Lurah Warakas, Mulyadi, bernyali gede mblalelo terhadap
kebijakan lelang jabatan gagasan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo
(Jokowi). Ia melontarkan perlawanan terhadap ide orang nomor satu di
Jakarta itu.
Mulyadi emoh mengikuti lelang jabatan lurah yang
serentak digelar di Jakarta pada Sabtu 27 April lalu. Ia berdalih lelang
jabatan itu menghina jenjang karier yang dirintisnya dari nol.
Mantan
anggota Satpol PP yang mengklaim didukung penuh warganya itu bahkan
siap menggugat Jokowi hingga berencana mengadu kepada Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono (SBY).
Berikut 6 peluru Lurah Warakas menyerang habis-habisan Jokowi:
Emang Dana Kelurahan Triliunan?
Mulyadi benar-benar
nekat melawan Jokowi. Bayangkan, dia mempersoalkan lelang jabatan lurah
dan camat yang digagas Jokowi-Ahok guna mendapatkan calon yang kompeten.
"Kenapa
hanya jabatan lurah dan camat, ini saja tanda tanya. Emang anggarannya
triliunan," sindir Mulyadi saat dikonfirmasi detikcom, Kamis (2/5/2013).
Dia menegaskan, anggaran kelurahan dan kecamatan hanya sedikit. "Hanya ratusan juta, nggak sampai miliaran juga," jelasnya.
Menurut dia juga, Jokowi mesti taat aturan. Sesuai UU, jabatan lurah dan camat itu jabatan karier, jadi tidak dilelang.
"Karier
ke depan bagaimana ini? Nanti nggak ada jabatan karier. Kalau mau ubah
UU dulu," jelas Mulyadi yang memilih tak ikut lelang jabatan ini.
Tidak Gaptek
Mulyadi menolak seleksi terbuka bukan lantaran gagap teknologi seperti yang disebutkan oleh anggota DPRD.
"Bukan
itu faktornya, saya bisa komputer dan internet sedikit-sedikit," kata
Mulyadi saat dikonfirmasi detikcom, Kamis (2/5/2013).
Mulyadi
menegaskan, yang utama soal jabatan karier birokrasi. Sesuai UU ada
pangkat dan golongan seorang lurah. "Lurah dan camat itu kan jabatan
karier. Lelang jabatan ini bisa mengganggu," jelasnya.
Dalam UU
Pemerintahan Daerah juga tak ada yang namanya lelang jabatan untuk
jabatan karier. "Bagaimana karier ke depan PNS nanti kalau tidak ada
jabatan karier," jelasnya.
Dia memberi saran, kalau Jokowi ingin
melakukan lelang jabatan karier, harus mengubah aturan
perundang-undangan dahulu. "Ubah dulu aturannya," tutupnya.
Ngadu ke SBY Hingga DPR
Mulyadi tak gentar menghadapi
Jokowi-Ahok. Dia akan mengadukan tindakan Jokowi-Ahok soal lelang
jabatan ke pemerintahan pusat. Mulai dari Presiden SBY, DPR, sampai
Mendagri.
"Saya akan bawa ini ke yang lebih tinggi. Ke yang
membuat UU, Perpu, PP. Pokoknya yang lebih tinggi dari Jokowi," kata
Mulyadi saat dikonfirmasi detikcom, Kamis (2/5/2013).
Dia
membeberkan alasan pengaduan ini. Jokowi jelas melanggar peraturan.
Jabatan lurah dan camat itu bukan jabatan politik seperti gubernur,
tetapi jabatan karier.
"Itu diatur di UU," imbuhnya.
Mulyadi juga meminta Jokowi-Ahok memikirkan bagaimana nanti nasib wakil camat atau wakil lurah. Mereka adalah PNS karier.
"Kenapa yang dilelang hanya lurah dan camat saja? Jabatan PNS kan juga banyak," tutupnya.
Sindir Mudik
Mulyadi menyindir cara Jokowi melakukan lelang jabatan lurah dan camat.
"Gubernur
itu jabatan politik. Jokowi 5 tahun jadi gubernur, terus selesai pulang
kampung. Kalau lurah bagaimana?" jelas Mulyadi saat berbincang
detikcom, Kamis (2/5/2013).
Lurah, lanjut Mulyadi, merupakan
jabatan karier. Untuk menjadi seorang lurah atau dalam strata PNS mesti
memenuhi kriteria tertentu.
"Saya ini jadi lurah sudah melalui
berbagai macam uji kompetensi dan pendidikan. Mulai dari kebangsaan,
kebijakan publik, pemerintahan. Terus uji lelang jabatan ini apalagi,"
jelasnya.
Dahulu pada 1985, dia diuji kompetensi bersama 40 ribu
orang lainnya. Dia pun lolos dan sukses bisa menjadi lurah di Warakas
saat ini.
"Yang namanya jenjang karier dan kepangkatan itu jelas. Lihat saja di UU 32 Tahun 2004. Tidak pakai lelang jabatan," tutupnya.
Tantang Lelang Semua PNS
Sebanyak 139 calon lurah dan
camat tidak mengikuti seleksi jabatan. Salah satu lurah yang mangkir
dari proses lelang jabatan ini adalah Lurah Warakas Mulyadi.
"Ini
menghina saya sebagai lurah yang masih definitif," ujar Mulyadi dengan
nada agak tinggi, saat dihubungi detikcom, Selasa (30/4/2013) malam.
Menurut
Mulyadi, kebijakan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo menggelar lelang
jabatan lurah dan camat sangat melecehkan SK Gubernur DKI Jakarta
sebelumnya. Proses lelang jabatan ini sama dengan menghancurkan sistem
jenjang karier yang sudah berjalan selama ini.
"Kalau yang begini
ini menghancurkan senior yang di bawah. Lelang jabatan ini merusak
jenjang karier. Gugurkan Pergub lama dulu, ini manusia yang perlu
dihargai. Yang bisa dilelang ya barang, inventaris, mobil," ujar
Mulyadi.
"Kok hanya yang dilelang lurah dan camat saja, maksudnya apa, kalau mau lelang ya lelang semua PNS," cetusnya.
Mulyadi mengaku ada sekitar 80 lurah dan camat yang sejalan dengannya tidak mengikuti proses lelang jabatan.
Sementara
keterangan dari Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DKI Jakarta, dari 139
PNS yang tidak ikut uji kompetensi calon lurah dan camat, hanya 6 PNS
yang tidak memberikan alasan. Selebihnya absen dengan memberikan alasan
kepada Gubernur DKI.
Klaim Didukung Warga
Mulyadi mengaku tak sembarang melawan kebijakan Jokowi. Ia punya pendukung.
"Warga mendukung saya," kata Mulyadi saat dikonfirmasi detikcom, Kamis (2/5/2013).
Mulyadi
mengaku, sebagai bentuk dukungan padanya, sejumlah warga memasang
spanduk. "Tulisannya lanjutkan perjuangan, warga mendukung Lurah
Warakas. Itu di spanduk panjang 10x5 meter," jelasnya.
Mulyadi
menegaskan, lelang jabatan itu tak hanya ditentang dirinya. Ada ratusan
lurah lain yang juga bersuara serupa. Mereka tak ingin jabatan dilelang
begitu saja, karena ada jenjang karier.
"Warga mendukung lurah," tutupnya.
Sumber :
news.detik.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar