"Ngurung kucing saja apabila sampai
teraniaya telat ngasi makan, itu dosa hukumnya. Nah ini yang dikurung
manusia," ungkap anggota Asistensi Kemenkumham, Drs Mashudi BcIP, MAP,
saat menjadi salah satu narasumber kegiatan Badan Narkotika Nasional
(BNN), di Hotel Aryaduta, Medan, Sumatera Utara.
Acara sosialisasi UU Narkotika bertema
Dekriminalisasi dan Depanelisasi Pecandu dan Korban Penyalahgunaan
Narkotika tersebut dihadiri perwakilan institusi penegak hukum setempat
mulai dari unsur Polri, Kejaksaan, Pengadilan, BNNP, hingga aparat
Lapas.
Sosialisasi tersebut salah satunya
bertujuan untuk menyamakan visi penegak hukum agar tidak memidanakan
pengguna dan pecandu narkoba yang tertangkap tangan dan menempatkannya
ke panti terapi rehabilitasi. Kepada audien, Mashudi yang dipanel dengan
Jampidum Kejagung, Mahfud Manan, menggambarkan betapa kondisi lapas di
Indonesia pada umumnya over load. Kondisi di dalamnya berjejal-jejalan
dan tidak manusiawi lagi. "Kalau Bapak Ibu masuk ke lapas, sudah bau
manusia semua tidak ada bau yang lain. Hawanya sangat panas oleh suhu
tubuh manusia, makanya di dalam tidak ada yang pakai baju," ucapnya.
Penularan penyakit di dalam lapas sangat
cepat. Mashudi menggambarkan, jika satu satu terkena batuk maka akan
batuk semua. Angka kematian penghuni lapas sangat tinggi. "Kematian
memang urusan Tuhan. Tapi di lapas kita bisa melihat siapa orang yang
akan meninggal besok,tidak hanya (yang meninggal) hari ini," ungkapnya.
Kondisi itu tak terkecuali lapas-lapas
di Jakarta seperti di Salemba, Cipinang, dan Pondok Bambu. Di Jakarta
jumlah lapas tidak bertambah walau tren jumlah napi terus melesat.
Malahan lapas yang ada kapasitasnya menyusut karena bangunannya dibagi
lagi untuk fungsi Rumah Tahanan (Rutan) seperti di Salemba dan Cipinang.
"Masa kalah dengan (kebun binatang)
Ragunan yang mau didanai Rp 500 miliar," cetusnya. Sepertinya dia
menyindir agar Pemprov DKI nantinya bisa menganggarkan dengan nilai yang
lebih tinggi lagi untuk pembangunan Lapas. Pemprov DKi memang ada
rencana membangun lapas di wilayah Tangerang namun belum ditentukan
besaran anggarannya.
Sebagai gambaran, Kemenkumham untuk
membangun lapas dengan kapasitas 500 orang diperlukan dana Rp 60 Miliar.
Menurutnya, yang ideal di setiap wilayah DKI memiliki lapas sendiri.
Perlu dibangun lapas di Jakarta Selatan, Jakarta Barat, Jakarta Utara,
dan Kepulauan Seribu.
Dikatakan, saat ini 428 lapas yang ada
di Indonesia dihuni oleh 156.945 dan diperkirakan akan mencapai 300 ribu
pada 2015. Untuk itu mau tidak mau pemerintah, tak terkecuali
pemerintah daerah, harus menambah jumlah lapas.
Mashudi mengakui, jumlah terbesar
penghuni lapas adalah napi kasus narkoba. Maka untuk itulah perlunya
penerapan perintah UU No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika dengan tidak
memenjarakan pecandu dan pengguna narkoba. Penerapan UU tersebut akan
mengerem laju penambahan jumlah napi di lapas.
Karena menurut UU, pecandu dan pengguna
narkoba dipandang sebagai korban tidak dipenjara. Tetapi, harus
ditempatkan di panti rehabilitasi. Dalam acara tersebut Mashudi juga
mengutarakan rencana pihaknya untuk memiliki fasilitas terapi
rehabilitasi pada setiap lapas narkotika.
Bagaimanapun tujuan pemasyarakatan
adalah untuk membuat seseorang menyadari kesalahannya, menyesali, tidak
mengulangi tindak pidana sehingga bisa diterima kembali di masyarakat.
Sedangkan pecandu narkoba itu adalah penyimpangan perilaku yang
penanganannya membutuhkan terapi khusus. Sayangnya hingga saat ini pihak
Kemenkumham belum memiliki anggaran dan paket-paket khusus untuk
fasilitas rehabilitasi narkoba.
Kendati begitu dia meminta para Kalapas
tidak diam saja. Kalapas dituntut kreatif mampu menyiasati dan mau
bekerjasama dengan berbagai pihak demi merehabilitasi warga binaannya
yang kecanduan narkoba. "Jangan dibayangkan fasilitas rehab itu sesuatu
yang wah. Banyak panti-panti rehabilitasi dari masyarakat seperti pondok
pesantren terbukti bisa menyembuhkan pecandu narkoba,"tandasnya.Sumber :
jpnn.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar