistensi dari masyarakat di Waduk Pluit dan Tanah Abang.
“Kami enggak ada masalah, bisa anda bayangkan ketika ada kasus Tanah Abang dan Waduk Pluit kita juga ikut jelaskan kepada publik. Kebijakan ini bagus untuk kepentingan masyarakat tapi hak-hak publik juga harus tetap dihormati,” katanya.

Sumber :
detik.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar