Dari kunjungannya ke Singapura selama dua hari ke Singapura, Gubernur
DKI Jakarta Joko Widodo tidak ingin semua proyek pembangunan MRT
dikuasai oleh Jepang, yaitu Japan International Cooperation Agency
(JICA) sebagai donatur megaproyek jurusan Lebak Bulus-Bundaran HI itu.
"Pak
Jokowi itu memang penginnya seperti ini, MRT kan semuanya dari Jepang,
pinjaman Jepang, konsultan Jepang. Nah, kalau pengawasan semua dari
Jepang, bagaimana gitu lho. Kalau yang mengawasi ada dari
Hongkong, Singapura, Korsel kan lebih bisa mengimbangi," kata Wakil
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama di Balaikota Jakarta, Selasa
(2/4/2013).
Basuki mengatakan, megaproyek MRT yang diinginkan
Jokowi tidak semua diserahkan kepada Jepang mulai dari pinjaman,
konsultan, dan tim pengawas sehingga ada satu negara yang dapat menjadi
tim pengawas atau konsultan, dan sebagainya.
Hal tersebut bukan
untuk mengkritisi JICA sebagai negara pemberi pinjaman asal Jepang.
"Memang murni ingin ada pihak negara lain sebagai penyeimbang. Memang
semuanya enggak bisa disamakan," kata mantan Bupati Belitung Timur itu.
Meski
begitu, kata Basuki, belum ada kesepakatan pemakaian penasihat dari
pihak Singapura. Namun, kemungkinan sangat terbuka untuk menggunakan tim
konsultan Singapura.
Sejauh ini, JICA menyetujui peminjaman dana
Rp 15 triliun untuk proyek MRT di ruas Depok-Lebak Bulus sampai
Sisingamangaraja dengan konsep jalan layang (luas 9,8 kilometer), dan
ruas Senayan sampai Bundaran Hotel Indonesia (HI) dibangun di bawah
tanah dengan luas 5,9 kilometer. Namun, belum ada persetujuan pinjaman
untuk ruas berikutnya dari Bundaran HI ke Kampung Bandan (8,1
kilometer).
Sumber :
megapolitan.kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar