Jumat, 03 Mei 2013

6 Jurus Mabuk Lurah Warakas Serang Jokowi

Lurah Warakas, Mulyadi, bernyali gede mblalelo terhadap kebijakan lelang jabatan gagasan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi). Ia melontarkan perlawanan terhadap ide orang nomor satu di Jakarta itu.
Mulyadi emoh mengikuti lelang jabatan lurah yang serentak digelar di Jakarta pada Sabtu 27 April lalu. Ia berdalih lelang jabatan itu menghina jenjang karier yang dirintisnya dari nol.
Mantan anggota Satpol PP yang mengklaim didukung penuh warganya itu bahkan siap menggugat Jokowi hingga berencana mengadu kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Berikut 6 peluru Lurah Warakas menyerang habis-habisan Jokowi:

Emang Dana Kelurahan Triliunan?
Mulyadi benar-benar nekat melawan Jokowi. Bayangkan, dia mempersoalkan lelang jabatan lurah dan camat yang digagas Jokowi-Ahok guna mendapatkan calon yang kompeten.
"Kenapa hanya jabatan lurah dan camat, ini saja tanda tanya. Emang anggarannya triliunan," sindir Mulyadi saat dikonfirmasi detikcom, Kamis (2/5/2013).
Dia menegaskan, anggaran kelurahan dan kecamatan hanya sedikit. "Hanya ratusan juta, nggak sampai miliaran juga," jelasnya.
Menurut dia juga, Jokowi mesti taat aturan. Sesuai UU, jabatan lurah dan camat itu jabatan karier, jadi tidak dilelang.
"Karier ke depan bagaimana ini? Nanti nggak ada jabatan karier. Kalau mau ubah UU dulu," jelas Mulyadi yang memilih tak ikut lelang jabatan ini.

Tidak Gaptek
Mulyadi menolak seleksi terbuka bukan lantaran gagap teknologi seperti yang disebutkan oleh anggota DPRD.
"Bukan itu faktornya, saya bisa komputer dan internet sedikit-sedikit," kata Mulyadi saat dikonfirmasi detikcom, Kamis (2/5/2013).
Mulyadi menegaskan, yang utama soal jabatan karier birokrasi. Sesuai UU ada pangkat dan golongan seorang lurah. "Lurah dan camat itu kan jabatan karier. Lelang jabatan ini bisa mengganggu," jelasnya.
Dalam UU Pemerintahan Daerah juga tak ada yang namanya lelang jabatan untuk jabatan karier. "Bagaimana karier ke depan PNS nanti kalau tidak ada jabatan karier," jelasnya.
Dia memberi saran, kalau Jokowi ingin melakukan lelang jabatan karier, harus mengubah aturan perundang-undangan dahulu. "Ubah dulu aturannya," tutupnya.

Ngadu ke SBY Hingga DPR
Mulyadi tak gentar menghadapi Jokowi-Ahok. Dia akan mengadukan tindakan Jokowi-Ahok soal lelang jabatan ke pemerintahan pusat. Mulai dari Presiden SBY, DPR, sampai Mendagri.
"Saya akan bawa ini ke yang lebih tinggi. Ke yang membuat UU, Perpu, PP. Pokoknya yang lebih tinggi dari Jokowi," kata Mulyadi saat dikonfirmasi detikcom, Kamis (2/5/2013).
Dia membeberkan alasan pengaduan ini. Jokowi jelas melanggar peraturan. Jabatan lurah dan camat itu bukan jabatan politik seperti gubernur, tetapi jabatan karier.
"Itu diatur di UU," imbuhnya.
Mulyadi juga meminta Jokowi-Ahok memikirkan bagaimana nanti nasib wakil camat atau wakil lurah. Mereka adalah PNS karier.
"Kenapa yang dilelang hanya lurah dan camat saja? Jabatan PNS kan juga banyak," tutupnya.

Sindir Mudik
Mulyadi menyindir cara Jokowi melakukan lelang jabatan lurah dan camat.
"Gubernur itu jabatan politik. Jokowi 5 tahun jadi gubernur, terus selesai pulang kampung. Kalau lurah bagaimana?" jelas Mulyadi saat berbincang detikcom, Kamis (2/5/2013).
Lurah, lanjut Mulyadi, merupakan jabatan karier. Untuk menjadi seorang lurah atau dalam strata PNS mesti memenuhi kriteria tertentu.
"Saya ini jadi lurah sudah melalui berbagai macam uji kompetensi dan pendidikan. Mulai dari kebangsaan, kebijakan publik, pemerintahan. Terus uji lelang jabatan ini apalagi," jelasnya.
Dahulu pada 1985, dia diuji kompetensi bersama 40 ribu orang lainnya. Dia pun lolos dan sukses bisa menjadi lurah di Warakas saat ini.
"Yang namanya jenjang karier dan kepangkatan itu jelas. Lihat saja di UU 32 Tahun 2004. Tidak pakai lelang jabatan," tutupnya.

Tantang Lelang Semua PNS
Sebanyak 139 calon lurah dan camat tidak mengikuti seleksi jabatan. Salah satu lurah yang mangkir dari proses lelang jabatan ini adalah Lurah Warakas Mulyadi.
"Ini menghina saya sebagai lurah yang masih definitif," ujar Mulyadi dengan nada agak tinggi, saat dihubungi detikcom, Selasa (30/4/2013) malam.
Menurut Mulyadi, kebijakan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo menggelar lelang jabatan lurah dan camat sangat melecehkan SK Gubernur DKI Jakarta sebelumnya. Proses lelang jabatan ini sama dengan menghancurkan sistem jenjang karier yang sudah berjalan selama ini.
"Kalau yang begini ini menghancurkan senior yang di bawah. Lelang jabatan ini merusak jenjang karier. Gugurkan Pergub lama dulu, ini manusia yang perlu dihargai. Yang bisa dilelang ya barang, inventaris, mobil," ujar Mulyadi.
"Kok hanya yang dilelang lurah dan camat saja, maksudnya apa, kalau mau lelang ya lelang semua PNS," cetusnya.
Mulyadi mengaku ada sekitar 80 lurah dan camat yang sejalan dengannya tidak mengikuti proses lelang jabatan.
Sementara keterangan dari Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DKI Jakarta, dari 139 PNS yang tidak ikut uji kompetensi calon lurah dan camat, hanya 6 PNS yang tidak memberikan alasan. Selebihnya absen dengan memberikan alasan kepada Gubernur DKI.

Klaim Didukung Warga
Mulyadi mengaku tak sembarang melawan kebijakan Jokowi. Ia punya pendukung.
"Warga mendukung saya," kata Mulyadi saat dikonfirmasi detikcom, Kamis (2/5/2013).
Mulyadi mengaku, sebagai bentuk dukungan padanya, sejumlah warga memasang spanduk. "Tulisannya lanjutkan perjuangan, warga mendukung Lurah Warakas. Itu di spanduk panjang 10x5 meter," jelasnya.
Mulyadi menegaskan, lelang jabatan itu tak hanya ditentang dirinya. Ada ratusan lurah lain yang juga bersuara serupa. Mereka tak ingin jabatan dilelang begitu saja, karena ada jenjang karier.
"Warga mendukung lurah," tutupnya.


Sumber :
news.detik.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar