Direktur Institute Ekonomi Politik Soekarno Hatta, M Hatta Taliwang,
menyatakan, jika ada orang atau kelompok atau partai yang secara dini
sekarang ini ingin mengajukan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo atau
akrab disapa Jokowi sebagai calon presiden pada Pemilu 2014, itu sama
saja dengan membunuh bibit calon pemimpin masa depan yang berkualitas.
"Saya
setuju bahwa Jokowi merupakan pemimpin dan aset masa depan bangsa
Indonesia yang sarat kejujuran, apa adanya, kesederhanaan, transparansi,
prorakyat dan nasionalisme, serta low profile, tetapi, punya magnet tersendiri di hadapan rakyat," ujarnya di Jakarta, Selasa (7/5/2013).
Namun, sayang jika Jokowi harus dipaksa maju tahun depan.
"Menurut
kami, jangan paksa Jokowi maju sebagai calon presiden. Sebab, hemat
kami, kalau dipaksa maju, itu akan berbahaya dan sama saja dengan
membunuh bibit kepemimpinan bangsa yang ada. Kita harus menunggu Jokowi
menunaikan tugas utamanya di Jakarta," paparnya.
Pekerjaan utama
Jokowi saat ini, lanjut Hatta, adalah mengatasi banjir, macet, korupsi,
meningkatkan kualitas perumahan rakyat dan lingkungan, serta membantu
usaha kecil menengah (UKM) untuk melawan pesatnya pembangunan mal.
"Kalau
tugas utama itu bisa diatasi maka sangat layak ke depan Jokowi
dipromosi sebagai calon presiden pada tahun 2019. Kalau kita terburu
nafsu mengikuti hasil polling, maka saya khawatir kita akan kecewa
sepertai kekecewaan kita terhadap Presiden SBY sekarang," jelasnya.
Oleh
sebab itu, tambah Taliwang, pihaknya berbeda pendapat dengan sebagian
orang, kelompok, dan mungkin partai politik yang mau mendorong Jokowi
sebagai calon presiden sekarang ini.
"Saya berbeda faham dengan mereka yang tidak sabar ingin segera mengorbitkan Jokowi ke pentas nasional menjadi calon presiden."
Menurut
Hatta, kita harus menunggu Jokowi menunaikan tugas utamanya di Jakarta
dulu. Kalau tugas utama itu bisa diatasi, maka sangat layak ke depan
Jokowi dipromosikan sebagai calon presiden pada tahun 2019.
"Kalau
kita terburu nafsu mengikuti hasil polling, maka saya khawatir nasibnya
akan sama seperti Presiden SBY sekarang," ujarnya.
Kini, dalam konteks kepemimpinan nasional, Jokowi harus meningkatkan kapasitas kenegarawanannya dulu.
"Bagaimana
visinya tentang Indonesia ke depan dalam konteks geopolitik dan dunia.
Bagaimana visinya menghadapi kekuatan kapitalis global dan kaitannya
dengan produksi kemiskinan di negeri ini. Dan, masih banyak lagi yang
perlu kita tahu dan dengar. Tidak sekadar kemampuan blusukan dan
penguasaan soal-soal teknis kepemimpinan. Karena yang dibutuhkan
Indonesia ke depan adalah kepemimpinan yang mampu menerobos seperti
Soekarno atau Soeharto di eranya. Pemimpin yang menjawab tantangan pada
masanya. Kita belum menangkap substansi ideologi Jokowi. Pemimpin yang
hanya faham teknis, tetapi tidak ideologis paling disukai kapitalis
global. Karena mereka memang butuh 'orang yang disuruh-suruh dan
mengerjakan perintah itu dengan baik', meskipun populis. Mereka tidak
suka yang punya potensi perlawanan atas nama ideologi 'dari para
pesuruh' itu," papar Taliwang lagi.
Sumber :
nasional.kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar