Sebanyak 36 siswa SMA 46 Jakarta telah dikeluarkan oleh pihak sekolah sebagai buntut aksi mereka membajak bus Metromini. Mereka dianggap telah melakukan pelanggaran berat karena berencana tawuran.
Pihak sekolah membantah keputusan itu dilakukan terburu-buru karena telah merapatkan dengan melibatkan dewan guru. Sementara para siswa saat mengadu ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan mereka ditelantarkan karena tidak diperbolehkan lagi mengikuti kegiatan belajar mengajar.
Menurut pengakuan salah satu siswa, mereka tidak membajak bus namun menyewa karena hendak bertanding futsal antarkelas pada 17 Oktober lalu di kawasan Blok M. Namun, dalam perjalanan, bus yang mereka tumpangi dihentikan oleh polisi.
"Kondisi motor juga enggak cukup, ada 36 anak habis itu kita berhentiin bus itu kita bayar bukan ngebajak, tiba-tiba diberhentiin sama polisi. Ya kita bubar dan nyari bus untuk pulang, akhirnya kita naik Kopaja 615, nah pas mau naik kita digiring digiring ke Polsek Kebayoran Baru," ujar Eris, siswa kelas XI jurusan IPS kepada merdeka.com, di kantor KPAI Jalan Teuku Umar No. 10-12, Jakarta Pusat, Selasa (12/11/2013).
Sejak kejadian tersebut, 36 langsung siswa diberhentikan pihak SMAN 46. Pemberhentian itu terhitung 25 Oktober 2013 lalu, atas tuduhan melakukan tindakan pembajakan terhadap bus kota. "Alasannya pihak sekolah kita tawuran padahal kita enggak tawuran, kita mau ngadu main futsal antara kelas X dan XI di daerah Blok M dekat PTIK," tandasnya.
Menanggapi kasus ini, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) membela para siswa dan meminta pihak sekolah membatalkan keputusan itu. "Memang harus didisiplinkan, tapi tidak perlu dikeluarkan," ujarnya di Balai Kota, Rabu (13/11/2013).
Namun sikap berbeda disampaikan Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Dengan nada keras, Ahok mengatakan, para siswa itu sebagai calon bajingan karena doyan tawuran. Apalagi, mereka bersekolah di sekolah negeri yang disubsidi anggaran daerah. Apalagi tindakan membajak bus termasuk kriminal.
"APBD kita terbatas untuk sekolah. Sekolah kita terbatas, masih banyak anak-anak miskin sekolah di sekolah swasta yang jelek dan murah. Kemudian sekolah negeri dipakai oleh orang yang sok-sokan," tegas Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Kamis (14/11/2013).
"Mau lapor Komnas Anak? Boleh. Pertama dikasih boleh, kedua kamu udah bukan anak, kamu calon bajingan," tegasnya.
Untuk menindak calon bajingan, Ahok akan memberikan hukuman awal dengan tidak memberikan kenaikan kelas kepada siswa. Jika hal ini masih tidak berpengaruh maka akan diberikan tindakan keras.
"Kalau kita libatkan polisi suruh ambil tindakan hukum kan kasihan juga. Tapi begitu kita berikan sanksi pindahkan sekolah saja langsung lapor. Kalau seperti itu tidak naik kelas saja. Kalau mau lebih keras lagi pecat. Supaya ada efek jera," tegas dia.
Masalah Ponsel Juda Beda Pendapat
Fenomena penyalahgunaan perangkat mobile untuk mengakses situs porno serta mengabadikan tindak asusila nampaknya membuat banyak orang jengah. Ada rencana untuk tidak memperbolehkan siswa membawa ponsel ke sekolah.
Dikarenakan semakin tingginya tingkat tindak asusila (perekaman foto atau video porno) serta pengaksesan situs-situs berbau esek-esek di kalangan remaja, maka ada wacana untuk tidak memperbolehkan semua siswa membawa perangkat mobile ke lingkungan sekolah.
Dalam masalah ini Joko dan Ahok mendukung kebijakan Dinas Pendidikan yang melarang para siswa membawa ponsel ke sekolah.
"Saya kira itu baik, artinya kita tidak mendidik anak bersikap konsumtif. Komunikasi penting, tapi untuk anak SD dan SMP saya kira belum waktunya dapat HP," kata Jokowi .
Namun di sisi lain, ada perbedaan pemikiran antara Jokowi dan Ahok. Dalam suatu wawancara (11/11/2013), Ahok kurang setuju akan aturan yang telah dibuat Dinas Pendidikan DKI Jakarta . Salah satu tersebut adalah membawa telepon selular atau handphone ke lingkungan sekolah.
"Wah saya enggak tahu (aturan khusus), enggak usah terlalu banyak aturan lah ya. Saya rasa semua sekolah bagus enggak pernah bolehin bawa handphone. Saya saja mau nelpon anak saya enggak bisa. Kalau mau telepon harus ke sekolah ke wali kelasnya," jawab Ahok di lapangan IRTI Monas.
Walaupun mengatakan kurang setuju akan hal itu, namun Ahok masih menyetujui apabila aturan tersebut hanya diterapkan di lingkungan sekolah saja.
Tentunya, apapun peraturan yang akan dibuat, pertama adalah semua tergantung dari individu yang bersangkutan dan yang kedua adalah dibutuhkan peran orangtua dan guru yang bertanggung jawab terhadap remaja Indonesia harus waspada bahwa perilaku itu akan terus berulang karena bahaya pornografi mengancam remaja Indonesia.
Sumber :
merdeka.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar